Thursday, October 18, 2007

Apa Yang Anda Pikir Beresiko?

...... cuplikan dari buku RETIRE YOUNG RETIRE RICH by Robert T Kiyosaki.

Ketika berada di kampung halaman untuk libur Natal, Mike dan saya (Robert Kiyosaki) berada di kantor ayah kaya (Ayah kandung Mike) membicarakan apa yang telah kami pelajari di sekolah dan orang-orang baru yang telah kami kenal. Setelah bertemu dengan para pemuda dari seluruh negeri, saya memberi komentar ini kepada Mike dan ayah kaya: "Saya telah memperhatikan betapa berbedanya orang-orang berpikir tentang uang. Saya telah bertemu dengan anak-anak dari keluarga sangat kaya dan anak-anak dari keluarga sangat miskin. Meskipun sebagian besar anak-anak di sekolah secara akademis cerdas, anak-anak dari keluarga miskin dan kelas menengah kelihatan berpikir dengan cara yang berbeda dengan anak-anak yang berasal dari keluarg kaya."

Respons ayah kaya terhadap pernyataan terakhir saya cepat. "Mereka tidak berpikir dengan cara yang berbeda," dia berkata. "Cara berpikir mereka benar-benar bertolak belakang." Duduk menghadap mejanya, dia menggenggam buku folio kuningnya dan menuliskan perbandingan berikut ini:

Pemikiran yang Bertolak Belakang

Kelas Menengah <> Orang Kaya
Jaminan kerja <> Membangun bisnis
Rumah besar <> Apartemen
Menabung <> Berinvestasi
Orang kaya itu tamak <> Orang kaya itu murah hati

Setelah dia selesai menulis, ayah kaya melihat saya kembali dan berkata, "Realitasmu ditentukan oleh apa yang menurutmu pandai dan apa yang menurutmu resiko."

Sambil melihat diagramnya saya bertanya, "Maksud bapak kelas menengah berpikir jaminan kerja itu pandai dan membangun bisnis itu beresiko?" Saya tahu realitas ini dengan bagus karena itu adalah realitas ayah miskin saya (Ayah kandung Robert Kiyosaki).

"Benar," kata ayah kaya. "Dan apa lagi tentang jaminan kerja?"
Saya berpikir sejenak dan tidak menemukan jawaban. "Saya tidak tahu apa yang sedang bapak cari," saya menjawab. "Benar bahwa ayah saya dan banyak orang berpikir memiliki pekerjaan yang aman terjamin itu pandai. Apa yang masih kurang?"

"Kamu tidak memasukkan realitas saya," kata ayah kaya. "Saya mengatakan kepadamu bahwa kelas menengah dan orang miskin tidak hanya berpikir secara berbeda. Saya katakan mereka berpikir sangat bertolak belakang. Jadi apa realitas saya yang bertolak belakang?"

Tiba-tiba lebih banyak realitas ayah kaya bergerak memasuki realitas saya. "Bapak ingin mengatakan bahwa menurut bapak membangun bisnis itu pandai dan jaminan kerja itu berisiko. Apakah itu yang bapak maksud dengan bertolak belakang?" saya bertanya.

Ayah kaya menganggukkan kepalanya.
"Maksudnya, bapak tidak berpikir bahwa membangun bisnis itu berisiko?" saya bertanya.
Ayah kaya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak. Belajar membangun bisnis adalah seperti belajar apa saja. Saya pikir bergantung pada jaminan kerja seumur hidup jauh lebih berisiko ketimbang mengambil risiko untuk belajar membangun bisnis. Risiko yang satu adalah untuk jangka pendek dan risiko yang satu berlaku seumur hidup."

