Wednesday, December 19, 2007

Tiga Fasa Penting Kehidupan

Di tempat saya bekerja ada beberapa ekor kucing yang hidup perkarangan. Tidak ada panggilan khusus untuk kucing tersebut, tetapi ada seekor yang merupakan kesukaan saya. Sudah tiga kali melahirkan anak tetapi kelahiran sebelumnya belum ada anak yang sukses besar bersamanya. Ada diantaranya mati karena sakit, kecelakaan dan diambil untuk dipelihara orang lain.

Untuk yang kelahiran ketiga kalinya dia memiliki 3 anak, dan ternyata 2 dari anaknya mati karena sakit. Sungguh masa berkembangnya anak kucing adalah masa yang sulit, maka dari itu saya bertekat untuk menjaganya. Agar kucing kesukaan saya memiliki penerus keturunannya, maka dari itu saya mencoba membantunya. Membantunya dengan hampir tiap hari memberi induknya makanan agar cukup gizi untuk memberi susu untuk anaknya dan juga tambahan susu untuk anaknya itu sendiri.

Setelah anak kucing yang tinggal satu- satunya itu besar, saya kira masa sulit sudah lewat. Ternyata ada satu masalah lagi apalagi setelah anak kucing tersebut itu disapih induknya. Induknya memang cukup cakap dalam mencari makanan diluar tempat saya kerja, dia rajin pergi ke beberapa warung disekitar dan tahu waktu yang tepat untuk mencari makanan. Tetapi sang anak selama ini tidak pernah mau mengikuti induknya dalam mencari makan, kemungkinan karena trauma karena ada pemilik warung yang suka menyiram air kepada kucing yang suka masuk kewarungnya. Ketika anak kucing tersebut mulai disapih menyusui oleh induknya, naluri untuk mencari makanannya kurang berkembang. Dia hanya meong mengeluarkan suara kepada orang- orang yang lewat dan yang sering memanjakannya. Terutama kepada saya yang cukup biasa memberikan dia makan atau sisa makanan yang dapat dia makan.

Karena saya kira dia akan menemukan masalah jika tidak berhasil dalam mencari makanan, maka saya mengambil inisiatif untuk memberikan dia pelajaran agar dia mandiri. Si anak kucing saya bawa dan diperkenalkan pada lingkungan luar tempat kerja saya. Caranya saya pancing dia dengan panggilan dan makanan. Pada hari pertama si kucing setelah saya bawa keluar agak jauh dan diberi makan, setelah makan dia hanya diam sambil meong memanggil dan takut bila melihat ada kendaraan yang lewat. Akhirnya baru bisa pulang setelah saya jemput dan mengantarnya ia pulang. Setelah beberapa hari saya ajarkan untuk mengenal dunia luar barulah dia bisa pulang sendiri bila diajak keluar. Hal ini saya paksa lakukan kepada dia agar dia tidak takut dan dapat lebih mandiri terutama dalam mencari makan.

Hal ini juga terjadi pada banyak kehidupan terutama pada hewan mamalia, karena tidak seperti hewan yang ditinggal setelah ditelurkan oleh induknya. Hewan yang dipelihara oleh induknya umumnya hanya memiliki insting dasar. Tanpa memiliki insting untuk bertahan dan melanjutkan hidup. Contohnya sama seperti kehidupan burung, untuk menjadi dewasa seekor burung harus melewati beberapa fasa cobaan.


Fasa kehidupan itu adalah :

1. Fasa Pertumbuhan
Sejak ditelurkan dan menetas anak burung harus bersaing disarangnya dengan saudara- saudara untuk mendapatkan makanan, dia dapat tersingkir dan terjatuh pada sarangnya bahkan karena saudara- saudaranya sendiri. Sebagai mahluk hidup dalam berkembang dewasa banyak sekali rintangan, banyaklah pemangsa yang mengincar yang belum dewasa karena lebih mudah untuk diburu.

2. Fasa Mandiri
Seperti anak kucing yang sedang disapih induknya, setelah berkembang besar seekor burung harus belajar terbang yang penuh dengan banyak resiko. Bila ia gagal dalam belajar terbang, maka tidak ada kesepatan untuknya untuk hidup kecuali dalam sangkar.

3. Fasa Jati Diri
Setelah dapat mandiri, seekor burung harus dapat mendapatkan wilayah dan sarang juga pasangan untuk melanjutkan kehidupan dan keturunannya. Dan dibanyak bentuk kehidupan mahluk hidup dengan kehidupan sosial harus juga menentukan peranannya dan posisinya dalam kehidupan sosial. Seperti seekor singa yang setelah dewasa maka dia harus menentukan peran dan posisinya dalam kelompoknya. Apakah dia akan menjadi seekor pemimpin pemburu, pendamping dalam perburuan, perawat anak dalam kelompok, menjadi pejantan alpha atau beta, atau tersingkir dan diusir dari kelompoknya.

Begitupula dengan kehidupan binatang, kehidupan manusia menjadi seorang yang sukses juga melewati ketiga fasa penting kehidupan ini.
Saat pertumbuhan kita membutuhkan gizi dan belajar banyak hal baik dari orang tua atau sekolah. Pada fasa pertumbuhan ini biasanya diakhiri dengan tanda- tanda akhil balik, tetapi untuk manusia biasanya memakan waktu lebih panjang karena kita harus lebih banyak dibekali dengan pengetahuan.

Kemudian untuk menjadi mandiri kita harus juga berusaha untuk dapat hidup tanpa bantuan orang tua. Berjuang meraih penghidupan seperti pekerjaan atau usaha yang akan membuat kita mandiri. Kita juga harus menentukan pula jati diri kita sesungguhnya, kita dapat menjadi pemimpin dalam masyarakat, pengikut, seorang oportunist, spekulan, atau tidak menjadi apa- apa.

Kesuksesan mungkin adalah kata yang ingin anda capai. Tetapi ingat ada proses dan tahap yang harus anda hadapi untuk mendapatkan kesuksesan.
Ketiga fasa penting kehidupan ini adalah titik penting, jadi manfaatkan dan lewati sebaik- baiknya untuk kesuksesan anda.

^^sourceid
nb : tidak percuma saya suka nonton acara wild life

Wednesday, December 5, 2007

Script Bot Inviter

Script yang saya kerjakan dalam waktu lebih dari 3 minggu, semoga dapat membantu Anda.
Silahkan download pada http://aneka-cd.t35.com/download.php

^^sourceid

Sunday, November 4, 2007

File Finansial

Download kumpulan file kecerdasan finansial, silahkan klik disini http://www.geocities.com/sourceid/GueEmangKerenDanGanteng/arsip/mind_your_business.zip

^^sourceid

Thursday, November 1, 2007

Basis Keuntungan

Dalam suatu pembicaraan dengan mantan rekan kerja saya. Pada pembicaraan tentang usaha makanan yang saya lihat pada televisi, saya memberikan gambaran apa yang bisa didapat dari usaha tersebut.

Usaha yang saya bicarakan adalah usaha penjualan makanan. Membayangkan apa yang bisa didapat dari jumlah pelanggan yang ada, maka saya ungkapkan kira- kira omset yang bisa didapat. Dan keuntungan yang bisa didapat kira- kira 50 persennya.
Tetapi pembicaraan ini disangah oleh rekan saya lainnya, mungkin karena dia tidak mendengarkan dari awal pembicaraan. Dia menyangah bahwa usaha makanan keuntungannya bukanlah 50% tetapi 100%.

Awalnya saya bingung juga, tetapi saya akhirnya tanyakan 100% dari mana maksudnya. Dia menjelaskan bahwa bila kita membuat makanan dengan modal 100 ribu rupiah maka biasanya makanan tersebut dapat terjual kira- kira 200 ribu rupiah, atau 100% keuntungan dari modal.

Suatu kesalahpahaman, dimana yang saya katakan 50% dari basis omset sedangkan rekan saya katakan 100% basis modal.

Apakah perbedaan dari basis keuntungan modal dengan basis omset? Tentu saja yang pasti dari perhitungannya, satu dengan persentase dibanding modal dan yang lainnya dibandingkan omset.

Tetapi dalam bisnis atau usaha yang menjadi kendala kebanyakan apa yang ada dalam pikiran kita. Mulai dari kita merencanakan, memulai, dan menjalankan, kesuksesannya diawali dari pikiran kita.

Pada saat kita merencanakan usaha, pikiran dapat membuat kita maju terus atau memikirkan banyak kendala, dan akhirnya memikirkan resikonya atau jadi enggan sama sekali memulai suatu usaha. Pikiran kita dapat saja positif atau negatif, optimis ataupun pesimis. Masalah inilah yang saya kira menjadi masalah pada perbedaan antara keuntungan basis omset atau modal.

Bila kita memikirkan keuntungan basis modal, maka kita dalam perencanaan bisnis menghitung dahulu investasi, pengeluaran, operasional, harga bahan baku, dan lainnya. Kemudian baru memikirkan barang tersebut dapat terjual seberapa besar (pricing) , dan baru terhitung berapa omset, keuntungan dan potensi pasarnya.

Sedangkan untuk keuntungan basis omset kita melakukan terbeliknya, pola pikir kita akan memperkirakan potensi pasar, segmen konsumen, dan potensi jumlah konsumen/ pelanggan. Dengan asumsi daya beli masyarakat atau dengan perkiraan dengan pengalaman/ bisnis orang lain sejenis yang sudah ada, maka kita dapat memperkirakan jumlah omset kira- kira. Nah dari sinilah kita memperkirakan modal, investasi, oprasional dan lainnya, untuk mendapatkan perkiraan keuntungan yang bisa didapatkan.

Apa yang bisa membuat orang bergerak atau membuat keputusan dalam berbisnis adalah faktor pendorong/ pengerak (driving force) dibanding dengan resiko/ halangan (resistance), jika nilai dari perbandingan ini tinggi semakin tinggi pula orang akan mau berbisnis.

Revenue
------------ = Business Value
Risk

Kenyataan yang tampak kalau kita memiliki pola pikir memikirkan dahulu nilai dari investasi, pengeluaran, operasional, harga bahan baku, dan lainnya. Ini berarti kita memikirkan dahulu "Risk" baru kemudian memikirkan "Revenue" dari suatu bisnis.

Jika pola pikir kita memikirkan "Risk" terlebih dahulu, kita bisa saja langsung berhenti tanpa memikirkan "Revenue" -nya. Dan saat sudah memikirkan "Revenue" kita kembali berpikir "Risk" sehingga kembali berhenti. Dengan pola pikir seperti ini kita dapat terbawa pada pemikirian yang pesimis atau kurang positif. Dan yang terpenting pola pikir demikian akan membuat orang enggan mencoba/ memulai.

Maka dari itu saya lebih suka mengunakan keuntungan basis omset, karena kita lebih memikirkan pendorongnya lebih dahulu sehingga kita mau maju dan mencoba. Baru kemudian kita memikirkan resiko dan hambatan yang akan ditemui. Atau lebih baik kita berani untuk gagal, jadi mencoba dan melakukannya terlebih dahulu baru selalu berusaha mengatasi kesulitan dan hambatan yang ditemui sambil melaksanakannya.

Pola pikir yang harus kita kita lakukan adalah. Bila kita menghadapi sesuatu yang baik maka kita harus memikirkan hal baiknya dahulu, dan untuk hal yang tidak baik maka kita juga harus memikirkan hal yang tak baiknya juga terlebih dahulu. Contoh bila Anda melihat ada kesempatan untuk mencuri, tentu saja Anda tahu mencuri itu perbuatan yang tidak baik dan sebaiknya Anda terlebih dahulu memikirikan hal yang tidak baik dari akibat mencuri seperti masuk penjara, dikucilkan dari masyarakat, dan lainnya. Maka dapat dipastikan Anda lebih baik memilih untuk tidak mencuri bukan.

Jangan takut mencoba yang baik, terutama berbisnis. Karena itu berarti Anda juga mau bertanggungjawab terhadap diri Anda dan orang lainnya.

^^sourceid

Tuesday, October 30, 2007

Sepuluh Tip Sukses Right Here, Right Now

Sepuluh tahun yang lalu, kalau saya ditanya apakah tip sukses saya, mungkin saya tidak bisa menjawab. Sekarang, sukses bagi saya bukanlah ketika buku saya menjadi best-seller atau ketika menerima pujian untuk artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal terkemuka di Inggris Raya. Sukses bukan pula ketika saya dan suami berhasil juga membeli rumah di San Francisco Bay Area dengan keringat sendiri setelah hampir sepuluh tahun merantau di Negeri Paman Sam.

Sukses bagi saya adalah mindset. Sukses adalah saya; saya adalah sukses. Sukses bukan tujuan, bukan pula perjalanan. Success is about being dan becoming.

Berani dan overconfident kedengarannya? Mungkin, yang jelas ribuan bahkan jutaan manusia "sukses" di dunia alias manusia bermental juara mempunyai mindset seperti ini.

Apakah Anda perlu menjadi juara tenis tingkat Wimbledon atau juara golf profesional di PGA Pebble Beach untuk disebut "sukses"? Apakah Anda perlu mengendarai Corvette dan Lexus SUV hybrid? Jelas tidak. Seorang bermental juara alias bermindset "orang sukses" bisa jadi hanyalah seorang salesman saja.

Ambillah contoh Bill Porter, seorang salesman door-to-door dari Portland, Oregon yang terlahir dengan cerebral palsy. Ia berjalan kaki setidaknya 10 mil perhari selama 40 tahun dengan tertatih-tatih setiap hari tanpa mengeluh. Hebatnya, karena tubuhnya bagian kiri tidak bekerja sebagaimana orang normal, ia sebenarnya sangat sulit untuk berjalan tegak dan berbicara dengan jelas. (Baca www.billporter.com, filem Door to Door dan buku berjudul Ten Things I Learned from Bill Porter oleh Shelly Brady.) Dengan penghasilan pas-pasan dari seorang salesman rumah ke rumah, jelas di mata orang awam ia tidaklah termasuk kategori "sukses secara finansial."

Namun, bagi saya, Bill Porter adalah salah satu orang paling sukses di dunia yang amat sangat saya kagumi. Salah satu cita-cita saya adalah bertemu muka dengan beliau suatu hari.

Nah, lantas apa resep 10 tip sukses concoction ala Jennie?

Satu, bersyukurlah atas hari ini. "Just to be alive is a grand thing," kata Agatha Christie, salah satu novelis detektif terkemuka. Jauhkanlah perasaan depresi dan sedih tanpa juntrungan. Jalani setiap hari dengan hati penuh syukur. Ingatlah akan Bill Porter. Kalau dia bisa jadi seorang salesman berhasil, apapun yang Anda inginkan sebenarnya pasti bisa tercapai.