Saat itu akhir 1960-an. Kita belum mengenal kata penciutan (downsizing). Yang diketahui sebagian besar orang pada saat itu hanyalah anda bersekolah, mencari pekerjaan, bekerja seumur hidup, dan ketika anda pensiun, perusahaan dan pemerintah akan mengurus pensiun anda. Yang diajarkan kepada kita di rumah dan di sekolah hanyalah, "Dapatkan pendidikan yang bagus sehingga kamu bisa menjadi karyawan yang bagus," Tersirat tetapi tidak dinyatakan bahwa bersekolah untuk menjadi lebih dapat diperkerjakan adalah sesuatu yang pandai untuk dilakukan. Kini sebagian besar dari kita mengetahui bahwa jaminan kerja merupakan sesuatu yang sudah berlalu, tetapi saat itu, tidak seorang pun mempertanyakan ide mencari jaminan kerja sebagai hal yang pandai untuk dilakukan.

Saya melihat pada perbandingan ayah kaya tentang orang kaya tamak vs. Orang kaya murah hati dan saya tahu pada saat itu apa realitas saya. Di keluarga saya, orang kaya dianggap sebagai orang tamak berhati dingin yang hanya tertarik pada uang dan tidak peduli terhadap orang miskin.

Sambil menunjuk pada daftarnya ayah kaya berkata, "Apakah kamu mengerti perbedaan pemikirannya?"
"Pemikirannya bertolak belakan," saya berkata dengan lembut. "Lebih dari sekedar berbeda. Itu sebabnya sering kali begitu sulit orang menjadi kaya. Menjadi kaya memerlukan lebih dari sekedar berpikir secara berbeda."

Ayah kaya mengangguk dan membiarkan ide itu di mengerti sepenuhnya. "Kalau kamu ingini menjadi kaya, kamu mungkin perlu belajar untuk berpikir sangat bertolak belakang dengan cara berpikirmu sekarang."

"Seperti cara berpikir bapak?" saya bertanya. "Apakah tidak perlu melakukan segala sesuatunya secara berbeda juga?"
"Tidak," kata ayah kaya. "Kalau kamu bekerja demi jaminan kerja, kamu akan bekerja keras dalam sebagian besar hidupmu. Kalau kamu bekerja untuk membangun bisnis, kamu mungkin bekerja lebih keras pada awalnya tetapi kamu akan bekerja semakin sedikit pada akhirnya dan kamu mungkin akan memperoleh uang sepuluh hingga 100 hingga 1.000 kali lebih banyak. Jadi mana yang lebih pandai?"

"Dan bagaimana dengan berinvestasi?" saya bertanya. "Ibu dan ayah saya selalu mengatakan bahwa berinvestasi itu berisiko dan menurut mereka menabung itu pandai. Tidakkah bapak melakukannya secara berbeda ketika bapak berinvestasi?"

Ayah kaya tertawa lebar dan tertawa kecil mendengar komentar itu. "Menabung dan menginvestasikan uang memerlukan kegiatan yang persis sama," kata ayah kaya. "Kamu akan melakukan hal yang sama ... meskipun pemikiranmu sebenarnya bertolak belakang."

"Sama?" saya bertanya. "Tetapi tidakkah yang satu lebih berisiko?"

"Tidak," kata ayah kaya sambil tertawa kecil lagi. "Saya akan memberimu pelajaran yang sangat penting dalam hidup." Saya sekarang sudah lebih tua dan dia dapat menambahkan detail yang lebih banyak pada pelajarannya yang diberikan sebelumnya kepada Mike dan saya. "Tetapi sebelum saya memberimu pelajaran, bolehkan saya mengajukan satu pertanyaan padamu?"

"Tentu, silahkan tanyakan semua yang bapak inginkan."
"Apa yang orangtuamu lakukan untuk menghemat uang?" dia bertanya.
"Meraka berusaha melakukan banyak hal," saya menjawab setelah memikirkan pertanyaannya sejenak.
"Baik, sebutkan satu saja," kata ayah kaya. "Sebutkan satu hal yang mereka lakukan dimana mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengerjakannya."
"Setiap Rabu ketika supermarket mengiklankan makanan khusus mingguan mereka, ibu dan ayah saya akan memeriksa koran itu dan merencanakan anggaran makanan mingguan. Mereka mencari kupon obral dan diskon untuk produk makanan," saya berkata. "Itu merupakan kegiatan yang menghabiskan banyak waktu mereka. Sebenarnya, makanan kami dirumah berdasarkan apa yang sedang dijual dengan harga murah di supermarket."

"Lalu, apa yang mereka lakukan?" tanya ayah kaya.
"Kemudian mereka berkeliling kota dengan mobil ke berbagai supermarket dan membeli barang-barang yang diiklankan dengan harga murah," saya menjawab. "Mereka mengatakan mereka menghemat banyak uang dengan berbelanja makanan yang dijual dengan harga murah."

"Saya tidak meragukan mereka menghemat," kata ayah kaya. "Dan apakah mereka berbelanja pakaian obral?" Saya mengangguk. "Ya, mereka melakukan hal yang sama bila mereka akan membeli mobil, baru atau bekas. Mereka menghabiskan banyak waktu berkeliling untuk menghemat."

"Jadi mereka pikir menghemat itu pandai?" tanya ayah kaya.
"Tentu," saya menjawab. "Kenyataannya, ketika mereka menemukan sesuatu yang dijual dengan harga murah, mereka membeli dalam jumlah banyak dan memasukkannya ke dalam kulkas besar mereka. Baru beberapa hari yang lalu mereka menemukan obral daging babi sehingga mereka membeli daging babi yang cukup untuk enam bulan. Mereka senang menemukan penghematan seperti itu."

Ayah kaya tiba-tiba tertawa. "Daging babi?" dia berkata, tertawa kecil keras. "Berapa pon daging bagi yang mereka beli?"
"Saya tidak tahu, tetapi mereka membeli banyak. Kulkas kami penuh lagi. Tetapi bukan hanya daging babi yang mereka beli, mereka juga membeli hamburger (daging sapi bundar pipih) dari toko lain yang sedang mengadakan obral dan memasukkannya ke kulkas juga."

"Maksudmu mereka mempunyai kulkas hanya untuk obral khusus seperti itu?" tanya ayah kaya, masih tertawa kecil.
"Ya," saya menjawab. "Mereka bekerja keras untuk menghemat setiap sen yang mungkin dilakukannya. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menggunting kupon dan berbelanja di tempat obral. Apakah ada yang salah dengan itu?"

"Tidak," kata ayah kaya. "Tidak ada yang salah dengan itu. Hanya realitasnya berbeda."
"Apakah bapak tidak melakukan hal yang sama?" saya bertanya.
Ayah kaya tertawa kecil dan berkata, "Saya sedang menunggu kamu bertanya. Sekarang saya dapat mengajarkanmu salah satu pelajaran terpenting yang akan pernah kamu pelajari."

"Pelajaran bahwa bapak tidak melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orangtua saya?" saya bertanya lagi, sambil menunggu jawaban atas pertanyaan saya sebelumnya.

"Tidak," kata ayah kaya. "Pelajaran bahwa saya melakukan hal yang persis sama dengan yang orangtuamu lakukan. Sebenarnya kamu sudah melihat saya melakukannya."
"Apa?" saya berkata. "Bapak mencari tempat obral untuk mengisi kulkas bapak?" Saya tidak yakin saya pernah melihat bapak melakukan itu."

"Tidak, kamu belum pernah," kata ayah kaya. "Tetapi kamu pernah melihat saya berkeliling mencari investasi yang sedang di obral untuk mengisi portofolio saya."

Mendengar pernyataan itu saya duduk sebentar tanpa berkata-kata. "Bapak berbelanja untuk mengisi portofolio bapak dan orangtua saya berbelanja untuk mengisi kulkas mereka? Bapak ingin mengatakan bahwa bapak melakukan kegiatan yang sama tetapi bapak berbelanja barang-barang yang berbeda untuk mengisi sesuatu yang berbeda?"