Dua, belajarlah seakan-akan Anda akan hidup selamanya, hiduplah seakan-akan Anda akan mati besok. Mohandas Gandhi pernah berkata demikian, "Live as if you were to die tomorrow, learn as if you were to live forever." Belajar terus, upgrade diri terus dengan berbagai cara baik yang memerlukan effort maupun effortlessly.

Tiga, setiap ketrampilan pasti ada penggunanya. Ini saya dapat dari salah satu sahabat saya seorang wanita blonda dari San Diego. Sahabat saya Crystal ini pernah membesarkah hati saya, "There are all kinds of writers, there are all kinds of readers." Ketika saya down karena merasa incompetent bertarung dengan penulis-penulis lokal di sini, Crystal mengingatkan bahwa setiap jenis penulis pasti ada pembacanya (niche). Find your niche, so you find your place in the world.

Empat, bukalah jalan sendiri, orisinil. Ralph Waldo Emerson once said, "Do not go where the path may lead, go instead where there is no path and leave a trail." Jangan latah mengikuti orang lain, dengar kata hati dan ikutilah jalan yang belum kelihatan.

Lima, belajar mencintai apa yang Anda punyai, bukan berangan-angan akan apa yang Anda tidak miliki. Use whatever you have at hand, impian hanya akan menjadi nyata kalau Anda menggunakan instrumen yang kasat mata saat ini juga.

Enam, lihat apa yang kelihatan dan lihat apa yang belum kelihatan. Gunakan visi dan misi untuk mengenal apa yang Anda tuju. Seringkali, apa yang belum kelihatan adalah blue print untuk sukses Anda. Begitu kelihatan, ia akan menjadi semacam de ja vu.

Tujuh, telan kepahitan hidup dan bersiap-siaplah dalam menyongsong hari baru. Setiap hari adalah hari baru. Bangunlah tiap pagi dengan hati yang curious akan apa yang akan Anda alami hari itu. Be excited, be courageous to start the day.

Delapan, semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima. The more you give, the more you get in return. Dalam marketing, ini mungkin disebut sebagai taktik public relations atau publicity. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, ini juga berlaku tanpa diselipi dengan iming-iming tertentu. Saya sendiri sudah membuktikannya. Semakin banyak kita memberi (dalam arti luas, tidak terbatas uang dan materi), semakin besar penghargaan dan berkat yang kita terima.

Sembilan, jadilah mentor diri sendiri. What would Oprah do? Itu yang saya pakai sebagai ukuran. Saya tidak memilih Nabi atau pembesar negara, namun seorang wanita berkulit berwarna yang telah membalikkan nasibnya sendiri menjadi salah satu orang berpengaruh di dunia.

Sepuluh, saya eksis dengan maupun tanpa tubuh saya. Setidak-tidaknya sekali sehari, saya mengingatkan diri sendiri bahwa hidup ini bukanlah untuk selamanya. Maka berbuatlah terbaik pada saat ini juga. Jangan tunggu-tunggu lagi. "Just do it," kata Cher di Farewell Concertnya beberapa tahun yang lampau. I do my best every chance I have. Berbuatlah terbaik di setiap kesempatan, karena itu mungkin yang terakhir.

Ingatlah sukses bukanlah tujuan, bukan pula perjalanan. Sukses adalah mindset. Bukan hanya cogito er go sum (saya berpikir maka saya ada), namun sum ego prosperitas (sukses adalah saya).

Sumber: Sepuluh Tip Sukses Right Here, Right Now by Jennie S. Bev.
Jennie S. Bev is a prolific author and co-author of 17 books and
over 850 articles published in the United States, Canada, UK,
France, Germany, Singapore and Indonesia. She is based in scenic
Northern California where she resides with her husband.

aneka-cd.t35.com

Ingin lebih mengetahui tentang bisnis online dari http://aneka-cd.t35.com

Silahkan memasuki http://aneka-cd.t35.com/faq.php?rahasia-bisnis=yes

^^sourceid

Thursday, October 18, 2007

Sepuluh Tip Sukses Right Here, Right Now

Sepuluh tahun yang lalu, kalau saya ditanya apakah tip sukses saya, mungkin saya tidak bisa menjawab. Sekarang, sukses bagi saya bukanlah ketika buku saya menjadi best-seller atau ketika menerima pujian untuk artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal terkemuka di Inggris Raya. Sukses bukan pula ketika saya dan suami berhasil juga membeli rumah di San Francisco Bay Area dengan keringat sendiri setelah hampir sepuluh tahun merantau di Negeri Paman Sam.

Sukses bagi saya adalah mindset. Sukses adalah saya; saya adalah sukses. Sukses bukan tujuan, bukan pula perjalanan. Success is about being dan becoming.

Berani dan overconfident kedengarannya? Mungkin, yang jelas ribuan bahkan jutaan manusia "sukses" di dunia alias manusia bermental juara mempunyai mindset seperti ini.

Apakah Anda perlu menjadi juara tenis tingkat Wimbledon atau juara golf profesional di PGA Pebble Beach untuk disebut "sukses"? Apakah Anda perlu mengendarai Corvette dan Lexus SUV hybrid? Jelas tidak. Seorang bermental juara alias bermindset "orang sukses" bisa jadi hanyalah seorang salesman saja.

Ambillah contoh Bill Porter, seorang salesman door-to-door dari Portland, Oregon yang terlahir dengan cerebral palsy. Ia berjalan kaki setidaknya 10 mil perhari selama 40 tahun dengan tertatih-tatih setiap hari tanpa mengeluh. Hebatnya, karena tubuhnya bagian kiri tidak bekerja sebagaimana orang normal, ia sebenarnya sangat sulit untuk berjalan tegak dan berbicara dengan jelas. (Baca www.billporter.com, filem Door to Door dan buku berjudul Ten Things I Learned from Bill Porter oleh Shelly Brady.) Dengan penghasilan pas-pasan dari seorang salesman rumah ke rumah, jelas di mata orang awam ia tidaklah termasuk kategori "sukses secara finansial."

Namun, bagi saya, Bill Porter adalah salah satu orang paling sukses di dunia yang amat sangat saya kagumi. Salah satu cita-cita saya adalah bertemu muka dengan beliau suatu hari.

Nah, lantas apa resep 10 tip sukses concoction ala Jennie?

Satu, bersyukurlah atas hari ini. "Just to be alive is a grand thing," kata Agatha Christie, salah satu novelis detektif terkemuka. Jauhkanlah perasaan depresi dan sedih tanpa juntrungan. Jalani setiap hari dengan hati penuh syukur. Ingatlah akan Bill Porter. Kalau dia bisa jadi seorang salesman berhasil, apapun yang Anda inginkan sebenarnya pasti bisa tercapai.

Dua, belajarlah seakan-akan Anda akan hidup selamanya, hiduplah seakan-akan Anda akan mati besok. Mohandas Gandhi pernah berkata demikian, "Live as if you were to die tomorrow, learn as if you were to live forever." Belajar terus, upgrade diri terus dengan berbagai cara baik yang memerlukan effort maupun effortlessly.

Tiga, setiap ketrampilan pasti ada penggunanya. Ini saya dapat dari salah satu sahabat saya seorang wanita blonda dari San Diego. Sahabat saya Crystal ini pernah membesarkah hati saya, "There are all kinds of writers, there are all kinds of readers." Ketika saya down karena merasa incompetent bertarung dengan penulis-penulis lokal di sini, Crystal mengingatkan bahwa setiap jenis penulis pasti ada pembacanya (niche). Find your niche, so you find your place in the world.

Empat, bukalah jalan sendiri, orisinil. Ralph Waldo Emerson once said, "Do not go where the path may lead, go instead where there is no path and leave a trail." Jangan latah mengikuti orang lain, dengar kata hati dan ikutilah jalan yang belum kelihatan.

Lima, belajar mencintai apa yang Anda punyai, bukan berangan-angan akan apa yang Anda tidak miliki. Use whatever you have at hand, impian hanya akan menjadi nyata kalau Anda menggunakan instrumen yang kasat mata saat ini juga.

Enam, lihat apa yang kelihatan dan lihat apa yang belum kelihatan. Gunakan visi dan misi untuk mengenal apa yang Anda tuju. Seringkali, apa yang belum kelihatan adalah blue print untuk sukses Anda. Begitu kelihatan, ia akan menjadi semacam de ja vu.

Tujuh, telan kepahitan hidup dan bersiap-siaplah dalam menyongsong hari baru. Setiap hari adalah hari baru. Bangunlah tiap pagi dengan hati yang curious akan apa yang akan Anda alami hari itu. Be excited, be courageous to start the day.

Delapan, semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan menerima. The more you give, the more you get in return. Dalam marketing, ini mungkin disebut sebagai taktik public relations atau publicity. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, ini juga berlaku tanpa diselipi dengan iming-iming tertentu. Saya sendiri sudah membuktikannya. Semakin banyak kita memberi (dalam arti luas, tidak terbatas uang dan materi), semakin besar penghargaan dan berkat yang kita terima.

Sembilan, jadilah mentor diri sendiri. What would Oprah do? Itu yang saya pakai sebagai ukuran. Saya tidak memilih Nabi atau pembesar negara, namun seorang wanita berkulit berwarna yang telah membalikkan nasibnya sendiri menjadi salah satu orang berpengaruh di dunia.

Sepuluh, saya eksis dengan maupun tanpa tubuh saya. Setidak-tidaknya sekali sehari, saya mengingatkan diri sendiri bahwa hidup ini bukanlah untuk selamanya. Maka berbuatlah terbaik pada saat ini juga. Jangan tunggu-tunggu lagi. "Just do it," kata Cher di Farewell Concertnya beberapa tahun yang lampau. I do my best every chance I have. Berbuatlah terbaik di setiap kesempatan, karena itu mungkin yang terakhir.

Ingatlah sukses bukanlah tujuan, bukan pula perjalanan. Sukses adalah mindset. Bukan hanya cogito er go sum (saya berpikir maka saya ada), namun sum ego prosperitas (sukses adalah saya).

Sumber: Sepuluh Tip Sukses Right Here, Right Now by Jennie S. Bev.
Jennie S. Bev is a prolific author and co-author of 17 books and
over 850 articles published in the United States, Canada, UK,
France, Germany, Singapore and Indonesia. She is based in scenic
Northern California where she resides with her husband.

Membaca Keadaan

Dua sampai lima tahun lalu, siapa yang menolak kalau dikatakan dangdut berposisi di pojok dan dipandang sebelah mata atau dikesankan sebagai musik kampungan. Akibat pandangan ini tidak sedikit penyanyi dangdut yang terpaksa menutupi identitasnya. Beberapa stasiun televisi pun masih enggan menyiarkan musik-musik dangdut. Tetapi siapa yang menyangka kalau musik ini sekarang justru menjadi hiburan andalan. Sejumlah penyanyi dangdut mengaku kewalahan meladeni order manggung. Tidak hanya itu, penyanyi-penyanyi dari aliran musik lain pun ikut alih profesi ke musik dangdut. Bahkan saat ini hampir setiap malam hiburan dangdut ditayangkan secara ‘live’ oleh beberapa stasiun televisi.

Dari komentar yang sedang berkembang di media atau pembicaraan antar pribadi diperoleh kesimpulan bahwa kesuksesan musik dangdut ini tidak lepas dari ‘blessing in disguise’ krisis moneter yang berubah menjadi krisis multidimensi. Karena krisis yang terus menambah jumlah pawai tanda tanya, masyarakat merasa butuh hiburan yang seirama dengan suasana hati dan suasana keadaan. Benar atau salah logika yang digunakan untuk berkomentar tidaklah sepenting fakta alamiah bahwa kesuksesan dangdut tidak lepas dari upaya sebagian kecil orang dalam membaca keadaan, “See the need and fill it”. Contoh yang paling aktual dan sensasional adalah fenomena goyang "ngebor" Inul Daratista. Terlepas dari pendapat pro dan kontra di seputar goyang ngebor yang ditampilkannya, Inul telah berhasil membaca keadaan sehingga telah membuatnya kerepotan untuk memenuhi permintaan (baca: order) manggung baik dari stasiun televisi maupun masyarakat umum.

The Law of Reading
Keadaan eksternal yang diinformasikan oleh media atau jaringan personal digambarkan oleh Trevor Bently ( dalam Creativity; McGraw –Hill: 1997) dalam bentuk tulisan berikut:
“THEOPPORTUNITYISNOWHERE”

Untuk membaca dengan benar tulisan di atas dibutuhkan penguasaan bahasa yang meliputi tata bahasa, kalimat dan kata agar persepsi yang diperoleh tidak salah atau tidak bertentangan dengan apa yang dibutuhkan oleh keadaan. Orang boleh membaca "The Opportunity Is No Where" yang berarti bahwa persepsi orang tentang keadaan eksternal adalah krisis yang sama sekali tidak menyimpan peluang atau solusi. Memperhatikan kenyataan di lapangan ternyata jumlah pembaca kelompok ini bisa dikatakan dominan. Sebabnya tidak lain adalah penguasaan bahasa dan tata bahasa keadaan yang minim sehingga gagal menyusun partikulasi kalimat keadaan.

Sebaliknya orang juga bisa memilih untuk membaca "The Opportunity Is Now Here" yang artinya peluang atau solusi itu ada di balik krisis asalkan bisa membacanya dengan jeli. Inilah sebenarnya yang dilihat oleh Inul dan teamnya. Ironisnya jumlah pembaca kelompok ini hanya sedikit. Padahal hampir semua orang menginginkan pilihan bacaan kedua ini tetapi prakteknya justru berbalik memilih yang pertama.

Itulah gambara bahwa satu tulisan yang disusun dengan jumlah karakter yang sama dapat dibaca dengan dua model bacaan yang menghasilkan dua persepsi yang berbeda. Kalau sudah sampai ke perbedaan persepsi berarti akan menghasilkan sikap mental yang berbeda yang berarti juga akan membuat tindakan hidup tidak sama. Oleh karena itu membaca merupakan instruksi kemanusiaan yang pertama kali dikeluarkan. Sebab membaca merupakan pintu tunggal bagi kita untuk mengetahui sesuatu di samping membaca juga akan mendorong untuk memilih bagaimana membaca dengan benar sehingga menghasilkan kesimpulan yang diharapkan. Atas dasar ini, membaca berarti punya tingkatannya sendiri.
Kalau dikelompokkan, kemampuan orang dalam membaca keadaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Kemampuan membaca Tangible materials (materi yang bisa dilihat dan disentuh)
2. Kemampuan membaca Intangible materials (materi yang tidak kasat mata dan tidak dapat tersentuh)

Membaca materi yang bisa disentuh oleh indera fisik dapat dilakukan oleh sebagian besar manusia dan memang inilah jalan yang harus ditempuh lebih dulu sebelum mengasah kemampuan untuk membaca materi yang tidak bisa disentuh atau tidak tertulis. Dan rasanya kebutuhan pengetahuan yang diperoleh dari materi tangible sudah bisa dipenuhi oleh hampir semua orang dari semua tingkatan.
Tetapi kebutuhan untuk mendapatkan pengetahuan yang diperoleh dari materi intangible dapat dikatakan baru dipenuhi oleh sebagian kecil orang. Padahal kalau dilihat bagaimana dunia bekerja, materi yang intangible justru sering menjadi faktor-penentu yang membedakan antara ada peluang atau tidak ada peluang di balik situasi yang berkembang. Atau dengan kata lain ada ‘hidden connecting’ (hubungan terselubung) yang menghubungkan antara satu obyek dengan obyek lain dan berpengaruh kuat terhadap kualitas keputusan hidup dalam hal identifikasi persoalan dan tindakan solusi.

Identifikasi masalah yang dihasilkan dari membaca intangible material dan hidden connecting akan mengarah pada penemuan fakta optimal yang berbeda dari kebanyakan orang yang mendasarkan keputusan hidupnya pada ‘personal feeling’ (perasaan pribadi) atau ‘rule of habit’ (kebiasaan) masa lalu. Dengan fakta optimal yang diperoleh maka bentuk partikulasi persoalan menjadi jelas dan mudah untuk dirumuskan skala prioritas penyelesaiannya. Pada tingkat tindakan, keputusan yang didasarkan pada fakta optimal kemungkinan besar akan menjadi akhir dari masalah yang bisa berarti peluang. Kalau tidak bisa langsung menjadi peluang, sedikitnya keputusan itu menjadi tindakan penyelamat darurat, tindakan adaptive atau tindakan korektif dari keadaan. Ini berbeda dengan keputusan yang semata didasarkan pada personal feeling atau rule of habit masa lalu yang lebih banyak menggunakan senjata kayu: mematahkan atau dipatahkan. Padahal mematahkan bukan akhir dari persoalan begitu juga dipatahkan.

Pembelajaran Diri
Membaca adalah kunci bagaimana kita mempersepsikan keadaan yang telah diinformasikan oleh media atau melalui jaringan personal. Tetapi membaca hanya untuk membaca dalam arti aktivitas dapat dikatakan masih belum memenuhi tujuan dari panggilan instruksi hidup pertama itu. Bahkan para pakar sudah sejak lama mengingatkan munculnya wabah yang bernama "information over-load" – suatu 'penyakit' di mana kepala manusia dipenuhi oleh informasi tentang keadaan makro yang tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan keadaan mikro. Dengan perkembangan yang pesat dari penyedia informasi yang menjajakan pilihan persepsi keadaan, maka akan sangat mungkin wabah tersebut akan kian merajalela.
Kemampuan membaca harus ditajamkan dengan pembelajaran-diri dalam arti membaca untuk menciptakan peluang yang lebih bagus dari tujuan hidup, terutama sekali peluang untuk perbaikan pada wilayah sentral: kesehatan fisik, kemakmuran finansial, kehormatan status sosial, kepiawaian profesionalitas, kematangan mental, keseimbangan emosional, atau keluhuran moralitas.
Tahapan untuk menajamkan kemampuan membaca dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengetahuan
Semua yang dibaca orang bisa dikatakan secara take for granted sudah memenuhi kepentingan untuk mengetahui sesuatu; membaca untuk mengetahui. Pengetahuan adalah kesimpulan asumsi atau dugaan yang telah diverifikasi oleh orang atau lembaga yang berwenang dengan berpedoman pada pendekatan Generally Applicable yang disusun berdasarkan latarbelakang persoalan makro. Atas dasar ini pengetahuan tidak lepas dari kepentingan lembaga atau orang dalam arti menurut ‘versi’. Artinya pengetahuan baru berbicara pada kebenaran dalam arti folk wisdom atau tatanan umum.
Dengan berpedoman bahwa manusia diberi jalan hidup melalui business of selling, maka secara pengetahuan semua yang ada di dalam, di luar, samping kiri-kanan atau depan belakang seseorang dapat dibisniskan. Tetapi prakteknya tidak cukup hanya berpedoman pengetahuan itu. Dengan kata lain, pengetahuan adalah raw material of power seperti pisau. Pengetahuan hanya untuk pengetahuan sudah dibuktikan tidak bekerja, mandul, dan supaya bisa bekerja maka pengetahuan membutuhkan mobilisasi.

2. Pemahaman
Memobilasi pengetahuan dapat diartikan dengan menciptakan pemahaman pribadi atau sudut pandang. Dari perumpamaan susunan kalimat “Theopportunityisnowhere” saja bisa menghasilkan sekian model bacaan yang akan menjadi sekian sudut pandang dan sudah jelas akan menjadi bahan keputusan untuk bertindak. Dalam hal ini menciptakan pemahaman adalah bagaimana anda merefleksikan pengetahuan yang sifatnya ‘generally applicable’ di atas menjadi ‘specifically applicable’ dengan setting persoalan mikro: anda dengan wilayah operasi dan konsentrasi.
Pemahaman inilah yang akan menikahkan antara apa yang anda ketahui dari materi tangible dan materi intangible yang bekerja di lapangan. Orang sering merasa bahwa pengetahuannya tidak berguna karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan padahal yang belum diperoleh adalah pemahaman. Logikanya, bagaimana mungkin buku yang dikarang di luar negeri oleh orang luar negeri dengan tatanan latarbelakang persoalan yang berbeda secara ruang dan waktu lalu diterapkan tanpa proses pengolahan lebih lanjut di meja kerja. Tetapi perlu diakui bahwa pemahaman anda tentang sesuatu baru berupa kreasi internal dan belum dapat dikatakan prestasi. Supaya pemahaman anda menjadi dasar prestasi, maka jadikan pemahaman anda sebagai materi tindakan sebab tindakan adalah prestasi hidup pertama kali.

3. Penghakiman
Membaca keadaan harus berakhir dengan penghakiman, eksekusi atau keputusan untuk bertindak. Intinya adalah eksekusi tindakan untuk menciptakan prestasi. Sebagai hakim anda mengetuk palu keputusan atas keabsahan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahaman anda. Seorang hakim yang menjalankan keputusan dan ternyata keputusan itu salah maka ia sudah mendapat reward satu kali dari hukum alam dan mendapat reward dua kali apabila keputusan itu benar. Sebaliknya hakim yang tidak menjalankan keputusannya meskipun keputusan itu benar maka ia telah dihakimi salah oleh hukum alam.

Melihat kenyataan bagaimana orang membaca keadaan bisa diperoleh kesimpulan seperti orang menggambar piramida; makin ke atas makin sedikit. Sebagian besar orang tahu bahwa krisis adalah sesuatu yang tidak enak namun hanya sebagian kecil yang memahami bahwa di balik krisis terdapat peluang, dan hanya sedikit sekali, bahkan bisa disebut pengecualian, yang mengambil eksekusi untuk berani bertindak. Kalau dibanding jumlah penduduk yang melebihi 200 juta jiwa, bisa anda hitung berapa persen yang mampu membaca “The Opportunity Is Now Here”. Berada dalam kelompok manakah anda saat ini? Semoga berguna. (jp)
_____________________________

Oleh Ubaydillah, (e-psikologi)

Terlalu Banyak Informasi, Bikin Pusing

Dewasa ini kita begitu dibanjiri informasi.Hebatnya, sebuah informasi yang dulunya begitu sulit didapat, sekarang tidak lagi. Tinggal klik, ratusan informasi berkaitan dengannya segera didapat.

Information is power. Saya setuju. Di era informasi ini, tidak heran lagi kita melihat orang-orang umur dua puluhan atau belasan tahun sudah bisa meraih sukses begitu fantastis. Ya, semua itu dimungkinkan saat ini.

Ketergantungan kita terhadap informasi begitu tinggi. Bagaimana rasanya kalau sehari aja nggak buka internet, download email, baca berita koran? Nggak enak kan?

Masalahnya sekarang adalah, informasi itu menjadi berlimpah, overloaded. Saat ini begitu banyak yang harus kita ingat, bukan lagi nomor KTP dan SIM saja, tapi segala macam kode PIN, nomor telepon, password, user name, alamat email dan sebagainya.

Bagaimana sikap kita terhadap banjirnya informasi ini? Terus mengikutinya, atau malah jadi terbebani dengannya. Len Riggio, CEO Barnes and Noble meramalkan, di abad ke-21 ini orang akan menelan obat untuk membantu mengosongkan pikiran. Ini nanti akan jadi tren, seperti menurunkan berat badan dan diet.

Bagi seorang entrepreneur, informasi itu jelas penting. Di balik informasi itu tersimpan gunung emas. Tapi, seperti yang saya alami, kelebihan informasi seperti saat ini bikin pusing juga. Karena, nggak semuanya bisa kita follow up jadi duit. Malah, sering membuat fokus kita buyar. Kita berlari menembak ke segala arah. Hasilnya? Banyak sasaran yang lolos.

Saya sendiri memilih bersikap hati-hati terhadap semua informasi yang didapat. Saya berusaha menarik diri dari informasi itu, bersikap netral, sedikit skeptis. Setelah itu barulah saya memutuskan apakah informasi itu berguna untuk ditindaklanjuti atau tidak.

Saya pun saat ini membatasi informasi yang masuk ke dalam otak saya. Saya tidak baca koran harian, saya tidak ikut banyak mailing list, saya alihkan saluran TV ke saluran berlangganan karena saya muak dengan TV lokal yang banyak berisikan materi "sampah". Saat browsing internet, saya fokus ke beberapa situs yang memang benar-benar sesuai dengan aktivitas saya. Beberapa gadget seperti pocket PC juga mulai saya tinggalkan. Paling tidak, itu upaya saya untuk menghindari penyakit "overload informasi" ini.

Ada kerabat saya yang mengalami stress berat karena kelebihan informasi ini. Ceritanya, dia dideteksi dokter ada penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup dan pola kerjanya sehari-hari. Tapi, kerabat ini tidak puas dengan informasi dokter itu saja. Dia browsing internet mengenai segala pertanyaan yang berkaitan dengan penyakitnya itu. Hasilnya, dia menjadi stress berat. Dia pun menjajal beberapa dokter lain untuk mempercepat penyembuhan dan memenuhi keingintahuannya ini. Alhasil, dia pun mengalami over dosis obat, kelebihan obat.

Saya kira di bisnis pun begitu. Kita terus mencari informasi yang penting buat mengembangkan bisnis kita. Oke-oke aja sih. Tapi, kalau akhirnya malah jadi pusing dan nggak tahu apa yang musti dilakukan, buat apa?

Seni mengosongkan pikiran. Itu salah satu jawabnya menurut saya. Kita harus pintar memilah-milah informasi yang masuk ke dalam otak kita. Kemudian membuang yang tidak perlu. Lebih baik yang masuk sedikit saja, tapi benar-benar berguna ketimbang banyak sehingga overload. Padahal itu semua ternyata kebanyakan adalah "sampah".
(http://roniyuzirman.blogspot.com)

Yang Mana Anda: Si Stuck Atau Si Unstuck?

Hidup di rantau penuh dengan tantangan. Kebanyakan mitos yang terdengar adalah kemampuan bahasa yang sangat menentukan keberhasilan seseorang. Dengan perkataan lain, apabila kemampuan bahasa seseorang di perantau kurang memadai, maka kemungkinan besar seseorang tidak akan berhasil. Benarkah demikian?

Jawabannya: tidak benar.

Walaupun penting, kemampuan berbahasa dalam bahasa setempat (seperti Bahasa Inggris di Amerika Serikat, Britania Raya dan Australia) tentu akan menunjang keberhasilan dalam membukakan pintu peluang, namun kemampuan mengartikulasikan pikiran dalam bentuk komunikasi yang dapat diterima dalam kultur setempatlah yang sebenarnya jauh lebih penting. Juga sikap kerja (attitude) yang etislah yang sangat menentukan keberhasilan seseorang di tanah rantau.

Selama hampir sepuluh tahun di perantauan, tepatnya di Amerika Serikat, saya telah merasakan sendiri dan melihat dengan mata kepala dan mata hati sendiri bahwa bentuk komunikasi yang paling mengena bukanlah dengan menggunakan grammar dan choices of words yang sempurna, melainkan dengan kemampuan mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan cara yang seefisien mungkin dalam
bentuk komunikasi verbal dan non-verbal. Ini bisa dilihat dari pendatang-pendatang baru yang kemampuan berbahasanya --walaupun kedengaran cukup lancar di telinga perantauan saya-- masih kurang sempurna di telinga penduduk setempat.

Ada beberapa sesama teman seperantauan yang sangat cepat melesat karirnya. Sebaliknya ada pula yang totally stuck di satu titik saja selama bertahun-tahun, bahkan masih sering nebeng pula dengan teman-temannya yang unstuck. Lantas, sebenarnya apa yang membedakan mereka? Bukankah mereka sama-sama dari Indonesia dan (kebanyakan) mempunyai latar belakang kehidupan masa lalu yang mirip pula?

Untuk mempermudah deskripsi saya di bawah, mari kita sebut saja mereka yang cepat melesat karirnya sebagai si "Unstuck" dan mereka yang jalan di tempat si "Stuck."

Si "Unstuck," biasanya mempunyai kemampuan berkomunikasi yang universal (selalu menjaga etika, banyak mendengarkan dan percaya diri tanpa perlu menjatuhkan orang lain) attitude yang berbeda dibandingkan dengan si "Stuck." Bagi si Unstuck, tantangan adalah sumber gairah dan energy yang sangat berharga. Dalam kata lain, dengan kesulitan --termasuk kesulitan dalam berkomunikasi-- ia menemukan makna hidup. Dengan demikian, ia membuka pintu-pintu keberhasilan baginya di masa depan (di tingkat "etheral," dalam bahasa New Age-nya).

Bagi si Stuck, tantangan adalah sesuatu yang ingin dihindarkan setiap saat. Saya ingat betapa ada seorang teman yang selalu
mengeluh baik ketika tidak mendapatkan pekerjaan, sedang mencari pekerjaan dan bahkan ketika sudah diterima kerja.
Keluhannya walaupun hanya untuk hal-hal kecil saja, namun bagi si Unstuck, ini adalah salah satu bentuk "invitation" bagi kegagalan.

Coba saja bayangkan. Si Stuck ini sering mengeluh betapa "kejam"nya bosnya di tempat kerja, maka ketika suatu hari kehadirannya di tempat kerja sangat diperlukan, ia bilang, "Mereka lagi mau pindahan kantor, mendingan gua tidak masuk kerja saja, supaya mereka tahu rasa kekurangan orang." Wah, dengan mengeluh kepada si Unstuck, sebenarnya si Stuck ini sudah membuka pintu kegagalan.

Maksudnya apa? Well, siapa sebenarnya yang mau mempekerjakan seseorang yang tidak etis (tidak profesional)? Ingatlah bahwa "what you say says a lot about you" (apa yang Anda katakan kepada orang lain sebenarnya mencerminkan siapa Anda).

Kalau saja pihak yang mempekerjakan si Stuck ini sampai mendengar perkataannya, bukankah pintu promosi sudah langsung tertutup baginya? Belum lagi kalau si Unstuck temannya itu mempunyai potensi untuk mempekerjakan si Stuck. Bukankah ini adalah promosi buruk (bad personal branding) bagi si Stuck?

Ada lagi beberapa perbedaan antara si "Stuck" dan si "Unstuck".

Stuck: Senang meminta. Senang menerima yang gratis-gratis tanpa merasa obligated untuk membalas budi.

Unstuck: Senang memberi. Tidak senang menerima barang-barang gratis (ingat there is no free lunch, semuanya mesti dibayar baik sekarang maupun nanti --bukankah lebih baik sekarang?).
Kalaupun diberi sesuatu, ia selalu membalas budi baik orang lain
dengan segera.

Stuck: Berpikir dengan perasaan dan merasa dengan pikiran. Sering mengalami konflik antara pikiran dan perbuatan,sehingga apa yang dikomunikasikan mempunyai "logical fallacy."

Unstuck: Berpikir dengan pikiran dan merasa dengan perasaan. Paralel dan tidak ada konflik antara pikiran dan perbuatan.
Dalam istilah Ilmu Logika, perbuatan-perbuatannya adalah perbuatan yang sahih.

Stuck: Mengikuti tren (misalnya senang mendengarkan pendapat orang lain, menjadi "pengikut" pendapat orang lain).

Unstuck: Menciptakan tren (tidak memperdulikan omongan negatif orang lain, sepanjang apa yang diincar adalah halal dan bisa membantu orang banyak baik secara langsung maupun tidak langsung).

Stuck: Tidak berani menghadapi tantangan baru (lebih baik "stuck" di satu tempat daripada mengubah diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan baru yang akan membawanya ke kehidupan yang lebih baik).

Unstuck: Senang menghadapi tantangan baru, bahkan selalu mencari- carinya di setiap kesempatan.

Stuck: Senang memerangi masalah saat itu juga karena merasa egonya tertantang.

Unstuck: Memilih masalah yang harus diperangi (choose your battle) dan mana yang harus dilepaskan karena tidak worth it dari segi spending tenaga dan pikiran.

Stuck: Sering menyalahkan orang lain (blaming) dan mengeluh (whining). Bahkan ada orang selalu mengeluh sehingga ia tidak bisa lagi melihat berkat (blessing) di depan matanya.

Unstuck: Tidak menyalahkan siapa-siapa. What already happened, happened. Yang penting adalah solving the problem, bukan blaming dan whining.

Stuck: Tidak pernah double checking pendapat orang lain. Dalam kata lain, percaya saja kepada gosip secara penuh, tanpa mendengarkan dari pihak lain yang terlibat.

Unstuck: Selalu double checking dan tidak langsung mempercayai gosip atau isyu-isyu yang beredar.

Stuck: Lebih memusatkan kepada kemampuan berbahasa, bukan komunikasi efisien dan kemampuan adaptasi kultural.

Unstuck: Memusatkan kepada kemampuan berkomunikasi efisien dan adaptasi kultural, bukan yang dapat diukur oleh grammar dan mekanisa bahasa.

Stuck: Biasanya tidak berani mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya (ada unsur "merahasiakan" asal-usul dan beberapa hal lainnya yang semestinya bukanlah rahasia).

Unstuck: Terbuka dan transparan dalam bertindak.
Berani untuk diaudit oleh siapapun karena kebenaran akan selalu berada di pihaknya.

Oke, sekarang kalau Anda merantau, kira-kira yang mana Anda?

Sumber: Yang Mana Anda: si Stuck atau si Unstuck?
oleh Jennie S.
Bev. Jennie S. Bev adalah penulis perantauan yang
telah menerbitkan 15 buku dalam bentuk elektronik di Amerika Serikat.
Pada tahun 2003, ia dinobatkan sebagai EPPIE Award Finalist for
excellence in electronic publishing.

Mengubah Pola Pikir

Sekelompok wisatawan tertahan di suatu tempat asing di luar kota . Mereka hanya menemukan bahan makanan yang kedaluwarsa. Karena lapar, mereka terpaksa menyantapnya, meskipun sebelumnya dicobakan dulu kepada seekor anjing yang ternyata menikmatinya dan tak terlihat efek sampingnya. Keesokan harinya, ketika mendengar anjing itu mati, semua orang menjadi cemas. Banyak yang mulai muntah dan mengeluh badannya panas atau terserang diare. Seorang dokter dipanggil untuk merawat para penderita keracunan makanan. Kemudian sang dokter mulai mencari sebab-musabab kematian si anjing yang dijadikan hewan percobaan tersebut. Ketika dilacak, eh ternyata anjing itu sudah mati karena terlindas mobil. Apa yang menarik dari cerita di atas ? Ternyata kita bereaksi menurut apa yang kita pikirkan, bukan berdasarkan kenyataan itu sendiri. We see the world as we are, not as it is. Akar segala sesuatu adalah cara kita melihat. Cara kita melihat mempengaruhi apa yang kita lakukan, dan apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita dapatkan. Ini disebut sebagai model See - Do - Get ...

Perubahan yang mendasar baru akan terjadi ketika ada perubahan cara melihat ;

Ada cerita menarik mengenai sepasang suami-istri yang telah bercerai. Suatu hari, Astri, nama wanita ini, datang ke kantor Roy , mantan suaminya. Saat itu Roy sedang melayani seorang pelanggan. Melihat Astri menunggu dengan gelisah, pimpinan kantor menghampirinya dan lalu mengajaknya berbincang-bincang. Si Bos berkata, "Saya begitu senang, suami Anda bekerja untuk saya. Dia seorang yang sangat berarti dalam perusahaan kami, begitu penuh perhatian dan baik budinya." Astri terperangah mendengar pujian si bos, tapi ia tak berkomentar apa-apa. Roy ternyata mendengar komentar si bos. Setelah Astri pergi, ia menjelaskan kepada bosnya, "Kami tak hidup bersama lagi sejak 6 bulan lalu, dan sekarang dia hanya datang menemui saya bila ia membutuhkan tambahan uang untuk putra kami. " Beberapa minggu kemudian telepon berbunyi untuk Roy.Ia mengangkatnya dan berkata, "Baiklah Ma, kita akan melihat rumah itu bersama setelah jam kerja." Setelah itu ia menghampiri bosnya dan berkata, "Astri dan saya telah memutuskan memulai lagi perkawinan kami. Dia mulai melihat saya secara berbeda tak lama setelah Bapak berbicara padanya tempo hari." Bayangkan, perubahan drastis terjadi semata - mata karena perubahan dalam cara melihat. Awalnya, Astri mungkin melihat suaminya sbg seorang yang menyebalkan, tapi ternyata di mata orang lain Roy sungguh menyenangkan. Astrilah yang mengajak rujuk, dan mereka kembali menikmati rumah tangga yang jauh lebih indah dari sebelumnya.

Segala sesuatu yang kita lakukan berakar dari cara kita melihat masalah. Karena itu, bila ingin mengubah kehidupan kita, kita perlu melakukan revolusi cara berpikir. Stephen Covey pernah mengatakan : "Kalau kita menginginkan perubahan kecil dalam hidup, garaplah perilaku kita, tapi bila Anda menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, garaplah paradigma kita" Covey benar, perubahan tidak selalu dimulai dari cara kita melihat (See). Ia bisa juga dimulai dari perilaku kita (Do). Namun, efeknya sangat berbeda.
Ini contoh sederhana :

Seorang anak bernama Alisa yang berusia empat tahun selalu menolak kalau diberi minyak ikan. Padahal, itu diperlukan untuk meningkatkan perkembangan otak serta daya tahan tubuhnya. Betapapun dibujuk, ia tetap menolak. Dengan maksud baik, kadang-kadang ia dipaksa menelan minyak ikan. Ia menangis dan meronta-ronta. Usaha tersebut memang berhasil memaksanya, tapi ini bukan win-win solution. Si orang tua menang, ia kalah. Ini pendekatan yang dimulai dengan Do. Maka ditemukanlah cara lain yaitu dengan mengubah paradigma Alisa. Si orang tua tau Alisa sangat suka sirup, karena itu minyak ikan tersebut di aduk dengan air dalam gelas. Ternyata, ia sangat gembira dan menikmati "sirup" minyak ikan itu. Bahkan, sekarang ia tak mau mandi sebelum minum "sirup" tersebut. Contoh sederhana ini menggambarkan proses perubahan yang bersifat inside-out (dari dalam ke luar). Perubahan ini bersifat sukarela dan datang dari Alisa sendiri. Jadi, tidak ada keterpaksaan. Inilah perubahan yang diawali dengan See. Perubahan yang dimulai dengan Do, bersifat sebaliknya, yaitu outside-in. Perubahan seperti ini sering disertai penolakan. Jangankan dengan bawahan, dengan anak kecil seperti Alisa saja, hal ini sudah bermasalah.Pendekat an hukum bersifat outside-in dan dimulai dengan Do. Orang tidak korupsi karena takut akan hukumannya, bukan karena kesadaran. Pada dasarnya orang tersebut belum berubah, karena itu ia masih mencari celah-celah yang dapat dimanfaatkannya. Pendekatan SDM berusaha mengubah cara berpikir orang. Akar Korupsi sebenarnya adalah pada cara orang melihat. Selama jabatan dilihat sebagai kesempatan menumpuk kekayaan, bukannya sebagai amanah yang harus dipertanggung- jawabkan, selama itu pula korupsi tak akan pernah hilang. Inilah pendekatan inside-out. Memang jauh lebih sulit, tetapi efek yang dihasilkannya jauh lebih mendasar. Cara kita melihat masalah sesungguhnya adalah masalah itu sendiri. Karena itu, untuk mengubah kehidupan, yg perlu Anda lakukan cuma satu :

" Ubahlah cara Anda melihat masalah "

Mulailah melihat atasan yang otoriter, bawahan yang tak kooperatif, pelanggan yang cerewet dan pasangan yang mau menang sendiri sebagai tantangan dan rahmat yang terselubung.
Orang-orang ini sangat berjasa bagi kita karena dapat membuat kita lebih kompeten, lebih profesional, lebih arif dan lebih sabar.

John Gray, pengarang buku Men Are from Mars and Women Are from Venus, melihat masalah dan kesulitan dengan cara yang berbeda.Ujarnya,

" Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh "

Sumber e-mail forward

Kata- Kata Bijak Dari CEO Kelas Dunia

Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba sesuatu.
Kepemimpinan adalah Anda sendiri dan apa yang Anda lakukan.

Frederick Smith,
Pendiri Federal Express
**************************

Kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan, Pengakuan adalah motivasi terkuat.
Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat "disisipkan" diantara pujian.

May Kay Ash,
Pendiri Kosmetik Mary Kay
**************************

Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannnya.
Ingatlah, semua ini diawali dengan seekor tikus, Tanpa inspirasi.... kita akan binasa.

Walt Disney,
Pendiri Walt Disney Corporation
**************************

Uang merupakan hamba yang sangat baik, tetapi tuan yang sangat buruk.

P.T. Barnum,
Anggota Pendiri Sirkus Barnum & Bailey
**************************

Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak.

John Naisbitt,
Pemimpin Umum Naisbitt Group
**************************

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.
Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan.

Thomas A. Edison,
Penemu dan Pediri Edison Electric Light Company
**************************

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.

Alexander Graham Bell,
Penemu dan Mantan Presiden National Geographic Society
**************************

Jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan Anda.
Jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan pernah hilang.

Gordon Van Sauter,
Mantan Presiden CBS News
**************************

Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca.

Charles "Tremendeous" Jones,
Presiden Life Management Services, Inc.
**************************

Yang terpenting dalam Olimpiade bukanlah kemenangan, tetapi keikutsertaan ...
Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana bertanding dengan baik.

Baron Pierre de Coubertin,
Pendiri & Presiden pertama Komite Olimpiade
International
**************************

Kebahagiaan biasanya merupakan hasil dari sebuah pengorbanan.
Sebelum tidur, bertanyalah, kebaikan apa yang sudah kulakukan hari ini ?

You Are What You Read....

Sepanjang yang saya ingat, saya mulai suka membaca sejak bisa membaca. Mungkin sekitar kelas 1 SD. Waktu itu, saya mulai dengan majalah Bobo. Bapak memberikan saya majalah Bobo sampe saya kelas 6. Ibu pernah cerita, waktu pertama kali saya bisa membaca, saya akan membaca apa saja yang bisa saya baca. Headline pada sobekan koran, tulisan nan mencolok pada billboard di pinggir jalan, spanduk, bahkan nama bus.

Kelas 4 SD, saya mulai mengenal Lima Sekawan karya Enid Blyton.
Ke Bukit Billycook adalah petualangan Julian, George, Anne dkk yang pertama kali saya baca. Hampir semua seri 5 sekawan sudah saya baca. Tentu saja, komik macam Donal dan Asterix pun tidak ketinggalan untuk saya lahap. Saya masih ingat benar, sebelum saya kelas 6 SD, semua buku di perpustakaan sekolah saya sudah "habis" saya baca. Saya biasa nongkrong di perpustakaan SD di istirahat pagi maupun istirahat siang, bahkan masih belum puas, dan disambung sepulang sekolah. Itupun pulangnya masih menenteng 2 buah buku, untuk dibaca di rumah. Oliver Twist karya Charles Dicken pun bisa saya baca, dari perpustakaan SD ini. Guru-guru SD saya semuanya tau, kalo saya seneng banget nongkrong di perpus. Pernah, suatu hari, saat istirahat, saya keasyikan membaca sampai tidak menyadari bel masuk sudah berbunyi. Anehnya, guru-guru yang melihat saya sedang asyik membaca pun membiarkan saya tenggelam dalam bacaan. Akhirnya, sampe waktunya pulang, saya benar2 tidak mengikuti pelajaran!

Menginjak SMP, di samping menghabiskan Lima Sekawan, saya pun mulai mengenal Trio Detektif. Sepertinya, sepanjang masa SMP sampai dengan pertengahan SMA, koleksi buku saya mulai agak stagnan. Saya mulai sibuk nongkrong dengan teman-teman, sehingga waktu membaca jadi agak berkurang. Ketika menginjak SMA kelas 3, suhu politik di negeri ini sedang panas-panasnya. Krisis ekonomi tengah memuncak, memicu krisis politik dan krisis kepercayaan kepada Soeharto. Demo-demo bermunculan, dan entah darimana asalnya, datanglah tokoh-tokoh baru yang tampil di pentas nasional. Perkenalan saya dengan bacaan-bacaan yang sangat berbau politik pun dimulai.

Dunia mahasiswa. Saya mulai berkenalan dengan filsafat. Diawali dengan Dunia Sophie-nya Jostein Gaarder. Sebuah novel filsafat yang sederhana, mudah dicerna tapi mencakup keseluruhan filosof-filosof penting yang pernah lahir, dari sejak Socrates sampe Soreen Kiergaad (duh, ngejanya bener ga tuh?). Entah bagaimana, saya pun bisa "menemukan" seorang Gede Prama. Banyak tulisannya yang mencerahkan, dan mungkin menjadi awal pergulatan intelektual sekaligus spiritual saya. jarang ada penulis Indonesia yang bisa menampilkan intelektualitas segaligus spiritual dalam setiap tulisannya. Oya, dalam jagad fiksi dan sastra, saya juga mulai mengenal Pramudya Ananta Toer. kalo tidak salah, teman2 HMI yang mengenalkannya pada saya. Saya kira, Pram adalah penulis terbesar Indonesia, sampai saat ini. Masterpiece-nya, Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) telah membawanya menjadi nominator Nobel Sastra sampai beberapa kali.

Bisnis & Entrepreneurship. Tipping point saya terjadi pada sekitar tahun 2003. Masih mahasiswa waktu itu. Seorang teman meminjamkan buku Rich Dad Poor Dad-nya Robert Kiyosaki. Buku tipis itulah yang mengubah sudut pandang saya secara radikal. Hampir semua seri Rich Dad sudah saya koleksi. Sekarang, buku-buku bisnis, manajemen, investasi maupun finansial mendominasi koleksi saya. Beberapa diantaranya adalah harta karun, hasil pemikiran dari tokoh-tokoh yang sangat visioner, seperti Prof. W. Chan Kim (Blue Ocean Strategy) dan Bill Gates (Bussiness @ the Speed of Thought). Yang masih berhubungan, seperti buku motivasional untuk menguatkan mental juga tidak ketinggalan untuk melengkapi koleksi saya.
Ahadi (http://ahadisaja.blogspot.com)

Kawan Mental Pekerja Dan Kawan Mental Pengusaha

Lulus kuliah, bingung?

Pernah gak sih merasa kebingungan setelah lulus dan wisuda akan kerja dimana dan ngapain setelah lulus?
Ada banyak arlternatif toh…, and banyak pilihan karir, setidaknya,
dengan pendekatan empat quadrant dari Robert Kiyosaki, Jadi Employee, Self-employee, business owner dan investor. Saya lebih tertarik membahas dua kuadran yakni sebagai employee dan business owner (pemilik bisnis sendiri). Saya saranin tidak salahnya membaca karya Robert Kiyosaki, dengan catatan tidak harus mengikuti pola pikirnya, sekedar tahu saja. Kalau pun nantinya se ide, tidak ada salahnya Anda menjadi pengikutnya.

Sedikit berbagi mengenai Kiyosaki-isme, semenjak bukunya diterjemahkan oleh Gramedia, tahun 2000, Dia berhasil menularkan virus wirausaha ditanah air. Saat ini orang-orang sepertinya “latah” ingin memiliki usaha sendiri,dengan berbagai macam alasannya. Saya tidak tau apakah mereka sekedar ikut tren, baru baca satu dua bab buku Kiyosaki, kemudian berapi-api ingin punya usaha sendiri. Pokoknya punya usaha sendiri..!!

James T.Redd, menulis buku kalo tidak salah judulnya “Ayah kaya sebenarnya tidak kaya”, dengan sengaja melakukan ”riset” dan investigatif terhadap kehidupan Kiyosaki. Dia menemukan bukti bahwa ayah kaya Kiyosaki itu sepernahnya tidak ada, cuman toko imajinasi. Kiyosaki pun tidak mampu memberi kejelasan tentang dimana keberadaan si Ayah Kaya. Malah yang kontra terhadapnya menyatakan bahwa Kiyosaki tak lain adalah seorang pengarang, bukan sebagai bisnisman. Terlepas dari itu, saya cuman menggaris bawahi, tak masalah Ayah kaya itu ada apa tidak, tetapi ide dan pemikiran Kiyosaki lah yang kita pelajari. Selanjutnya terserah Anda yang mengkritisinya.


Dibawah ini sedikit share dan cerita yang tentu saja sangat subjektif, mengenai kewirausahaan dan dunia kerja setelah lulus dari perguruan tinggi.


Employee mentality, (pegawai)

Umumnya pola pikir yang paling banyak mewarnai budaya dinegara kita bahwa setelah lulus adalah menjadi pegawai negeri sipil alis PNS, Tapi..mm kayaknya sekarang sudah mulai berubah, sekarang sudah banyak yang berpikir mau jadi pegawai swasta, di BUMN, multy national company, atau berkariri diperusahaan Minyak dan Energi kayak Pertamina atau Haliburton itu. Rata-rata Gak mau lagi jadi pegawai negeri, saya jadi ingat lelucon teman di suatu daerah kalao tidak salah di Pekalongan, konon anak gadis nya akan sangat takut kalau dijodohkan dengan suami yang bekerja sebagai pegawai negeri. Mereka takut karena PNS katanya gajinya kecil.

Bukan berarti PNS jelek, ini masalah selera dan pilihan hidup. Buktinya penerimaan PNS ditahun 2004 kemarin masih diminati, berarti bagi sebagian orang walaupun gajinya tidak sebanding dengan swasta, disisi lain memberikan jaminan dan kepastian. Beruntung di era Gus Dur presiden, gaji PNS malah naik, dan pelan-pelan mulai naik. Mungkin yang bercita-cita jadi PNS, sebaiknya bukan melihat faktor gaji, tapi nilai dari seorang Pamong, sebagai abdi negara yang dikedepankan.

Intinya sih bekerja pada orang lain, dan hasil kerja kita dihargai dengan gaji yang kita terima setiap bulan. Beberapa "keuntungan" yang diperoleh dengan bekerja sebagai pegawai dalam hal ini kerja disektor swasta seperti di perusahaan multinasional, Yaitu kita belajar mengenai suatu sistem kerja diperusahaan tersebut. Misalnya kita kerja dibidang marketing, maka kita akan bekerja dan belajar format dan suatu strategi pemasaran yang diterapkan diperusahaan tersebut. Bagaimana misalnya teknik memprospek, teknik promosi, teknik selling, dan macam-macam lagi aktifitas yang berhubungan dengan pemasaran. Kerja juga akan lebih terarah, tinggal kita running system yang sudah ada. Enak kan,.. tinggal ikutin aja, dan tentunya setiap bulan salary kita terima. Pola laku para kaum pekerja tersebut di setiap weekend wah, mereka gembira ria, karena bisa refreshing dari segala tugas dan rutinitas kantor. Sewaktu saya penelitian di Jakarta, ketemu dengan teman-teman SMA yang memang rata-rata jadi employee, pola hidupnya kayak begitu (walaupun tidak semua), apalagi masih bujang, tempat yang dipilih tuk refresh kalau bukan hard rock, bilyard, CITOS atau tempat sejenisnya lah....saya turut kecipratan rejeki dengan jalan ditraktir hehehe. (Terima kasih ya kapan2 gantian deh ).

Kebayakan yang saya lihat begitu bekerja, membelanjakan uang dari gaji bulanan suatu tindakan yang tidak tertahan kan lagi. Biasanya sih, dipake untuk mentraktir teman-teman, beli barang yang istimewa buat orang yang istimewa. Ganti handphone, mulai menyicil rumah, ataupun kendaran pribadi. Setelah dua tahun, mulai berani punya kartu kredit, apalagi yang dikeluarkan oleh Citibank, buat dikipas-kipas akan sangat ok…boo Hahaha. (saya cuman merasa in aja maklum belum punya, kaciiaann). Mungkin gaya hidup seperti itu biasanya bagi yang berstatus masih “single” tapi yang sudah “married” mungkin akan berbeda, karena mereka sudah harus berpikir lebih jangka panjang lagi.

Perilaku dan mental bekerja pada orang lain, akan mengedepankan unsur-unsur jaminan gaji, kepastian jenjang karir, ketersediaan fasiltas seperti biaya kesehatan, biaya komunikasi dan lainnya jadi variable yang menarik untuk dipertimbangkan.

Akhirnya saya paham mengapa banyak perilaku kawan-kawan yang berganti-ganti kerjaan takala ada tawaran gaji dan fasilitas yang lebih menarik. Terkenal tidaknya perusahaan, dan asyik apa tidak si bosnya, makan hati apa gak kalau kerja disana. Karena mereka mencari yang lebih baik dan lebih menyenangkan (walaupun kembali lagi ini masalah selera, yang kata Aristoteles, bila menyangkut selera adalah sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan).

Mungkin ini sebuah “tradisi” bagi kaum pekerja, yang dalam hati juga saya kecut mengetahui dengan penampilan keren, baju bermerek, aksesoris dan alat komunikasi yang canggih ternyata mereka masih dibelit oleh masalah keuangan. Alias tidak punya saving, kawan SMA saya pun dengan berkaca-kaca ber-biskal (baca: Curhat) bingung melihat uang gaji bulannya hilang entah kemana dan tidak punya tabungan sama sekali. Alias carru… hahaha (boke’ deh), bagaimana mo pake nikah atau naek haji…haha


Teman yang dikuadran “B”

Berteman dengan kawan yang bermental wirausaha atau business owner (B). Lain lagi ceritanya. Setidaknya sudah banyak teman-teman saya yang memilih dan memutuskan bahwa setelah lulus, tidak perlu mencari kerja diperusahaan lagi. Kata teman S2 saya yang asal di Kalimantan, “kerja sama orang itu makan hati”.!! Mungkin pengalaman pribadinya yang pernah merasakan kerja disebuah perusahan sebelum mengambil S-2 memberi kesan tersendiri makanya dia tidak memutuskan untuk bekerja sama orang lagi.
Makanya setelah wisuda dia tidak seperti teman lainnya, yang sibuk mendesain Currículum Vitae (CV), dia pun sibuk ke Notaris untuk membuat CV perusahaannya.

Gampang? Mendengar kisah-kisahnya, ternyata tidak mudah juga. Awalnya harus ditentang dengan orang tua yang memang bermetal dan berpola pikir seorang pekerja diperusahaan minyak. Orang Tua menginginkan sang anak untuk bekerja diperusahaan yang lebih besar dari tempatnya bekerja. Kalau hanya usaha seperti itu, buat apa sekolah sampai S-2, kata orang tua teman itu.

Mendirikan usaha itu memang bukan lah semanis dan seindah cita-cita dalam pikiran kita. Ada banyak persoalan, penolakan kerja sama, di tipu rekan bisnis adalah bagian dari perjalanan menjadi pengusaha sukses. Belum lagi di tinggalin teman-teman, yang memang terjadi dengan kawan saya tersebut. Disirik-sirikin sama kawan, tetangga maupun keluarga sendiri. Nampaknya “penderitaan’ dan cobaan” yang dialami seorang wirausaha lebih banyak dibanding orang yang bekerja. Semuanya menjadi tangung jawab sang pemilik usaha.

Dibudaya kita, persepsi bekerja adalah datang pagi dengan pakaian kantor pulang sore. Kalaupun dia pengusaha, dia dianggap tidak bekerja terkadang dituduh sebagai pengangguran. Walaupun punya usaha warnet misalnya, jadwal kerja tidak tentu alias kadang siang, kadang malam, tetap saja oleh sebagian masyarakat kita itu bukan suatu pekerjaan.

Aneh memang, apa ini dampak dari penjajahan dari kolonial Belanda. Soalnya jaman dulu yang menjadi pegawai Belanda itu, dikasih seragam, masuk pagi pulang sore. Dan terlihat keren dan mentereng. Sehingga masyarakat lebih terbiasa melihat yang fisik dibanding esensi, yang kalau dari jaman dahulu sampai sekarang namanya pegawai itu tak lain dan tak bukan bahasa kasarnya adalah “buruh”.

Malam hari pun kadang harus mikir besok harus ngapain, bagaimana kas perusahaan bertambah, bagaimana perusahaan ini dapat dikenal oleh konsumen, bagaimana dan bagaimana lainnya. memang sungguh berat pikirku.
Makanya tidak semua orang mau jadi pengusaha dan tidak semua mau melakukan hal-hal diatas.


Beda konsep mengenai pendapatan

Hal menarik adalah perbedaan terhadap konsep pendapatan, Orang bekerja akan menerima gaji. Pengusaha akan menerima laba atau rugi kemudian di investasikan lagi. Orang bekerja tentu akan mendapat gaji setiap bulan, beserta fasilitas-fasilitas yang ada. Yang dicari memang keamanan (jaminan pendapatan), yah keamanan finansial, asal saja jangan sampai kita seperti perlombaan tikus dalam buku Kiyosaki itu. Gali lubang tutup lubang diakhir bulan dengan gaji kita dan pinjaman-pinjaman.

Menjadi pengusaha juga akan berurusan dengan pinjaman (utang), tapi saya melihat kontesnya lain, pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan arus kas mereka, dan memperbanyak asset mereka. Apa itu asset? waduh susah saya jelaskan, yang jelas bukan seperti dibuku Akuntansi, karena menurut ku assets masing-masing setiap orang berbeda. Kalau Kiyosaki mengatakan sesuatu yang memasukan uang dikantongmu.
Bila laba, tentu dapat duit, bila tidak dapat jadinya rugi.

Bila kita seorang employee, penghasilan kita bernama gaji beserta bonus, bila kita seorang pengusaha, penghasilan bernama pendapatan, yang besarnya tidak menentu, cenderung membesar atau sebaliknya.

Didunia pengusaha, bila perusahaan satu sukses mereka akan berpikir dan ver-ide lagi untuk membuat suatu usaha lagi dan mewujudkannya. Nampaknya resiko dan ketidak pastian merupakan makan sehari-hari mereka. AKhirnya saya sadar memang tidak semua orang mau menjadi pengusaha karena “resiko” fisik maupun non fisik yang dihadapinya.

Saya tidak mengatakan jadi pengusaha susah, buktinya banyak yang berhasil. Saya juga tidak mengatakan bahwa bekerja sama orang lain itu enak, karena ada hal yang harus dibayar juga yakni, makan hati, ikutin kata bos, menjalankan sesuatu yang belum tentu kata hati kita inginkan.

Saya jadi ingat suatu kejadian, waktu mengambil mata kuliah konsentrasi. Karena saya “bebas” dan tidak terikat, saya dengan kehendak bebas untuk memilih konsentrasi e-business. Dan Sibuk promosi sana sini. hhaha. Sewaktu bercakap dengan teman kuliah yang lebih señior dan punya jabatan sebagai manager produksi sebuah perusahaan besar di Kalimantan, beliau secara pribadi sangat menginginkan untuk mengambil mata kuliah strategy, tapi karena mendapat telpon dari sang bos, harus mengambil jurusan marketing karena perusahaan membutuhkannya dia menguasai subjek itu. Padahal saya tahu kawan kuliah saya itu mati-matian mencaci maki pelajaran marketing pada semester satu, menurutnya mata kuliah yang mengada-ngada dan tidak masuk akal, tapi karena sang bosnya itulah, makanya harus melahap juga mata kuliah marketing. Belum lagi di waktu luang yang seharusnya dipakai beristirahat, tapi ada telpon dari sang bos, harus ke Jakarta untuk bertemu, maka waktu-waktu itu pun harus ditinggalkannya bertemu sang bos. Yah, memang seorang karyawan yang baik, dan loyal.

Intinya sih bekerja sama orang kita memiliki sedikit kebebasan (independent) dalam memutuskan dan memilih sesuatu. Tidak ada yang salah terhadap semua itu, pertanyaan kembalil ke diri sendiri, bersediakah?


Pencarian jati diri

Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa untuk menjawab pertanyaan mau jadi apa, pengusaha atau bekerja untuk orang lain, Bagi saya kita harus berkecimpung di dunia yang berbeda itu dulu semuanya. Bersyukur semuanya sudah saya lalui. Walaupun niat tuk kerja di perusahaan besar seperti Astra, Unilever, IBM, dan sebagainya belum terwujud, tapi saya pahami bahwa kedua dunia antara bekerja dengan orang lain dan usaha sendiri adalah dua dunia yang berbeda “idealisme” dan “ruh” nya.

Tidak juga akan dipahami dibangku kuliah seperti program magister manajemen. Dibangku kuliah saya sadar itu hanya bercuap-cuap dan mengisi VISI hidup kita (baca sekedar informasi atau pengetahuan), makanya saya yakin seorang yang berpengetahuan banyak seperti dosen belum tentu akan paham alias merasakan apa yang dipelajarinya lewat teks book. Contohnya misalnya di sekolah kita diajarkan bahwa api itu panas, bila sang dosen belum pernah menyentuh api, dari mana dia tahu kalau itu panas, dan panas itu seperti apa? Bukankah hanya dunia cuap-cuap belaka. Benarkan..? (kalo begitu mengapa masuk kuliah ya heheh,.......ini masalah selera)

Semuanya akhirnya membawa saya pada sebuah kesimpulan, pertanyaan bukan akan kerja dimana kita atau mau jadi apa? Saya lebih setuju pertanyaan yang kita ajukan SIAPAKAH diri kita dan APA TUJUAN HIDUP kita. Ilmu manajemen strategy, mengajari saya bahwa awal mulanya terletak pada VISI dan MISI (hidup kita). Tidak perlu dijelaskan sudah pada tahu semua bila yang berkualiah sekolah manajemen.

Kemudian melakukan assesment terhadap kekuatan internal dan eksternal yang kita miliki. Saya lebih sarankan untuk fokus pada kekuatan internal yang kita miliki, seperti bakat, minat dan kemampuan (core competence) yang telah kita miliki saat ini. Kemudian mengembangkan suatu program kerja, yang berorientasi pada suatu tujuan jangka panjang dan pendek dalam hidup ini. Setalah itu memilih strategi sebelum bertindak menjalan kan suatu tujuan (objective) yang telah kita tetap kan. Dan memasuki tahap evaluasi. Bukankah mudah untuk menuliskannya?

Terkadang saya sering terjebak, untuk menguasai semua, padahal belum tentu itu saya berbakat disana. Manusia harus belajar untuk tidak angkuh dan sombong. Saya sadar ada bakat khusus yang di anugerahkan Tuhan buat saya didunia ini. Mengapa bakat dan kemampuan saya itu tidak saya perdalam dan asah terus menerus dari pada keahlian yang lain tapi saya tahu tidak akan bisa optimal lebih baik. Setelah mengetahui dari Howard Gardner ternyata ada tujuh kecerdasan setiap manusia yaitu; linguistik verbal, numerik, spasial, fisik/raga, interpersonal, intrapersonal, lingkungan. Akhirnya saya sadar kenapa prestasi akademik saya tidak excellent. Tapi bukan berarti tidak bisa. Mengapa seorang kawan yang IPK nya tinggi tapi tidak bisa menghargai pendapat atau berempati dengan yang lainnya dalam suatu belajar kelompok. Mengapa ada yang pintar di bidang seni, tapi di olah raga dia sama sekali terbelakang. Kita memang harus belajar terus menerus mengembangkan potensi diri kita dan mengenal diri kita lebih baik. Selain terus menerus mempelajari perkembangan yang terjadi diluar sana.

Kita lahir dan hidup didunia, telah mengemban suatu misi yang harus kita temukan kembali dengan segala potensi yang telah melekat. Misi yang lebih bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bagi keluarga, masyarakat dan negara. Kalaupun Anda sepakat... dengan kalimat tadi yang saya sering temukan disetiap buku-buku yang mengupas kisah sukses orang-orang berpanguruh didunia ini dan saya yakini.

Tentu pertanyaan kembali pada diri sendiri, Jikalau VISI dan MISI hidup kawan-kawan adalah bekerja di sebuah perusahaan dan loyal terhadap perusahaan tersebut sampai pensiun dan mati, Berarti memang disitulah takdir kita dilahirkan dimuka bumi ini.
Tapi kalau saya sih lain, masih banyak yang bisa saya kerjakan bagi banyak orang dari pada bekerja disebuah perusahaan seumur hidup walaupun menawarkan program pensiunan yang menarik. Bagaimana dengankamu?


by:
Andi Nur Baumassepe
April 05. Jogjakarta
Mas_pepeng@yahoo.com
(http://massepe.blogspot.com)

Akhirnya Saya Tahu Rahasia Permainan Orang Kaya Itu

"Mulailah dari yang kecil. Carilah uang cash yang besar dulu, baru investasi. Jangan biarkan uang anda menganggur. Investasikan", demikian beberapa saran dari Bellum dan Doreen Tan tadi malam, di hadapan 20-an orang yang mendengarkan nasihatnya mengenai cara untuk menjadi orang kaya.

Pasangan suami istri ini adalah pemegang hak eksklusif produk-produk pendidikan finansial dari Robert Kiyosaki (penulis seri buku terlaris Rich Dad Poor Dad) di Asia.

Salah satu produknya yang terkenal adalah papan permainan Cash Flow Game 101 dan 201.

Saya sendiri telah mengenal Bellum Tan sejak pertama kali main Cash Flow Game 101 tahun 2003 lalu.

Saya sudah beberapa kali main game ini. Tapi lebih sering kalah. Kalau main, lama sekali keluar dari "rat race-nya".

Nah, tadi malam rahasia supaya cepat keluar dari rat race itu dibagikan kepada kami. "Kami" di sini adalah para peserta undangan dari Pak Budi Rachmat, yang terdiri dari 3 milis; TDA, Profec dan Bisnis Smart.

Kebetulan "pentolan" ketiga milis itu hadir semua yaitu saya, Bu Lies (Profec) dan Masbukhin (Bisnis Smart). Seru juga ya kalau bikin acara gabungan lintas milis (TDA pernah bikin dengan Bisnis Smart).

Bellum dan Doreen Tan berbagi rahasia mereka menjadi kaya, terutama bermain di properti dan saham.

Wilayah investasi mereka sudah bukan lagi Singapura - tempat mereka tinggal - saja. Mereka sudah merambah ranah investasi internasional.

Dengan entengnya mereka cuap-cuap mengenai peluang investasi di China, India, Korea dan Singapura, tempat yang paling menjanjikan di Asia saat ini.

Tahun 2009 nanti akan terjadi resesi, katanya. Ekonomi Amerika akan mengalami penurunan karena pemerintahnya terus mencetak uang tanpa mengikatnya dengan cadangan emas.

Peluang terbesar setelah 2009 adalah di Asia. Uang akan beredar paling banyak di Asia setelah itu.

Bagaimana dengan Indonesia? Mereka kurang tertarik nampaknya. Mereka lebih fokus di negara-negara tersebut di atas.

Bukan berarti di Indonesia tidak menarik. Mereka tentu saja akan melirik lokasi yang paling menguntungkan.

Investasi apa saja yang direkomendasikan? Sumber daya alam. Terutama pertambangan minyak, emas dan perak. Kalau ada uang, belilah saham perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang itu, katanya.

Dari pertemuan semalam, saya dan para peserta ikut merasakan bagaimana orang-orang kaya seperti mereka itu berpikir dan bertindak. Mereka tidak lagi bicara investasi yang lambat dan aman. Mereka lebih suka investasi yang cepat dan tingkat pengembalian yang besar.

Saya sendiri telah membaca seri buku Rich Dad Poor Dad sejak tahun 2002. Buku-buku itu begitu bermanfaat dan berpengaruh dalam cara berpikir saya sampai sekarang.

Saat ini saya lagi getol mendengar audio booknya di mobil, yaitu The Cash Flow Quadrant, meski pun bukunya sudah tamat saya baca. Pengulangan adalah induk cara belajar.

Seri buku dari Robert Kiyosaki ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca dan dipraktekkan.

Salam FUUUNtastic!

Roni,
Owner, Manet Busana Muslim Plus
(http://roniyuzirman.blogspot.com)

Apa Yang Anda Pikir Beresiko?

...... cuplikan dari buku RETIRE YOUNG RETIRE RICH by Robert T Kiyosaki.

Ketika berada di kampung halaman untuk libur Natal, Mike dan saya (Robert Kiyosaki) berada di kantor ayah kaya (Ayah kandung Mike) membicarakan apa yang telah kami pelajari di sekolah dan orang-orang baru yang telah kami kenal. Setelah bertemu dengan para pemuda dari seluruh negeri, saya memberi komentar ini kepada Mike dan ayah kaya: "Saya telah memperhatikan betapa berbedanya orang-orang berpikir tentang uang. Saya telah bertemu dengan anak-anak dari keluarga sangat kaya dan anak-anak dari keluarga sangat miskin. Meskipun sebagian besar anak-anak di sekolah secara akademis cerdas, anak-anak dari keluarga miskin dan kelas menengah kelihatan berpikir dengan cara yang berbeda dengan anak-anak yang berasal dari keluarg kaya."

Respons ayah kaya terhadap pernyataan terakhir saya cepat. "Mereka tidak berpikir dengan cara yang berbeda," dia berkata. "Cara berpikir mereka benar-benar bertolak belakang." Duduk menghadap mejanya, dia menggenggam buku folio kuningnya dan menuliskan perbandingan berikut ini:

Pemikiran yang Bertolak Belakang

Kelas Menengah <> Orang Kaya
Jaminan kerja <> Membangun bisnis
Rumah besar <> Apartemen
Menabung <> Berinvestasi
Orang kaya itu tamak <> Orang kaya itu murah hati

Setelah dia selesai menulis, ayah kaya melihat saya kembali dan berkata, "Realitasmu ditentukan oleh apa yang menurutmu pandai dan apa yang menurutmu resiko."

Sambil melihat diagramnya saya bertanya, "Maksud bapak kelas menengah berpikir jaminan kerja itu pandai dan membangun bisnis itu beresiko?" Saya tahu realitas ini dengan bagus karena itu adalah realitas ayah miskin saya (Ayah kandung Robert Kiyosaki).

"Benar," kata ayah kaya. "Dan apa lagi tentang jaminan kerja?"
Saya berpikir sejenak dan tidak menemukan jawaban. "Saya tidak tahu apa yang sedang bapak cari," saya menjawab. "Benar bahwa ayah saya dan banyak orang berpikir memiliki pekerjaan yang aman terjamin itu pandai. Apa yang masih kurang?"

"Kamu tidak memasukkan realitas saya," kata ayah kaya. "Saya mengatakan kepadamu bahwa kelas menengah dan orang miskin tidak hanya berpikir secara berbeda. Saya katakan mereka berpikir sangat bertolak belakang. Jadi apa realitas saya yang bertolak belakang?"

Tiba-tiba lebih banyak realitas ayah kaya bergerak memasuki realitas saya. "Bapak ingin mengatakan bahwa menurut bapak membangun bisnis itu pandai dan jaminan kerja itu berisiko. Apakah itu yang bapak maksud dengan bertolak belakang?" saya bertanya.

Ayah kaya menganggukkan kepalanya.
"Maksudnya, bapak tidak berpikir bahwa membangun bisnis itu berisiko?" saya bertanya.
Ayah kaya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak. Belajar membangun bisnis adalah seperti belajar apa saja. Saya pikir bergantung pada jaminan kerja seumur hidup jauh lebih berisiko ketimbang mengambil risiko untuk belajar membangun bisnis. Risiko yang satu adalah untuk jangka pendek dan risiko yang satu berlaku seumur hidup."

Saat itu akhir 1960-an. Kita belum mengenal kata penciutan (downsizing). Yang diketahui sebagian besar orang pada saat itu hanyalah anda bersekolah, mencari pekerjaan, bekerja seumur hidup, dan ketika anda pensiun, perusahaan dan pemerintah akan mengurus pensiun anda. Yang diajarkan kepada kita di rumah dan di sekolah hanyalah, "Dapatkan pendidikan yang bagus sehingga kamu bisa menjadi karyawan yang bagus," Tersirat tetapi tidak dinyatakan bahwa bersekolah untuk menjadi lebih dapat diperkerjakan adalah sesuatu yang pandai untuk dilakukan. Kini sebagian besar dari kita mengetahui bahwa jaminan kerja merupakan sesuatu yang sudah berlalu, tetapi saat itu, tidak seorang pun mempertanyakan ide mencari jaminan kerja sebagai hal yang pandai untuk dilakukan.

Saya melihat pada perbandingan ayah kaya tentang orang kaya tamak vs. Orang kaya murah hati dan saya tahu pada saat itu apa realitas saya. Di keluarga saya, orang kaya dianggap sebagai orang tamak berhati dingin yang hanya tertarik pada uang dan tidak peduli terhadap orang miskin.

Sambil menunjuk pada daftarnya ayah kaya berkata, "Apakah kamu mengerti perbedaan pemikirannya?"
"Pemikirannya bertolak belakan," saya berkata dengan lembut. "Lebih dari sekedar berbeda. Itu sebabnya sering kali begitu sulit orang menjadi kaya. Menjadi kaya memerlukan lebih dari sekedar berpikir secara berbeda."

Ayah kaya mengangguk dan membiarkan ide itu di mengerti sepenuhnya. "Kalau kamu ingini menjadi kaya, kamu mungkin perlu belajar untuk berpikir sangat bertolak belakang dengan cara berpikirmu sekarang."

"Seperti cara berpikir bapak?" saya bertanya. "Apakah tidak perlu melakukan segala sesuatunya secara berbeda juga?"
"Tidak," kata ayah kaya. "Kalau kamu bekerja demi jaminan kerja, kamu akan bekerja keras dalam sebagian besar hidupmu. Kalau kamu bekerja untuk membangun bisnis, kamu mungkin bekerja lebih keras pada awalnya tetapi kamu akan bekerja semakin sedikit pada akhirnya dan kamu mungkin akan memperoleh uang sepuluh hingga 100 hingga 1.000 kali lebih banyak. Jadi mana yang lebih pandai?"

"Dan bagaimana dengan berinvestasi?" saya bertanya. "Ibu dan ayah saya selalu mengatakan bahwa berinvestasi itu berisiko dan menurut mereka menabung itu pandai. Tidakkah bapak melakukannya secara berbeda ketika bapak berinvestasi?"

Ayah kaya tertawa lebar dan tertawa kecil mendengar komentar itu. "Menabung dan menginvestasikan uang memerlukan kegiatan yang persis sama," kata ayah kaya. "Kamu akan melakukan hal yang sama ... meskipun pemikiranmu sebenarnya bertolak belakang."

"Sama?" saya bertanya. "Tetapi tidakkah yang satu lebih berisiko?"

"Tidak," kata ayah kaya sambil tertawa kecil lagi. "Saya akan memberimu pelajaran yang sangat penting dalam hidup." Saya sekarang sudah lebih tua dan dia dapat menambahkan detail yang lebih banyak pada pelajarannya yang diberikan sebelumnya kepada Mike dan saya. "Tetapi sebelum saya memberimu pelajaran, bolehkan saya mengajukan satu pertanyaan padamu?"

"Tentu, silahkan tanyakan semua yang bapak inginkan."
"Apa yang orangtuamu lakukan untuk menghemat uang?" dia bertanya.
"Meraka berusaha melakukan banyak hal," saya menjawab setelah memikirkan pertanyaannya sejenak.
"Baik, sebutkan satu saja," kata ayah kaya. "Sebutkan satu hal yang mereka lakukan dimana mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengerjakannya."
"Setiap Rabu ketika supermarket mengiklankan makanan khusus mingguan mereka, ibu dan ayah saya akan memeriksa koran itu dan merencanakan anggaran makanan mingguan. Mereka mencari kupon obral dan diskon untuk produk makanan," saya berkata. "Itu merupakan kegiatan yang menghabiskan banyak waktu mereka. Sebenarnya, makanan kami dirumah berdasarkan apa yang sedang dijual dengan harga murah di supermarket."

"Lalu, apa yang mereka lakukan?" tanya ayah kaya.
"Kemudian mereka berkeliling kota dengan mobil ke berbagai supermarket dan membeli barang-barang yang diiklankan dengan harga murah," saya menjawab. "Mereka mengatakan mereka menghemat banyak uang dengan berbelanja makanan yang dijual dengan harga murah."

"Saya tidak meragukan mereka menghemat," kata ayah kaya. "Dan apakah mereka berbelanja pakaian obral?" Saya mengangguk. "Ya, mereka melakukan hal yang sama bila mereka akan membeli mobil, baru atau bekas. Mereka menghabiskan banyak waktu berkeliling untuk menghemat."

"Jadi mereka pikir menghemat itu pandai?" tanya ayah kaya.
"Tentu," saya menjawab. "Kenyataannya, ketika mereka menemukan sesuatu yang dijual dengan harga murah, mereka membeli dalam jumlah banyak dan memasukkannya ke dalam kulkas besar mereka. Baru beberapa hari yang lalu mereka menemukan obral daging babi sehingga mereka membeli daging babi yang cukup untuk enam bulan. Mereka senang menemukan penghematan seperti itu."

Ayah kaya tiba-tiba tertawa. "Daging babi?" dia berkata, tertawa kecil keras. "Berapa pon daging bagi yang mereka beli?"
"Saya tidak tahu, tetapi mereka membeli banyak. Kulkas kami penuh lagi. Tetapi bukan hanya daging babi yang mereka beli, mereka juga membeli hamburger (daging sapi bundar pipih) dari toko lain yang sedang mengadakan obral dan memasukkannya ke kulkas juga."

"Maksudmu mereka mempunyai kulkas hanya untuk obral khusus seperti itu?" tanya ayah kaya, masih tertawa kecil.
"Ya," saya menjawab. "Mereka bekerja keras untuk menghemat setiap sen yang mungkin dilakukannya. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menggunting kupon dan berbelanja di tempat obral. Apakah ada yang salah dengan itu?"

"Tidak," kata ayah kaya. "Tidak ada yang salah dengan itu. Hanya realitasnya berbeda."
"Apakah bapak tidak melakukan hal yang sama?" saya bertanya.
Ayah kaya tertawa kecil dan berkata, "Saya sedang menunggu kamu bertanya. Sekarang saya dapat mengajarkanmu salah satu pelajaran terpenting yang akan pernah kamu pelajari."

"Pelajaran bahwa bapak tidak melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orangtua saya?" saya bertanya lagi, sambil menunggu jawaban atas pertanyaan saya sebelumnya.

"Tidak," kata ayah kaya. "Pelajaran bahwa saya melakukan hal yang persis sama dengan yang orangtuamu lakukan. Sebenarnya kamu sudah melihat saya melakukannya."
"Apa?" saya berkata. "Bapak mencari tempat obral untuk mengisi kulkas bapak?" Saya tidak yakin saya pernah melihat bapak melakukan itu."

"Tidak, kamu belum pernah," kata ayah kaya. "Tetapi kamu pernah melihat saya berkeliling mencari investasi yang sedang di obral untuk mengisi portofolio saya."

Mendengar pernyataan itu saya duduk sebentar tanpa berkata-kata. "Bapak berbelanja untuk mengisi portofolio bapak dan orangtua saya berbelanja untuk mengisi kulkas mereka? Bapak ingin mengatakan bahwa bapak melakukan kegiatan yang sama tetapi bapak berbelanja barang-barang yang berbeda untuk mengisi sesuatu yang berbeda?"

Ayah kaya mengangguk. Dia ingin pelajarannya meresap kedalam kepala saya yang berumur dua puluh tahun.

"Bapak melakukan hal yang sama tetapi orangtua saya bertambah miskin dan bapak bertambah kaya. Itukah pelajarannya?" saya bertanya.

Ayah kaya menganggukkan kepala dan berkata, "Itu merupakan bagian dari pelajaran."
"Apa bagian lain dari pelajaran?" saya bertanya.
"Berpikirlah," kata ayah kaya. "Apa yang telah kita bicarakan?"
Saya berpikir sejenak dan akhirnya paruh kedua dari pelajaran itu datang kepada saya. "Oh," saya berkata. "Bapak dan orangtua saya melakukan hal yang sama tetapi realitas bapak berbeda."

"Kamu mulai mengerti," kata ayah kaya. "Bagaimana dengan pandai dan berisiko?"
"Oh," saya berkata keras. "Mereka berpendapat bahwa menghemat uang itu pandai dan berinvestasi itu berisiko."
"Sedikit lagi," kata ayah kaya.
"karena mereka berpendapat bahwa berinvestasi itu berisiko mereka bekerja keras menghemat uang ... tetapi kenyataannya mereka melakukan hal yang sama dengan yang bapak lakukan. Jika mereka mengubah realitas mereka tentang berinvestasi dan melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan untuk menghemat uang dengan membeli daging babi, mereka akan menjadi semakin kaya. Bapak melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan tetapi bapak berbelanja bisnis, real estate, investasi, saham, obligasi, dan peluang-peluang bisnis lainnya. Bapak berbelanja untuk portofolio bapak dan mereka berbelanja untuk kulkas mereka.

"Jadi mereka melakukan hal yang sama tetapi dari realitas yang berbeda," kata ayah kaya. "Realitas merekalah yang menyebabkan mereka miskin atau kelas menengah ... bukan kegiatan mereka."

"Mental merekalah yang membuat mereka miskin," saya berkata dengan lembut. "Apa yang menurut kita pandai dan apa yang menurut kita berisiko itulah yang menentukan kedudukan sosial ekonomi kita dalam kehidupan." Saya menggunakan kata baru yang saya pelajari dalam mata kuliah ekonomi.

Ayah kaya melanjutkan dengan berkata, "Kami melakukan hal yang sama tetapi kami bekerja dari pola pikir yang berbeda. Saya bekerja dari pola pikir orang kaya dan orangtuamu bekerja dari pola pikir kelas menengah."
"Itu sebabnya bapak selalu berkata, 'Apa yang kamu pikir real merupakan realitasmu,'" saya menambahkan dengan lembut.

Ayah kaya mengangguk dan melanjutkan dengan berkata, "Dan karena mereka berpendapat berinvestasi itu berisiko, mereka menemukan contoh orang-orang yang telah kehilangan uang atau hampir kehilangan uang mereka. Realitas mereka membutakan mata mereka dari realitas lainnya. Mereka melihat apa yang menurut mereka real, meskipun tidak benar-benar real."

"Jadi seseorang yang berpikir jaminan kerja itu pandai akan mencari contoh-contoh mengapa jaminan kerja itu pandai dan mencari contoh-contoh mengapa membangun bisnis itu berisiko. Orang akan mencari verifikasi (pembenaran dengan bukti) atas realitas yang ingin mereka percayai," Mike menambahkan.

"Benar," kata ayah kaya. "Apakah ini masuk akal? Apakah kamu sudah mendapat pelajarannya?"

BAGAIMANA DENGAN ANDA?

Salam Hangat dari Provokator
Rostam Effendi
(http://belajar-usaha.blogspot.com)

Gunting Kartu Kredit Anda!

Saya yakin sebagian besar anda memiliki kartu utang alias kartu kredit. Sama lah, saya juga punya, walaupun "terpaksa" memilikinya.

Kenapa? Karena setelah saya tahu dari Robert Kiyosaki bahwa kartu kredit itu adalah "setan" yang mengakibatkan sebagian besar orang Amerika menjadi pengutang terbesar di dunia dan tidak bisa keluar dari lingkaran setan itu seumur hidupnya.

Gunting kartu kredit anda! Demikian sarannnya.

Namun, Kiyosaki masih bisa memaklumi pemakaian kartu kredit untuk alasan jaga-jaga dan kemudahan tertentu yang dimilikinya.

Maka saya pun akhirnya menerima ketika 2 buah kartu itu dikirimkan secara "paksa" dari sebuah bank penerbit. Kenapa secara paksa? Ya, karena memang dikirimi saja tanpa seijin saya.

Saya punya beberapa alasan untuk menggunakan kartu plastik ini, di antaranya:

1. Untuk kemudahan. Saya pernah kesulitan untuk memperpanjang keanggotaan sebuah asosiasi pengusaha karena tidak membawa uang kontan. Mereka hanya menyediakan sarana kartu gesek saja.

2. Saya pernah mengalami peristiwa memalukan di sebuah toko buku di Malaka, Malaysia. Ketika hendak membayar, ternyata semua uang saya tertinggal di hotel. Maka kartu Visa itu pun saya gunakan sebagai penyelamat.

3. Ada keuntungan lain yang tidak didapat dengan membayar secara kontan. Seperti membership sebuah klub olah raga saya yang memberikan diskon 50% kalau menggunakan kartu kredit.

Kartu itu saat ini hanya saya gunakan untuk beberapa hal, yaitu membership klub olah raga dan membership TV berlangganan. Membership klub olah raga menurut saya merupakan utang baik dan investasi jangka panjang bagi kesehatan. Mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Berlangganan TV kabel yang menurut saya lebih banyak manfaatnya ketimbang hanya menonton TV lokal yang lebih banyak menayangkan acara-acara "sampah" dan mengotori otak kita. Lebih baik menonton saluran luar seperti Discovery, National Geography, Aljazeera atau CNBC.

Selain itu kartu itu tidak saya pakai untuk keperluan lain kecuali membeli buku sebagai investasi "leher ke atas". Kartu itu tidak saya gunakan untuk makan-makan, membeli barang konsumtif dan sebagainya.

Saya pun selalu berusaha disiplin untuk membayar lunas semua tagihan di masa bebas bunga. Jadi saya hampir tidak pernah kena bunga. Hehehe... Jadi, bank penerbit itu "rugi" deh punya customer seperti saya...

Topik inilah yang menjadi pembahasan di sebuah acara baru di TV CNBC tadi malam. Acara itu namanya The Millionaire Inside yang menghadirkan 4 orang money mentor: Robert Kiyosaki, Jennifer Openshaw , Larry Winget dan David Bach .

Saya sempat terperangah melihat kenyataan betapa "bodohnya" orang-orang Amerika ini soal uang, terutama mengenai kartu kredit. Di sana, adalah biasa seorang anak muda berutang kartu kredit sampai di atas US $ 50.000.

Semua mentor itu menyarankan agar menggunakan utang kartu kredit itu untuk keperluan yang penting saja. Hindari utang buruk, yaitu utang konsumtif yang kemudian menguras uang anda setiap bulan. Hindari kena penalti, sebab dari situlah bank penerbit itu menguras isi kantong anda.

Bayarlah setiap tagihan secara tepat waktu. Kalau bisa segera lunasi. Kalau anda punya lebih dari satu kartu, gunting sisanya. Live below your mean, hiduplah dengan sederhana saja. Jangan berusaha "kelihatan kaya", padahal isi kantongnya "merana".

Kalau anda tidak bisa melakukan hal ini, saran saya sama dengan para mentor itu: gunting saja kartu kredit anda!

Salam FUUUNtastic!

Wassalam,

Roni,
Owner, Manet Busana Muslim
Founder, Komunitas TDA
(http://roniyuzirman.blogspot.com)

Pelajaran Dari Ray Kroc, Pendiri McDonald's

Hari Kamis kemarin, 16 Maret 2006, saya sempat ngobrol dengan seorang rekan TDA yang sedang menjalankan usaha sebuah waralaba lokal. Beliau menyampaikan mengenai keadaan usahanya yang berkejar-kejaran antara omzet dan harus menutup biaya operasional, terutama uang sewa tempat yang terus naik setiap tahun.

Ini salah satu pelajaran Robert Kiyosaki yang saya coba jalani dengan bisnis saya. Robert Kiyosaki dalam bukunya Rich Dad, Poor Dad selalu menekankan “URUSLAH BISNIS ANDA SENDIRI.”

Robert Kiyosaki mengisahkan tentang seorang pendiri McDonald’s, Ray Kroc yang bercerita di depan mahasiswa MBA di University of Texas pada tahun 1974. Ray Kroc bertanya pada mereka, bisnis apa yang ia geluti. Mereka tertawa dan menjawab, siapa sih yang tidak tahu kalau ia berbisnis hamburger.

Ray tertawa kecil karena sudah menduga jawaban tersebut. Lalu ia menjawab bahwa ia tidak berbisnis hamburger. “Bisnis saya adalah REAL ESTAT.” Ray menjelaskan sangat panjang lebar mengenai sudut pandangnya ini. Real estat dan lokasinya adalah faktor paling signifikan dalam keberhasilan setiap waralaba. Pada dasarnya, orang yang membeli waralaba juga membayar atau membeli tanah di bawah waralaba untuk perusahaan Ray Kroc.

Saat ini McDonald’s adalah pemilik tunggal real estat yang terbesar di dunia. McDonald’s memiliki beberapa perempatan dan sudut jalan yang paling berharga di Amerika, dan juga di bagian-bagian lain dunia.

Cerita Ray Kroc inilah yang awalnya membuat saya sedikit “memaksakan diri” untuk membeli kios pertama kami (saya dan suami), sekitar 2 tahun lalu. Dalam pikiran saya saat itu, apa yang akan dijual itu urusan nanti. Saya bisa menjual apa saja, tergantung kemauan pasar nanti.

Saya bersyukur bahwa apa yang saya lakukan telah banyak memberi pelajaran bagi saya. Dari sedikit memaksakan diri itulah akhirnya saya belajar lebih banyak tentang usaha dan pemilihan lokasi yang bagus. Tinggal saat ini “belajar” lebih giat lagi untuk mengembangkan usaha yang lebih profitable sehingga bisa menambah aset bisnis. Juga tujuan passif income segera tercapai. Seperti tertulis dalam Cash Flow game “To get out of the Rat Race and onto the Fast Track by building up your Passive Income to be greater than your Total Expenses”

By : Febby Rudiana
(http://bunda-alif.blogspot.com)

Mengelola Keuangan Di Usia 20-an

Usia 20-an merupakan usia yang sangat penting dalam perjalanan kehidupan keuangan seseorang. Mengapa? karena setiap keputusan atau kebiasaan yang dilakukan saat usia ini bisa sangat mempengaruhi prilaku dan kebiasaan keuangan di masa datang.
Selama sekolah mulai dari Tk, SD, SMP, SMA dan masa kuliah, tidak pernah kita diperkenalkan dengan ilmu keuangan personal. Semua itu kita dapat dari melihat orang lain, terutama orang tua kita dan berbagai iklan di media masa. Yang harus disadari, bahwa semua itu belum tentu pelajaran keuangan yang baik bagi kita.
Oleh karenanya kami melihat pentingnya bagi orang-orang di usia 20-an untuk belajar dan memahami pentingnya perencanaan keuangan individu bagi mereka. Umumnya, mereka yang berada pada rentang usia 18-24 tahun belum menikah. Walau ada juga yang sudah.
Keuangan individu harus mulai dirancang dan direncanakan sebijak mungkin di rentang usia ini. Bila kita sudah memiliki pendapatan regular, berupa apa saja, mulai dari gaji sampai komisi, semua ini membutuhkan perencanaan agar tercapai keinginan hidup yang lebih baik di masa datang. Mulailah dengan rencana dan lakukan selama perjalanan kehidupan Anda, baik Anda masih sendiri maupun sudah berkeluarga.

Konsumsi vs Komitmen
Di rentang usia ini biasanya kita baru memasuki masa kerja dan mendapatkan pendapatan yang regular. Sebagain besar penduduk Indoensia sudah mengenal bank, demikian pula dengan kita. Dengan pendapatan regular, kita mulai ditawarkan berbagai kemudahan, seperti kartu kredit. Utang mulai menjadi hal yang biasa dbagi kita, karena berbagai kemudahan yang diberikan. Dalam masa ini, biasanya kita lebih mengutamakan diri sendiri dengan berbelanja semua keinginan kita, karena kita merasa ini uang kita. Semua keputusan keuangan diambil karena keinginan, bukan kebutuhan.
Kita lupa, di rentang usia ini, satu hal yang menjadi kelebihan kita adalah waktu. Kita masih memiliki waktu yang cukup panjang untuk dapat merencanakan apa yang kita inginkan dari penghasilan yang kita peroleh setiap bulannya. Jangan hanya melihat keinginan sesaat, tapi lihatlah lebih panjang.
Berpikir lebih panjang, mulailah menentukan tujuan yang kita inginkan di masa datang. Di usia ini, kita memiliki waktu cukup panjang bila memulainya sekarang. Tapi kalau kita menundanya, maka akan besar sekali harga yang harus dikeluarkan. Misalkan kita ingin memiliki uang disaat kita berusia 50 tahun sebesar Rp 1 miliar dan saat ini kita berusia 20 tahun. Kita masih memiliki waktu 30 tahun untuk mencapainya. Dengan asumsi tingkat bunga 10 %, maka kita hanya membutuhkan dana sebesar kira-kira Rp 465.000 setiap bulan untuk diinvestasikan. Tapi bagaimana bila kita menundanya 5 tahun saja, di mana kita mulai menabung secara regular di usia 25 tahun, maka untuk mencapai nilai Rp 1 miliar kita harus menabung kurang lebih Rp 770.000 per bulannya. Dengan asumsi tingkat bunga sama 10 %. Bila Anda menundanya 10 tahun maka nilai tabungan kita akan meningkat lagi menjadi Rp 1.325.00 per bulannya.
Semakin panjang waktu yang dimiliki akan semakin sedikit nilai tabungan yang harus diinvestasikan dengan asumsi tingkat bunga sama dan nilai yang dituju sama. Jadi kalau dilihat dari perhitungan di atas, keinnginan menjadi miliarder tidaklah terlalu sulit, yang dibutuhkan adalah komitmen kita.

Perencanaan Anggaran
Kita baru saja mendapatkan pekerjaan dan memperoleh pemasukan dan jerih payah kita sendiri. Tentunya hal ini akan banyak mempengaruhi gaya hidup yang akan kita jalani. Hal terpenting bagi kita yang baru mulai bekerja adalah mengembangkan sebuah catatan untuk menyeimbangkan pemasukan dengan pengeluaran. Pekerjaan ini sangat membosankan tapi mengikuti berbagai pengelauran yang Anda lakukan akan banyak memberikan masukan kepada kita akan arah perjalanan keuangan kita di masa datang.
Kami sarankan, kita mulai mencatat semua pengeluaran yang kita lakukan setiap bulannya, tidak ada pengecualian. Semua pengeluaran baik yang kecil mapun besar harus dicatat. Kami menyadari bahwa hal ini tidaklah mudah dan menyenangkan. Tapi kami sangat yakin catatan ini akan memberikan banyak masukan dan pelajaran bagi kita untuk mengelola keuangan lebih bijak lagi di masa datang.
Catatan pengeluaran yang kita buat bisa dilakukan dengan cara yang paling mudah, dengan hanya pinsil dan kertas, atau kita dapat memanfaatkan berbagai program keuangan yang dapat membantu kita untuk mengumpulkan berbagai transaksi pengeluaran yang kita lakukan setiap bulannya.
Setelah membuat catatan pengeluaran, selanjutnya adalah menganalisa pengeluaran yang kita lakukan. Apakah sepatu merupakan hal yang membebani anggaran Anda? Atau tiket konser atau hiburan? Atau belanja untuk makan sehari-hari lebih besar dari makan malam setiap akhir minggu? Bila banyak yang dirasa kurang baik, jangan salahkan diri kita. Bersukurlah sekarang kita dapat melihat hal-hal yang kurang baik dan di jangka panjang kita dapat memperbaikinya.
Ingatlah untuk mengalokasikan untuk diri kita sendiri terlebih dahulu “pay yourself first”. Jangan kita lupa, satu hal terpenting dari pengeluaran yang kita lakukan adalah membayar untuk diri kita sendiri atau menabung. Masukkan anggaran untuk investasi dalam catatan pengeluaran yang telah dibuat.
Aturan dalam mengembangkan perencanaan anggaran adalah sebagai berikut:
Pertama, jujur terhadap diri kita sendiri karena semua ini adalah untuk kita dan masa depan kita. Kalau kita tidak bisa jujur terhadap diri kita sendiri, maka bagaimana kita dapat merencanakan kehidupan yang lebih baik di masa datang?
Kedua, tentukan tujuan keuangan yang realistik dimana kita berkomitmen untuk mencapainya. Hal ini akan jauh lebih baik dari pada menginginkan sesuatu yang “wah” tapi kita tidak memiliki keinginan untuk mencapainya.
Ketiga, usahakan agar kita terbuka untuk berbagai perbaikan. Meninjau ulang berbagai pengeluaran yang kita lakukan adalah langkah bijak untuk merenda perjalanan kehidupan keuangan yang lebih baik di masa datang.

Utang dan Kartu Kredit
Dengan tingkat suku bunga yang mencapai tingkat terendah dalam sejarah, kita tentunya seperti beribu-ribu orang lainnya, memanfaatkan uang orang lain untuk membeli sesuatu, seperti membeli rumah yang lebih baik atau mobil. Dengan mulai naiknya tingkat suku bunga, ada baiknya bila kita meninjau ulang berbagai utang yang kita miliki saat ini.
Salah satu jenis kredit atau utang yang sebaiknya diperhatikan dengan bijak adalah penggunaan kartu kredit. Kartu kredit memiliki banyak sekali kemudahan, tapi jangan kemudahan tersebut malah membuat Anda terlilit utang yang berkepanjangan.
Yang harus diingat, prinsip utang dengan kartu kredit merupakan utang jangka pendek sehingga pelunasannya sebaiknya diusahakan dapat dilakukan kurang dari 3 bulan (mengingat besarnya bunga yang harus dibayar).
Dengan penghasilan regular tentunya akan sangat mudah bagi kita untuk mendapatkan kartu kredit. Banyak sekali kemudahan yang diberikan oleh kartu kredit, tapi banyak orang yang salah dalam memanfaatkannya. Yang tadinya dirasa sangat membantu, tapi ujung-ujungnya malah membuat kita kesulitan.
Di bawah ini kami daftarkan beberapa kemudahan yang diberikan oleh kartu kredit:
1. Kemudahan dalam bertransaksi dimana pengguna kartu kredit tidak usah membawa uang tunai untuk berbelanja.
2. Kemudahan dalam melakukan pembayaran yang bisa dilakukan dengan mencicil atau membayar minimun dari tagihan yang dikirim tiap bulannya.
3. Kemudahan dalam menggunakan dana pihak lain tanpa bunga bila dilakukan pembayaran lunas tiap tagihan datang (grace period).
4. Kemungkinan mendapatkan berbagai hadiah atau tawaran dengan harga terdiskon khusus bagi pemegang kartu kredit tertentu.
5. Tingkat keamanan yang cukup tinggi.
6. Kemudahan untuk mengambil uang tunai melalui ATM. Beberapa informasi berikut perlu diperhatikan:
a) Pada saat mengambil uang tunai melalui ATM, maka secara langsung dikenakan fee pengambilan yang besarannya sekitar 30 sampai 40 ribu (tergantung institusi penerbit).
b) Bunga bulanan secara langsung akan berlaku, tidak ada masa tenggang atau grace period pada transaksi melalui ATM.
c) Bunga yang dikenakan lebih tinggi dari bunga biasa yang dibebankan dalam tagihan pembelanjaan biasa, paling tidak 4 % per-bulan.
Nah dari semua kemudahan yang diberikan, kita sebagai pemakai harus bijak melihat hal ini, sehingga kita dapat memanfaatkannya untuk keuntungan kita.
Inilah beberapa tip berkaitan penggunaan kartu kredit yang bijak. Penggunaan kartu kredit sebaiknya sebagai alat pembayaran keperluan sehari-hari atau biaya bulanan yang sudah dianggarkan. Sehingga apabila tagihan bulanan datang maka dapat dibayar dengan lunas karena memang sudah ada pos anggarannya. Tidak dikenakan biaya bunga apapun.
Kami tidak menganjurkan untuk mengambil uang tunai melalui ATM dengan kartu kredit. Karena selain beban administratif, bunga yang dibebankan juga sangat tinggi. Akan tetapi kemudahan ini tentu saja dapat digunakan terutama di saat kondisi darurat.
Penggunaan lain yang juga kami sarankan adalah kartu kredit untuk keperluan darurat. Dengan memiliki kartu kredit kita memiliki plafon utang yang tersedia langsung untuk kebutuhan darurat. Apabila kita terpaksa menggunakannya maka yang harus selalu diingat adalah kewajiban membayar bunganya saat mencicil setiap bulan.
Nah kalau kita mengikuti saran di atas berkaitan dengan kartu kredit, kami sangat yakin kita dapat merenda keuangan lebih baik lagi di masa depan. Kartu kredit bukan sekadar kartu gaya-gayaan, seperti yang banyak ditawarkan belakangan ini. Tapi merupakan kartu plastik yang bisa menjerumuskan kita ke dalam utang berkepanjangan.
Ketiga topik utama yang kami ulas di atas, merupakan awal dalam membangun kehidupan keuangan yang lebih baik di masa datang. Dengan perencanaan yang dikelola secara baik dan bijak, kami yakin kehidupan keuangan kita di masa datang—berkeluarga—akan semakin nyaman. Semoga bermanfaat.n
Tim ISOL (Sinar Harapan)