Ayah kaya mengangguk. Dia ingin pelajarannya meresap kedalam kepala saya yang berumur dua puluh tahun.

"Bapak melakukan hal yang sama tetapi orangtua saya bertambah miskin dan bapak bertambah kaya. Itukah pelajarannya?" saya bertanya.

Ayah kaya menganggukkan kepala dan berkata, "Itu merupakan bagian dari pelajaran."
"Apa bagian lain dari pelajaran?" saya bertanya.
"Berpikirlah," kata ayah kaya. "Apa yang telah kita bicarakan?"
Saya berpikir sejenak dan akhirnya paruh kedua dari pelajaran itu datang kepada saya. "Oh," saya berkata. "Bapak dan orangtua saya melakukan hal yang sama tetapi realitas bapak berbeda."

"Kamu mulai mengerti," kata ayah kaya. "Bagaimana dengan pandai dan berisiko?"
"Oh," saya berkata keras. "Mereka berpendapat bahwa menghemat uang itu pandai dan berinvestasi itu berisiko."
"Sedikit lagi," kata ayah kaya.
"karena mereka berpendapat bahwa berinvestasi itu berisiko mereka bekerja keras menghemat uang ... tetapi kenyataannya mereka melakukan hal yang sama dengan yang bapak lakukan. Jika mereka mengubah realitas mereka tentang berinvestasi dan melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan untuk menghemat uang dengan membeli daging babi, mereka akan menjadi semakin kaya. Bapak melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan tetapi bapak berbelanja bisnis, real estate, investasi, saham, obligasi, dan peluang-peluang bisnis lainnya. Bapak berbelanja untuk portofolio bapak dan mereka berbelanja untuk kulkas mereka.

"Jadi mereka melakukan hal yang sama tetapi dari realitas yang berbeda," kata ayah kaya. "Realitas merekalah yang menyebabkan mereka miskin atau kelas menengah ... bukan kegiatan mereka."

"Mental merekalah yang membuat mereka miskin," saya berkata dengan lembut. "Apa yang menurut kita pandai dan apa yang menurut kita berisiko itulah yang menentukan kedudukan sosial ekonomi kita dalam kehidupan." Saya menggunakan kata baru yang saya pelajari dalam mata kuliah ekonomi.

Ayah kaya melanjutkan dengan berkata, "Kami melakukan hal yang sama tetapi kami bekerja dari pola pikir yang berbeda. Saya bekerja dari pola pikir orang kaya dan orangtuamu bekerja dari pola pikir kelas menengah."
"Itu sebabnya bapak selalu berkata, 'Apa yang kamu pikir real merupakan realitasmu,'" saya menambahkan dengan lembut.

Ayah kaya mengangguk dan melanjutkan dengan berkata, "Dan karena mereka berpendapat berinvestasi itu berisiko, mereka menemukan contoh orang-orang yang telah kehilangan uang atau hampir kehilangan uang mereka. Realitas mereka membutakan mata mereka dari realitas lainnya. Mereka melihat apa yang menurut mereka real, meskipun tidak benar-benar real."

"Jadi seseorang yang berpikir jaminan kerja itu pandai akan mencari contoh-contoh mengapa jaminan kerja itu pandai dan mencari contoh-contoh mengapa membangun bisnis itu berisiko. Orang akan mencari verifikasi (pembenaran dengan bukti) atas realitas yang ingin mereka percayai," Mike menambahkan.

"Benar," kata ayah kaya. "Apakah ini masuk akal? Apakah kamu sudah mendapat pelajarannya?"

BAGAIMANA DENGAN ANDA?

Salam Hangat dari Provokator
Rostam Effendi
(http://belajar-usaha.blogspot.com)

No comments: