Showing posts with label finansial. Show all posts
Showing posts with label finansial. Show all posts

Tuesday, January 8, 2008

Hutang Yang Baik, Hutang Yang Jelek

Robert T. Kiyosaki: "Setiap kali berhutang uang kepada seseorang, kau menjadi pegawai uang mereka".
Ada orang mengartikan bahwa hutang adalah selalu buruk. Ada orang mengartikan bahwa hutang adalah bisa membuat kita menikmati kenikmatan yang tadinya tidak terjangkau. Robert T. Kiyosaki dengan tajam menjelaskan hutang yang baik dan hutang yang buruk.

Hutang yang baik adalah hutang yang dibayarkan orang lain untuk kita. Sedangkan hutang yang buruk adalah hutang yang kita bayarkan dengan keringat dan darah kita sendiri. Kalau seseorang mengambil pinjaman berjangka waktu 20 tahun, maka dia akan menjadi pegawai selama 20 tahun. Dan tidak seperti bekerja di kantor, maka mereka tidak memberinya jam emas ketika hutangnya lunas atau dia pensiun.

Apakah hutang untuk bisnis (modal kerja, investasi, dll.) adalah baik, hutang konsumtif (beli rumah. mobil, tour ke luar negeri) = jelek? Dua-dua jawabannya adalah belum tentu. Dari definisi Robert T. Kiyosaki di atas, hutang bisnis bisa menjadi jelek bila kita sendiri yang harus berkeringat dan mandi darah untuk membayarnya. Hutang bisnis menjadi baik ketika kita mempunyai sistem dan team/orang yang membayarkannya.

Demikian juga ayah kaya Robert T. Kiyosaki sangat menyukai properti sewaan. Ia mendorog Robert Kiyosaki untuk mempunyai property sewaan karena bank memberi pinjaman dan yang membayar adalah penyewa properti. Banyak orang menganggap bahwa jurus Robert Kiyosaki yang ini tidak dapat dipraktekan di Indonesia. Tapi pada kenyataannya banyak pengusaha di Indonesia yang menggunakan jurus ini. Mulai dari pengusaha kecil seperti pengusaha mesin fotocopy yang membuka cabang fotocopy, salon, yang mempunyai sistem dan team yang bekerja untuk mereka. Sedemikian sehingga sistem dan team yang membayar hutang bisnis dan properti yang ditempatinya. Demikian juga pengusaha besar seperti bank, hotel, mall, melakukan dengan hal yang sama.

Hutang konsumtif bisa baik ketika kita sudah mempunyai pasif income atau peternakan uang yang membayarkannya. Jadi boleh saja kita mempunyai hutang rumah, mobil, selama penghasilan kita dari sebelah kanan cashflow kuadrant lebih dari cukup untuk membayarkannya.

(Sumber: Advertorial di Media Indonesia, 19 Oktober 2004)
(http://whitezigo.blogspot.com)

Go Double "Teknik Cepat & Teruji Jadi Milyarder"

"Anything is POSSIBLE if You Really Want to"

"Yakini saja bahwa Anda bisa capai dan nikmati prosesnya, Anda akan belajar banyak dari latihan ini" demikian pesan guru saya yakni Bp. Wiwoho Guru NLP pertama saya sekitar 4.5 tahun lalu saat saya baru mulai menjajaki langkah menjadi Trainer atau Motivator. Dalam mindset saya, jika saya respect (baca: kagum) dengan seorang guru, maka akan saya kerjakan apa saja yang saya pelajari dari guru saya tanpa bertanya. Biarlah hasil yang akan berbicara. Sejak kecil saya selalu ingin menjadi murid kesayangan guru-guru saya. Sehingga saya selalu ingin membuktikan bahwa apa yang diajarkan oleh guru saya tidaklah sia-sia, bahkan sangatlah bermanfaat untuk diri saya dan orang banyak. Dan sekarang saya bagikan pengalaman tersebut di portal ini: www.PortalNLP.com

Bagaimana saya memahami sesuatu, jika belum saya lakukan dan buktikan, demikian prinsip saya. Dalam benak saya tidak ada kata gagal, yang ada hanyalah belajar. Kalau belajar, belajarlah dengan sungguh-sungguh. Saat itu juga saya ambil keputusan dalam hati untuk menerapkan teknik ini, toh nggak ada ruginya. Pasti untung malahan! Paling tidak bisa mencapai jumlah uang ratusan juta, jika belum berhasil mencapai milyarder he..he..

Esok harinya, saya langsung buka rekening baru khusus untuk menjalankan program ini, saat ditanya oleh Mbak Ani marketing BCA Johar Baru mengapa saya buka rekening baru padahal saya sudah ada beberapa rekening, saya menjawab saya sedang latihan menabung untuk menjadi milyarder. Rupanya dia mengamati dan dia bingung lihat pola tabungan saya yang unik yakni dimulai uang tabungan minimum Rp. 500.000,- sebagai syarat membuka rekening baru dan setoran awal Rp. 10.000,- saja yang hanya bisa dilakukan melalui transfer di mesin ATM. Dia berpesan: "Pak Krishna, uang administrasinya setiap bulan Rp. 5.000,- lho pak, apa nggak nanti uang bapak makin berkurang setiap bulannya kalo setorannya kecil-kecil" Saya hanya menjawab dengan senyuman saja...

Ide menabung untuk menjadi Milyarder ini sungguhlah sangat sederhana yakni menggandakan jumlah tabungan Anda di bulan berikutnya. Saya gunakan saja istilah yang sederhana yakni GO DOUBLE. Cara kerjanya sederhana, contoh: bulan ini Anda menabung yang ke 6 yakni Rp. 320.000,- maka akumulasi jumlah tabungan Anda adalah Rp. 630.000,- maka otak Anda akan berpikir demikian: "Jika aku bisa dan memang pernah mencapai jumlah tabungan Rp. 630.000,- maka akupun bisa mencapai jumlah Rp. 640.000,- karena hanya menambah Rp. 10.000,-" Maka Andapun akan berusaha mencapainya karena jumlah tersebut sangat memungkinkan untuk dicapai. Begitulah seterusnya terjadi demikian. Lihat contoh dibawah ini.

Bulan ke - Tabungan - Akumulasi Tabungan

1. Rp. 10.000,- Rp. 10.000,-

Saya memulai program ini dengan jumlah awal Rp. 10.000,- Anda bisa memulai dengan jumlah uang berapapun sesuai dengan keyakinan Anda. Lalu saya lanjutkan pada bulan berikutnya dengan menambah jumlah tabungan saya dua kali lipat dari sebelumnya yakni sbb:

2. Rp. 20.000,- Rp. 30.000,-

3. Rp. 40.000,- Rp. 70.000,-

Nah, saat-saat awal ini sungguh kesabaran kita diuji untuk menunggu bulan berikutnya karena kita merasa sangat mudah sekali mencapai jumlah tabungan ini. Banyak teman seangkatan saya atau teman-teman lain yang ikutan bersama-sama menjalankan program ini bertanya, boleh nggak kita langsung ke langkah 9 atau 10, bahkan langsung ke 12 misalnya. "Toh, saat ini uang tabungan saya adalah Rp. 10 jutaan tuh", jadi saya mulai saja dari angka tersebut dan melanjutkannya. Saya hanya bilang: "Wah, saya juga nggak tahu. Saya hanya nurut saja pesan Pak Wiwoho untuk mulai dari jumlah awal yang memang sangat kecil dan melangkah perlahan-lahan terus merangkak dan naik keatas". Dan sayapun tetap setia untuk menabung sedikit demi sedikit, walau hati saya rasanya ingin cepat-cepat mencapai bulan berikutnya.

Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.

4. Rp. 80.000,- Rp. 150.000,-

5. Rp. 160.000,- Rp. 310.000,-

6. Rp. 320.000,- Rp. 630.000,-

Sampai bulan ke 6 ini, jumlah real akumulasi tabungan saya lebih kecil dari jumlah diatas karena dipotong biaya administrasi bank setiap bulannya. Namun saya tetap sabar untuk mengikuti aturan permainan menjadi Milyader ini dengan menyetor jumlah yang telah ditetapkan pada tanggal yang sama setiap bulannya.

7. Rp. 640.000,- Rp. 1.270.000,-

8. Rp. 1.280.000,- Rp. 2.550.000,-

9. Rp. 2.560.000,- Rp. 5.110.000,-

10. Rp. 5.120.000,- Rp. 10.230.000,-

Permainan mulai seru, saya harus benar-benar mengetatkan uang pengeluaran saya agar setiap bulan dapat menyetor dengan baik jumlah uang yang telah saya sepakati. Pengalaman saya disini adalah makin hati-hatinya saya membelanjakan uang untuk hal-hal yang belum terlalu penting atau tidak penting dan tidak mendesak.

11. Rp. 10.240.000,- Rp. 20.470.000,-

12. Rp. 20.480.000,- Rp. 40.950.000,-

Nah, untuk mengumpulkan uang setoran tabungan sejumlah Rp. 20 jutaan, saya benar-benar memonitor jumlah uang saya setiap harinya. Saya mengatur dengan ketat uang masuk dan uang keluar, akhirnya saya berhasil mengumpulkan jumlah uang ini dan saya setorkan sejumlah yang telah direncanakan pada tanggal yang telah ditentukan yakni tanggal setoran yang sama dengan bulan sebelum ini.

Ilmu orang dulu sangat berguna: "Jangan lebih besar pasak dari pada tiang"

Namun untuk bulan selanjutnya? Oh..oh..mulai makin besar. Namun otak kita sangatlah mudah diajak kompromi he..he.. Otak saya berkata: "Jika saya sekarang mampu mengumpulkan uang sejumlah Rp. 40.950.000,- maka saya hanya perlu mengulanginya saja untuk mencapai jumlah tersebut dan ditambah Rp. 10.000,- Betul sekali, bukan?

13. Rp. 40.960.000,- Rp. 81.910.000,-

14. Rp. 81.920.000,- Rp. 163.910.000,-

Uh, setoran ke 14 ini saya perlu waktu 2 bulan untuk mengumpulkan jumlah tersebut. Namun, pengalaman berharga yang saya alami adalah meningkatnya rasa dalam diri saya bahwa jumlah uang tersebut sangat mungkin dicapai. Agak berbeda dengan teknik yang saya pelajari sebelumnya yakni teknik Self Hypnosis yang tidak pernah saya capai, walau jumlah angka yang ingin saya capai sudah saya tanamkan atau internalisasi kedalam pikiran bawah sadar saya (subconcious). Teknik NLP GO DOUBLE ini lebih pas untuk saya karena selain meningkatkan jumlah uang yang terkumpul secara bertahap, juga sekaligus meningkatkan rasa dalam diri saya bahwa menjadi milyarder adalah mungkin sekali mencapainya.

15. Rp. 163.840.000,- Rp. 327.670.000,-

He..he.. setoran ke 15 ini akhirnya tercapai juga, walau mengumpulkan uangnya perlu 3 bulanan. Agak ngos-ngosan tapi rasa seru dan rasa gelora ingin mewujudkan jumlah Rp. 1 Milyar sangatlah dan makin kuat saja, sehingga dorongan rasa inilah yang akhirnya membuat jumlah tersebut tercapai.

16. Rp. 327.680.000,- Rp. 655.350.000,-

Nah, semakin besar jumlah uang yang ingin saya kumpulkan membuat saya semakin kreatif dalam mengumpulkan uang. Ada saja ide yang muncul untuk mengumpulkan uang. Saya sangat berterima kasih pada Pak Wiwoho karena ide menabung menjadi Milyader ini membuat saya menjadi sangat kreatif. Uang yang saya kumpulkan tidak hanya dari penghasilan sebagai pembicara atau trainer. Oh ya, setoran ke 16 ini saya kumpulkan dalam waktu kurang lebih 4 bulan, ya cukup lama dan stres he..he.

17. Rp. 655.360.000,- Rp. 1.310.710.000,-

Anda pasti bisa rasakan gelora dalam diri saya saat selangkah lagi menjadi Milyarder, luar biasa besarnya gelora tersebut. Sungguh tidak ada kata menyerah untuk mencapainya. Buat saya, yang paling penting adalah membuktikan bahwa cara atau metode ini benar dan akhirnya bisa berguna untuk orang banyak. Saya semakin seru mengumpulkan uang, benar-benar saya menjadi Magnet Uang. Apapun yang saya kerjakan akan jadi uang dan saya kumpulkan ke pundi-pundi khusus agar benar-benar mencapai jumlah Rp. 655.360.000,-

Saya tidaklah tertarik untuk menjadi kaya raya, karena hidup saya sangat sederhana. Sampai saat inipun baju yang saya miliki hanya 7 lembar, kalau saya dapat atau beli baju baru maka baju yang ada akan saya berikan kepada orang lain. Namun, gelora dalam diri saya untuk mencapai dan membuktikan cara atau metode ini yang sungguh sangat kuat. Saya ingin menginspirasi orang banyak bahwa berhemat, hidup prihatin lalu menabung adalah kunci menjadi kaya batin dan lahir.

Dengan segala upaya kreatif dan positip, akhirnya setoran ke 17 inipun tercapai dalam waktu sekitar 5-6 bulan. Jadi total waktu saya mencapai jumlah tabungan Rp. 1 milyar sekitar 2 tahun lebih, lebih lama dari program awal yakni 18 bulan. Namun, waktu bukanlah ukuran yang penting. Yang terpenting adalah RASA dalam diri saya bahwa hal ini mungkin sekali untuk diwujudkan. Anything is POSSIBLE if you really want to.

Rasa vibrasi positip dalam diri terus meningkat, maka gelora usaha untuk berkaryapun meningkat. Saat karya meningkat, maka hasilpun akan mengikuti. Begitu selanjutnya dan siklus ini akan semakin besar dan semakin besar. Lalu, siap untuk langkah selanjutnya yakni ke 18.

18. Rp. 1.310.720.000,- Rp. 2.621.430.000,-

Bagaimana hasilnya? Anda haruslah mencobanya dan rasakan sendiri, sungguh luar biasa seru deh!

Begitulah pengalaman saya dalam menerapkan apa yang Pak Wiwoho ajarkan kepada kami para muidnya yakni cara cepat yang sudah teruji untuk menjadi Milyarder. Sederhana, cepat dan teruji. Thanks Pak Wiwoho!

Mindset kaya raya buat saya adalah "The more money I have, the more money I have to give"

Penutup, tetaplah ingat pesan orang tua kita jaman dulu:

"Jangan belanjakan uang yang belum berada di tangan"

"Jangan belanjakan uang yang bisa ditabung"

"Jangan tabung uang yang harus dibelanjakan"

Krishnamurti
(http://pur-nomo.blogspot.com)

Brian Tracy: Delapan Puluh Persen Uang Dihasilkan Oleh Entrepreneur Dan Sales Person

Berita baik ini disampaikan oleh Brian Tracy dalam seminar Sales Mastery 2006 di Ballroom Hotel Mandarin, Jakarta, Selasa 17 Oktober 2006. Fakta ini bukanlah hal yang baru buat saya. Cuma, pengulangan dari Brian Tracy ini semakin meyakinkan saya bahwa saya berada di jalur yang tepat.

Memang, peluang terbesar menjadi kaya di dunia adalah menjadi entrepreneur dan sales person. Sementara 20 persen sisanya dibagi kepada para selebritis, politikus, birokrat, atlet, profesional dan pekerjaan-pekerjaan dengan keahlian khusus lainnya. Bagian yang 20 persen ini khusus diperuntukkan bagi orang-orang dengan special talent yang hanya dimiliki oleh sebagian kecil penduduk bumi alias minoritas.

Ada kesamaan dari 500 orang terkaya di Amerika Serikat, yaitu tidak ada yang mereka semua memulainya tidak dari kualitas hidup yang sama. Mereka semua memulainya dari nol.

Berita baiknya, semua keterampilan untuk menjadi kaya melalui jalur entrepreneur dan sales bisa dipelajari, kata Brian Tracy yang telah memberikan pelatihan kepada lebih dari 1.000 perusahaan dan berbicara di hadapan lebih dari 3 juta orang ini.

Masalahnya adalah untuk mempelajari semua keterampilan itu butuh usaha keras dan waktu. Kenyataannya, 80 persen orang itu malas untuk take action mewujudkan cita-cita dan keinginannya. Untuk mulai mempraktekkan keterampilan baru itu pun butuh perjuangan yang berat. Namun, ilmu atau keterampilan itu akan semakin mudah dikuasai setelah dipraktekkan berulang-ulang. Dengan terus mempraktekkannya, maka proses selanjutnya akan semakin cepat dan semakin cepat saja. Ibarat orang belajar naik sepeda, lama kelamaan dia akan bisa naik sepeda tanpa memegang setangnya. Bahkan bisa berakrobat di atas seutas tali.

Penulis produktif yang rata-rata menghasilkan 4 buku per tahun ini kemudian menceritakan kisah bagaimana kawannya belajar keterampilan di bisnis real estate. Awalnya berat sekali baginya untuk membeli properti pertamanya. Butuh waktu 6 bulan. Kemudian dibutuhkan waktu 5 bulan untuk properti keduanya, lebih singkat. Empat bulan kemudian dia dapat properti ketiganya. Kemudian bahkan dia bisa membeli properti sekali seminggu. Dan akhirnya dia bisa membeli 100 properti sekaligus. Ya, dia mempraktekkan pengulangan terus menerus. Repetition is the mother of skill. Karena sudah terbiasa, lama kelamaan dia hanya menggunakan intuisi saja untuk membeli propertinya.

Sebenarnya banyak yang bisa saya sharing dari seminar ini. Insya Allah akan saya lanjutkan dalam tulisan berikutnya.

Salam FUUUNtastic TDA!
Roni, (http://roniyuzirman.blogspot.com)

Menciptakan Passive Atau Massive Income Dulu?

Pertanyaan ini juga sering menggelayut di benak saya beberapa tahun lalu.

Saya senang sekali dengan idenya Om Robert Kiyosaki: perbanyaklah passive income. Sehingga kita tidak lagi mengandalkan dari active income.

What a great idea!

Sebenarnya istilah passive income ini bukan berasal dari Robert Kiyosaki. Orang pertama yang melontarkan istilah ini adalah Buckminster Fuller, seorang jenius multi bakat.

Hampir semua tokoh sukses, motivator, pembicara top di dunia ini ilmunya adalah turunan dari Buckminster Fuller ini, termasuk Robert Kiyosasi, Jim Rohn, Anthony Robbins, Bob Proctor dan lain-lain.

Nah, dalam penerapan ide ini, banyak penganutnya yang mengalami kendala.

Mereka begitu antusias mencari passive income. Mulai dari aktif di MLM, main properti dan saham.

Ada yang berhasil, tapi banyak juga yang tumbang, rugi, kecewa dan putus asa dalam mengejar passive income ini.

Akhirnya, kita harus melihat ide ini dengan bijak, sesuai dengan situasi dan kondisi lokal di Indonesia.

Untuk mengejar passive income, ada batas dan kelemahannya. Salah satunya adalah hampir tidak ada properti yang cicilannya lebih kecil dari pendapatan sewa, kecuali rumah kos-kosan dan kios di lokasi tertentu.

Itu fakta yang berbeda dibandingkan dengan di Amerika sana.

Haruskah kita semua terjun menjadi juragan kos-kosan? Tentu tidak.

Pak Tung Desem Waringin, sejak dulu sering menyarankan saya untuk menciptakan massive income dulu (pendapatan yang besar). Setelah itu barulah investasi yang menghasilkan passive income.

Hal ini dia buktikan sendiri. Kita semua sudah menyaksikan bahwa Pak Tung mungkin adalah salah seorang yang berpenghasilan terbesar di Indonesia saat ini.

Setelah itu barulah dia masuk ke passive income. Beberapa aset properti mulai diakumulasinya. Terakhir saya dengar Pak Tung sedang membangun resort di Mexico.

Brad Sugars pun menyarankan demikian dalam bukunya Cara Cepat Menjadi Kaya (BIP).

Ciptakan massive income melalui bisnis dulu. Baru setelah itu mainkan kelebihan dananya untuk investasi dan lain-lain.

Seorang teman yang cukup sukses menerapkan teori passive income ini akhirnya menyadari bahwa dia juga perlu massive income untuk lebih meningkatkan passive incomenya itu. Soalnya, kalau hanya mengandalkan passive income dari properti dan sebagainya, tentu memiliki keterbatasan bila ingin di-leverage (diungkit) lebih tinggi lagi. Akhirnya, sekarang teman ini mulai berbisnis untuk menciptakan massive income.

Salam FUUUntastic!

Wassalam,

Roni,
Owner, Manet Busana Muslim (pemenang Enterprise 50)
Founder, Komunitas Bisnis TDA
Managing Partner, Quantum Business and Investment
(http://roniyuzirman.blogspot.com)

I Quit....!

Belakangan ini, ada cukup banyak orang yang saya kenal yang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Seorang rekan sesama engineer mengumumkan bahwa ini adalah last trip-nya ke offshore, setelah itu dia resign. Saya tidak tahu persis alasannya, kelihatannya dia ingin sekolah lagi. Mailbox-nya penuh dengan email tentang program bea siswa. Seorang rekan dari departemen lain juga mengundurkan diri, kabarnya mendapat tawaran pekerjaan (dengan pendapatan) lebih baik di North Sea.

Di perusahaan minyak yang menjadi client kami juga sedang terjadi eksodus. Melambungnya harga minyak dunia menyebabkan tenaga ahli dan trampil di dunia minyak dan gas bumi naik daun. Dari Balikpapan mereka menyebar ke berbagai tempat baik di Indonesia maupun di luar negeri. Gosip yang berseliweran pun tidak kalah seru. Si Anu pindah ke Brunei, dibayar USD 500 per hari, 4 minggu kerja dan 4 minggu libur. Si Una pindah ke perusahaan Cina, gajinya sekian puluh juga per bulan. Dan seperti biasa, namanya juga gosip, tentu agak-agak sulit dikonfirmasi.

Ada banyak alasan kenapa orang mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ada yang ingin sekolah lagi, ada yang jenuh dan ingin mencari suasana baru, ada juga yang ingin tantangan baru. Tapi alasan kebanyakan orang pindah pekerjaan adalah karena ingin meningkatkan penghasilan.

Memang kebanyakan dari kita berasumsi bahwa dengan penghasilan yang bertambah, maka masalah hidup yang kita hadapi akan berkurang. Dan sekilas memang kelihatannya seperti itu. Kebanyakan dari kita memang menghadapi masalah bahwa uang yang kita miliki seolah tidak pernah cukup. Biaya hidup selalu naik. Apalagi dengan melambungnya harga minyak seperti sekarang ini. Nyawa peradaban manusia modern adalah minyak bumi. Naiknya harga minyak bumi menyebabkan naiknya harga hampir semua barang. Kenaikan biaya hidup menyebabkan pendapatan kita tidak pernah cukup. Kenaikan gaji tidak pernah bisa mengimbangi kenaikan harga.

Tapi benarkah asumsi kita tersebut? Apakah ada korelasi positif antara peningkatan penghasilan dan penurunan masalah? Ternyata tidak selalu. Robert Kiyosaki sudah menyanggah asumsi ini dalam beberapa bukunya. Anda tidak pernah mendengar nama Robert Kiyosaki? Tidak pernah membaca satu pun buku tulisannya? Ya jangan heran kalau anda menghadapi masalah finansial ;) Saya tidak akan mengulangi apa yang sudah dia tulis, silakan anda baca sendiri.

Anda pernah mendengar nama Maria Gunawan? Beliau seorang pengusaha perhiasan dari Malang yang cukup mapan. Saya tidak kenal beliau, tapi saya punya sebuah audio book (judulnya Yang Membuat Saya Tertarik) di mana beliau berbicara tentang bagaimana seiring dengan berkembangnya usaha jual beli perhiasannya dan meningkatnya penghasilannya, ternyata berkembang juga berbagai masalah hidup yang dihadapinya. Kalau anda masih bersikeras bahwa masalah hidup anda akan lenyap kalau gaji anda semakin besar, anda perlu mendengarkan cerita beliau. Serius.

Dan kalau anda mau lihat di sekeliling anda, anda akan bisa lihat sendiri contoh-contoh yang cukup nyata. Ada banyak sekali orang Indonesia yang bekerja ke luar negeri, menjadi TKI atau TKW, untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Dalam seminggu, berapa kali anda mendengar berita tentang malangnya nasib TKW, baik di koran, di TV, maupun di media lain?

Di Bali ada banyak sekali orang yang bekerja di kapal pesiar. Penghasilan yang mereka dapat cukup menggiurkan. Tapi, untuk mendapatkan penghasilan itu, mereka harus rela meninggalkan keluarga kurang lebih 9 bulan sekali trip. Untuk mereka yang masih bujangan, mungkin tidak terlalu masalah. Tapi untuk mereka yang sudah berkeluarga, itu tentu bukan masalah yang bisa dianggap mudah.

Kalau penghasilan yang lebih besar tidak menyelesaikan masalah, lalu apa solusinya? Masalahnya bukan pada jumlah penghasilannya. Masalahnya adalah pada cashflow. Kalau anda bisa mengatur supaya cashflow anda selalu positif, maka masalah keuangan anda akan berakhir. Jaga agar pengeluaran selalu lebih kecil dari pemasukan, maka anda tidak akan punya masalah keuangan. It's a fact.

Tetapi, tidak selalu mudah menjaga dan mengatur agar cashflow selalu positif. Setiap orang tentu punya fixed cost yang tidak bisa ditawar. Paling tidak, setiap orang butuh makan, butuh pakaian, dan butuh tempat tinggal. Kalau penghasilan anda masih di bawah fixed cost anda, maka meningkatkan penghasilan adalah suatu keharusan. Tetapi masalahnya, kebanyakan orang (termasuk saya) kalau penghasilannya bertambah maka gaya hidupnya akan ikut berubah. Kalau income naik, pengeluaran akan ikut naik. Barang-barang yang tadinya dirasa tidak perlu, mulai terasa menjadi keharusan. Waktu membeli barang dan jasa pun mulai mempertimbangkan merek, kualitas, dan biasanya gengsi :)

Ini wajar. Semua orang tentu ingin meningkatkan kualitas hidup. Tapi kalau tidak diikuti dengan cashflow management yang baik, maka kenaikan penghasilan yang anda dapat dengan pindah tempat kerja, bekerja lembur, atau malah bekerja di dua tempat atau lebih pada saat yang bersamaan akan tidak banyak membantu memecahkan masalah hidup anda.

Rumusnya sebenarnya sederhana saja.

* Atur cashflow anda supaya tetap positif.

* Gunakan kelebihan cashflow tersebut untuk mulai membangun aset. Aset adalah sesuatu yang bisa mendatangkan uang dalam bentuk passive income untuk anda.

* Perbesar aset anda, sampai aset anda bisa memberikan penghasilan yang melebihi pengeluaran anda.

* Kalau aset anda sudah memberikan passive income yang melebihi pengeluaran anda, voila.... financial freedom...!

Untuk anda yang saat ini sedang memutuskan untuk pindah tempat kerja, mencari ladang baru yang lebih hijau rumputnya, lebih segar udaranya, lebih bening airnya, saya ucapkan selamat. Kalau anda masih dalam tahap wawancara, saya punya sedikit bekal untuk anda , mudah-mudahan bermanfaat. Semoga anda menemukan apa yang anda cari. Tapi jangan lupa: atur cashflow, dan bangun aset anda.

Ngomong-ngomong, sementara anda sibuk mencari-cari tempat kerja baru, tahukah anda bahwa paling tidak ada sepuluh alasan mengapa anda seharusnya tidak mencari pekerjaan sama sekali?

Nyenkaden (http://nyenkaden.blogspot.com)

Pelajaran Dari Orang-Orang Kaya Dalam Mengembangkan Kekayaannya

Yang Kaya Bertambah Kaya....

Beberapa waktu lalu, sepasang suami istri menelepon kami dan berkeinginan untuk berkonsultasi berkenaan dengan keadaaan keuangan keluarga mereka.

Mereka merasa bahwa setiap bulan mereka harus “gali lubang tutup lubang” atau penghasilan bulanan selalu saja habis untuk kebutuhan bulanan, padahal mereka memiliki beberapa keinginan atau tujuan masa depan yang mereka sangat diidamkan. Bagaimana mengatur dan mensiasati situasi keuangan mereka sehingga mereka dapat memulai untuk menyisishkan uang untuk tujuan masa depan, menjadi suatu kebutuhan.

Selama konsultasi berjalan, kami mendapati beberapa hal yang menurut hemat kami harus dirubah. Pengeluaran yang mereka lakukan selalu saja untuk orang lain. Hampir tidak pernah mereka mengembangkan suatu pola di mana mereka mengeluarkan atau membelanjakan uangnya untuk tujuan masa depan mereka.

Mereka kurang melihat dan memberikan daya kekuatan mereka untuk dapat mencapai apa yang menjadi keinginan mereka di masa depan. Mungkin Anda bingung, bagaimana membelanjakan uang untuk tujuan masa depan?

Dalam uraian kali ini kami akan berbagi dengan para pembaca, bagaimana kita, orang-orang golongan menengah ke atas dapat mengumpulkan dana dan hidup sejahtera selamanya? (dalam arti kebebasan finansial).

Berikan uang sebesar Rp 1 miliar dan akan aku lipatkan menjadi Rp 2 miliar. Mungkin inilah salah satu pernyataan yang dapat dikualifikasikan sebagai sebuah kebodohan. Bukannya pernyataan ini salah, tapi karena ini sudah seperti kenyataan. Setiap orang dapat melipatgandakan Rp 1 miliar menjadi Rp 2 miliar. Yang sulit dan banyak menemukan batu sandungan adalah mengumpulkan Rp 1 miliar pertama.

Satu pernyataan lain, seperti judul di atas, “yang kaya akan bertambah kaya, yang miskin bertambah miskin”. Banyak orang menjadikan pernyataan ini sebagai suatu senjata politik, di mana diartikan sebagai alat untuk mengenakan pajak yang lebih besar kepada orang-orang kaya dan mendistribusikan uangnya kepada yang kurang beruntung (miskin).

Rahasia Orang-orang Kaya

Pernyataan ini tidaklah salah, tapi memiliki arti yang sangat berbeda. Kami melihat, adanya suatu rahasia orang-orang kaya dalam mengumpulkan kekayaannya, bukan dengan pola KKN seperti yang banyak terjadi di Indonesia di tahun-tahun lalu, tapi pola investasi sederhana yang mereka kembangkan untuk dapat mencapai tujuan masa depan yang menjadi impian mereka. Bukan pula mereka mendapatkannya dari warisan. Mungkin warisan membuat mereka tetap kaya, tapi warisan bukanlah yang membuat mereka kaya dari awal.

Bila Anda melihat sejarah keluarga kaya, (dalam waktu yang cukup jauh) maka Anda pasti akan mendapati bahwa mereka dulunya juga hampir sama seperti orang-orang miskin yang ada sekarang. Dalam hal ini kami ingin memberikan suatu gambaran di mana keluarga kaya sekarang dulunya bangkrut, tapi kami merasa bahwa mereka tidak miskin dalam arti sebenarnya (dalam pikiran mereka).
Kebangkrutan berkaitan dengan uang dan Anda pasti dapat memperbaikinya. Sedangkan kemiskinan adalah buah pikiran yang ada dalam kepala Anda yang membuatnya sulit untuk diperbaiki dan dirubah.

Bagaimana Anda dapat memperbaiki situasi keuangan Anda? Dalam hal ini tidak ada hal yang mudah seperti halnya sulap. Tiba-tiba Anda menjadi kaya. Semua ini membutuhkan kerja keras, keuletan, dan kesinambungan.

Memperoleh penghasilan setiap bulan dan selalu menyisihkan, walau sedikit untuk mulai mengakumulasi kekayaan Anda. Dalam hal ini hanyalah waktu yang menjadi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu jangan tunda untuk memulai mengumpulkan kekayaan Anda. Mulailah sekarang bila Anda belum memulainya.

Orang-orang miskin akan tetap miskin karena mereka selalu melakukan kebiasaan mereka, yaitu mendapatkan penghasilan dan selalu membelanjakan penghasilan mereka untuk kebutuhan sekarang yang mengakibatkan mereka gagal dalam memulai dalam mengumpulkan kekayaan.

Menyisihkan Uang

Tidak semua orang kaya memulainya dengan Rp.1 miliar, tapi mereka mulai untuk menyisihkan sedikit uang dari pendapatan perbulannya secara regular dan menginvestasikannya. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari kebiasaan mereka dalam menyisihkan dan mengumpulkan kekayaan mereka.

Kebanyakan dari mereka memulai untuk menyisihkan uang di saat mereka muda. Anda bertanya, bagaimana bila sekarang kita sudah tidak terlalu muda lagi, sebut saja di usai 30-an tahun, bagaimana kita dapat mengumpulkan kekayaan seperti mereka memulainya dari usia dini? Memang dari setiap tahun Anda menundanya, Anda tidak dapat mendapatkan kembali waktu tersebut dengan perkembangan uang Anda. Tapi harus diingat bahwa di usia Anda yang sekarang berkisar di usia 30-an tahun maka waktu Anda masih cukup panjang, di mana dalam usia tersebut belum setengah dari perjalanan hidup Anda. Memang umur bukanlah kekuasaan kita. Tuhanlah yang memutuskan kapan kita harus kembali kepadaNya.

Tapi secara umum sekarang ini tingkat mortalitas kehidupan semakin meningkat di mana rata-rata usia manusia bertambah bisa mencapai 70 sampai 80 tahunan. Ini semua bisa terjadi karena masyarakat sudah mulai merasakan pentingnya untuk hidup sehat, dengan memilih bahan makan yang lebih baik, yang pada akhirnya memberikan kesehatan kepada mereka. Ditambah lagi sekarang ini teknologi kedokteran semakin berkembang dengan pesat yang pada akhirnya membantu Anda dalam masalah pengobatan penyakit.

Jadi kalau Anda tanyakan, bagaimana kita dapat mengejar mereka yang memulainya di usia muda? Memang tidak bisa. Tapi jangan dulu Anda bersedih karena Anda masih memiliki waktu yang sangat panjang untuk mengumpulkannya.

Secara umum mereka mulai menyisihkan dan menginvestasikan uangnya dalam jumlah kecil. Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa, mencapai apa yang sering disebut belakangan ini dengan kebebasan finansial tidak harus dengan investasi yang besar. Hanya dengan menyisihkan sebagian kecil dari penghasilan Anda setiap bulan dan menginvestasikannya, Anda juga dapat mencapai itu semua.

Dimulai dengan hanya 10 persen dari penghasilan Anda setiap bulan dan meningkat sejalan dengan penghasilan Anda yang meningkat. Yang perlu diperhatikan adalah Anda harus menyisihkannya di depan. Jadi jangan setelah Anda menggunakannya untuk kebutuhan bulanan baru Anda berpikir untuk menyisihkan uang untuk diinvestasikan. Tapi begitu Anda menerima uang dari gaji bulanan maka sisihkan terlebih dahulu 10 persen dari pendapatan Anda dalam bentuk investasi. 10 persen dari penghasilan tidak akan banyak merubah gaya hidup yang Anda jalani sekarang. Jadi tidak ada lagi alasan bagi Anda untuk menunda guna memulai menyisihkan uang untuk mencapai kebebasan finansial yang Anda inginkan.

Mereka menyisihkannya dan menginvestasikannya secara berkesinambungan.

Dengan penghasilan yang terbatas, maka Anda harus dapat melakukan penyisihan uang dari keterbatasan itu secara regular. Pola investasi dollar cost averaging menjadi sangat diperlukan. Lakukan penyisihan uang untuk tujuan masa depan Anda secara terus menerus. Dengan investasi sedikit pada awalnya, dengan berjalannya waktu dan terus menyisihkan dana, pada akhirnya akan terkumul juga dana yang besar.

Waktu adalah satu-satunya yang akan membuat uang sedikit yang Anda investasikan menjadi kekayaan. Seseorang yang berusia 20 tahun, menyisihkan uang setiap bulan sebanyak Rp 200.000 dengan tingkat pengembalian investasi 14 persen akan berjumlah Rp 500 juta dalam waktu 45 tahun, hanya sekitar Rp 6700/hari. Jarang sekali kita temui, pemuda berusia 20 tahunan yang sudah memulai meyisihkan dananya untuk masa depan walau dalam besaran yang sedikit.

Mereka selalu menginvestasikannya dengan bijaksana.

Bila kita belajar dari mereka atau orang-orang yang bisa disebut kaya, mereka tidak akan pernah membiarkan uang mereka berdiam diri tidak beranak-binak. Bila hitungan yang bisa disisihkan terlalu sedikit maka mereka akan menyimpannya dalam tabungan, begitu jumlahnya sudah mencukupi maka mereka akan menempatkannya dalam investasi yang memberikan tingkat pengembalian lebih baik dan tentunya dengan tingkat tolernasi resiko yang bsia ditanggung.

Dalam kehidupan keuangannya tidak pernah mereka menyimpan dalam bentuk tunai di tangan kecuali apa yang mereka butuhkan untuk kebutuhan harian. Jadi selama masa investasi mereka tidak pernah membiarkan uangnya untuk mendekam di rumah dan dibiarkan tidak berkembang. Jadi biarkan uang Anda beranak-pinak.

Mereka tidak pernah membiarkan segala suatu menghambat mereka untuk menabung atau menyisihkan uangnya secara regular.

Setiap orang pasti akan mengalami perubahan dalam siklus kehidupannya, perubahan baik maupun perubahan buruk. Bagi mereka, orang-orang kaya, siklus kehidupan tidak merubah niat mereka di awal untuk dapat menyisihkan uangnya secara regular. Walau di saat-saat susah sekalipun mereka terus melakukan penyisihan dan menginvestasikannya untuk tujuan masa depan.

Pernahkan Anda menyalahkan sesuatu yang mengakibatkan Anda tidak dapat menabung untuk tujuan masa depan Anda? Karena baru saja berpindah lokasi kerja yang membutuhkan berbagai kebutuhan menyebabkan Anda tidak menyisihkan uang Anda untuk tujuan masa depan. Menikah atau membesarkan anak-anak karena kebutuhan akan biaya yang sangat besar juga bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan penyisihan untuk kehidupan masa depan mereka.

Anda bisa menyebutkan berbagai alasan untuk tidak melakukannya tapi ingat bahwa semua yang Anda lakukan sekarang akan berakibat di masa depan. Bila Anda tidak menyisihkan uang secara regular maka tujuan keuangan berupa kebebasan finansial, hanyalah tinggal impian.

Tapi sebaliknya, bila Anda melakukan penyisihan terhadap uang penghasilan Anda setiap bulan walau dalam keadaaan susah sekalipun, maka besar kemungkinan atau hampir bisa dipastikan Anda akan mencapai apa yang diimpikan, kebebasan finansial.

Jadi dari ulasan di atas, kami berharap Anda menangkap beberapa pelajaran yang dapat membantu Anda untuk mencapai tujuan masa depan Anda, yaitu kebebasan finansial. Satu hal yang sangat penting dalam ulasan ini adalah untuk mencapai kebebasan finansial dalam arti keuangan maka sudah seharusnya Anda menyisihkan uang dari penghasilan bulanan Anda secara regular dan lakukanlah terus selama kehidupan Anda walau nilainya tidak terlalu besar. Waktulah yang akan membantu Anda dalam mencapai apa yang Anda inginkan di masa depan. Satu kata terakhir dari kami, lakukanlah sekarang jangan tunda lagi. (*)

Dikutip dari Harian Sinar Harapan online
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/2002/093/eur1.html

Kawan Mental Pekerja Dan Kawan Mental Pengusaha

Lulus kuliah, bingung?

Pernah gak sih merasa kebingungan setelah lulus dan wisuda akan kerja dimana dan ngapain setelah lulus?
Ada banyak arlternatif toh…, and banyak pilihan karir, setidaknya,
dengan pendekatan empat quadrant dari Robert Kiyosaki, Jadi Employee, Self-employee, business owner dan investor. Saya lebih tertarik membahas dua kuadran yakni sebagai employee dan business owner (pemilik bisnis sendiri). Saya saranin tidak salahnya membaca karya Robert Kiyosaki, dengan catatan tidak harus mengikuti pola pikirnya, sekedar tahu saja. Kalau pun nantinya se ide, tidak ada salahnya Anda menjadi pengikutnya.

Sedikit berbagi mengenai Kiyosaki-isme, semenjak bukunya diterjemahkan oleh Gramedia, tahun 2000, Dia berhasil menularkan virus wirausaha ditanah air. Saat ini orang-orang sepertinya “latah” ingin memiliki usaha sendiri,dengan berbagai macam alasannya. Saya tidak tau apakah mereka sekedar ikut tren, baru baca satu dua bab buku Kiyosaki, kemudian berapi-api ingin punya usaha sendiri. Pokoknya punya usaha sendiri..!!

James T.Redd, menulis buku kalo tidak salah judulnya “Ayah kaya sebenarnya tidak kaya”, dengan sengaja melakukan ”riset” dan investigatif terhadap kehidupan Kiyosaki. Dia menemukan bukti bahwa ayah kaya Kiyosaki itu sepernahnya tidak ada, cuman toko imajinasi. Kiyosaki pun tidak mampu memberi kejelasan tentang dimana keberadaan si Ayah Kaya. Malah yang kontra terhadapnya menyatakan bahwa Kiyosaki tak lain adalah seorang pengarang, bukan sebagai bisnisman. Terlepas dari itu, saya cuman menggaris bawahi, tak masalah Ayah kaya itu ada apa tidak, tetapi ide dan pemikiran Kiyosaki lah yang kita pelajari. Selanjutnya terserah Anda yang mengkritisinya.


Dibawah ini sedikit share dan cerita yang tentu saja sangat subjektif, mengenai kewirausahaan dan dunia kerja setelah lulus dari perguruan tinggi.


Employee mentality, (pegawai)

Umumnya pola pikir yang paling banyak mewarnai budaya dinegara kita bahwa setelah lulus adalah menjadi pegawai negeri sipil alis PNS, Tapi..mm kayaknya sekarang sudah mulai berubah, sekarang sudah banyak yang berpikir mau jadi pegawai swasta, di BUMN, multy national company, atau berkariri diperusahaan Minyak dan Energi kayak Pertamina atau Haliburton itu. Rata-rata Gak mau lagi jadi pegawai negeri, saya jadi ingat lelucon teman di suatu daerah kalao tidak salah di Pekalongan, konon anak gadis nya akan sangat takut kalau dijodohkan dengan suami yang bekerja sebagai pegawai negeri. Mereka takut karena PNS katanya gajinya kecil.

Bukan berarti PNS jelek, ini masalah selera dan pilihan hidup. Buktinya penerimaan PNS ditahun 2004 kemarin masih diminati, berarti bagi sebagian orang walaupun gajinya tidak sebanding dengan swasta, disisi lain memberikan jaminan dan kepastian. Beruntung di era Gus Dur presiden, gaji PNS malah naik, dan pelan-pelan mulai naik. Mungkin yang bercita-cita jadi PNS, sebaiknya bukan melihat faktor gaji, tapi nilai dari seorang Pamong, sebagai abdi negara yang dikedepankan.

Intinya sih bekerja pada orang lain, dan hasil kerja kita dihargai dengan gaji yang kita terima setiap bulan. Beberapa "keuntungan" yang diperoleh dengan bekerja sebagai pegawai dalam hal ini kerja disektor swasta seperti di perusahaan multinasional, Yaitu kita belajar mengenai suatu sistem kerja diperusahaan tersebut. Misalnya kita kerja dibidang marketing, maka kita akan bekerja dan belajar format dan suatu strategi pemasaran yang diterapkan diperusahaan tersebut. Bagaimana misalnya teknik memprospek, teknik promosi, teknik selling, dan macam-macam lagi aktifitas yang berhubungan dengan pemasaran. Kerja juga akan lebih terarah, tinggal kita running system yang sudah ada. Enak kan,.. tinggal ikutin aja, dan tentunya setiap bulan salary kita terima. Pola laku para kaum pekerja tersebut di setiap weekend wah, mereka gembira ria, karena bisa refreshing dari segala tugas dan rutinitas kantor. Sewaktu saya penelitian di Jakarta, ketemu dengan teman-teman SMA yang memang rata-rata jadi employee, pola hidupnya kayak begitu (walaupun tidak semua), apalagi masih bujang, tempat yang dipilih tuk refresh kalau bukan hard rock, bilyard, CITOS atau tempat sejenisnya lah....saya turut kecipratan rejeki dengan jalan ditraktir hehehe. (Terima kasih ya kapan2 gantian deh ).

Kebayakan yang saya lihat begitu bekerja, membelanjakan uang dari gaji bulanan suatu tindakan yang tidak tertahan kan lagi. Biasanya sih, dipake untuk mentraktir teman-teman, beli barang yang istimewa buat orang yang istimewa. Ganti handphone, mulai menyicil rumah, ataupun kendaran pribadi. Setelah dua tahun, mulai berani punya kartu kredit, apalagi yang dikeluarkan oleh Citibank, buat dikipas-kipas akan sangat ok…boo Hahaha. (saya cuman merasa in aja maklum belum punya, kaciiaann). Mungkin gaya hidup seperti itu biasanya bagi yang berstatus masih “single” tapi yang sudah “married” mungkin akan berbeda, karena mereka sudah harus berpikir lebih jangka panjang lagi.

Perilaku dan mental bekerja pada orang lain, akan mengedepankan unsur-unsur jaminan gaji, kepastian jenjang karir, ketersediaan fasiltas seperti biaya kesehatan, biaya komunikasi dan lainnya jadi variable yang menarik untuk dipertimbangkan.

Akhirnya saya paham mengapa banyak perilaku kawan-kawan yang berganti-ganti kerjaan takala ada tawaran gaji dan fasilitas yang lebih menarik. Terkenal tidaknya perusahaan, dan asyik apa tidak si bosnya, makan hati apa gak kalau kerja disana. Karena mereka mencari yang lebih baik dan lebih menyenangkan (walaupun kembali lagi ini masalah selera, yang kata Aristoteles, bila menyangkut selera adalah sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan).

Mungkin ini sebuah “tradisi” bagi kaum pekerja, yang dalam hati juga saya kecut mengetahui dengan penampilan keren, baju bermerek, aksesoris dan alat komunikasi yang canggih ternyata mereka masih dibelit oleh masalah keuangan. Alias tidak punya saving, kawan SMA saya pun dengan berkaca-kaca ber-biskal (baca: Curhat) bingung melihat uang gaji bulannya hilang entah kemana dan tidak punya tabungan sama sekali. Alias carru… hahaha (boke’ deh), bagaimana mo pake nikah atau naek haji…haha


Teman yang dikuadran “B”

Berteman dengan kawan yang bermental wirausaha atau business owner (B). Lain lagi ceritanya. Setidaknya sudah banyak teman-teman saya yang memilih dan memutuskan bahwa setelah lulus, tidak perlu mencari kerja diperusahaan lagi. Kata teman S2 saya yang asal di Kalimantan, “kerja sama orang itu makan hati”.!! Mungkin pengalaman pribadinya yang pernah merasakan kerja disebuah perusahan sebelum mengambil S-2 memberi kesan tersendiri makanya dia tidak memutuskan untuk bekerja sama orang lagi.
Makanya setelah wisuda dia tidak seperti teman lainnya, yang sibuk mendesain Currículum Vitae (CV), dia pun sibuk ke Notaris untuk membuat CV perusahaannya.

Gampang? Mendengar kisah-kisahnya, ternyata tidak mudah juga. Awalnya harus ditentang dengan orang tua yang memang bermetal dan berpola pikir seorang pekerja diperusahaan minyak. Orang Tua menginginkan sang anak untuk bekerja diperusahaan yang lebih besar dari tempatnya bekerja. Kalau hanya usaha seperti itu, buat apa sekolah sampai S-2, kata orang tua teman itu.

Mendirikan usaha itu memang bukan lah semanis dan seindah cita-cita dalam pikiran kita. Ada banyak persoalan, penolakan kerja sama, di tipu rekan bisnis adalah bagian dari perjalanan menjadi pengusaha sukses. Belum lagi di tinggalin teman-teman, yang memang terjadi dengan kawan saya tersebut. Disirik-sirikin sama kawan, tetangga maupun keluarga sendiri. Nampaknya “penderitaan’ dan cobaan” yang dialami seorang wirausaha lebih banyak dibanding orang yang bekerja. Semuanya menjadi tangung jawab sang pemilik usaha.

Dibudaya kita, persepsi bekerja adalah datang pagi dengan pakaian kantor pulang sore. Kalaupun dia pengusaha, dia dianggap tidak bekerja terkadang dituduh sebagai pengangguran. Walaupun punya usaha warnet misalnya, jadwal kerja tidak tentu alias kadang siang, kadang malam, tetap saja oleh sebagian masyarakat kita itu bukan suatu pekerjaan.

Aneh memang, apa ini dampak dari penjajahan dari kolonial Belanda. Soalnya jaman dulu yang menjadi pegawai Belanda itu, dikasih seragam, masuk pagi pulang sore. Dan terlihat keren dan mentereng. Sehingga masyarakat lebih terbiasa melihat yang fisik dibanding esensi, yang kalau dari jaman dahulu sampai sekarang namanya pegawai itu tak lain dan tak bukan bahasa kasarnya adalah “buruh”.

Malam hari pun kadang harus mikir besok harus ngapain, bagaimana kas perusahaan bertambah, bagaimana perusahaan ini dapat dikenal oleh konsumen, bagaimana dan bagaimana lainnya. memang sungguh berat pikirku.
Makanya tidak semua orang mau jadi pengusaha dan tidak semua mau melakukan hal-hal diatas.


Beda konsep mengenai pendapatan

Hal menarik adalah perbedaan terhadap konsep pendapatan, Orang bekerja akan menerima gaji. Pengusaha akan menerima laba atau rugi kemudian di investasikan lagi. Orang bekerja tentu akan mendapat gaji setiap bulan, beserta fasilitas-fasilitas yang ada. Yang dicari memang keamanan (jaminan pendapatan), yah keamanan finansial, asal saja jangan sampai kita seperti perlombaan tikus dalam buku Kiyosaki itu. Gali lubang tutup lubang diakhir bulan dengan gaji kita dan pinjaman-pinjaman.

Menjadi pengusaha juga akan berurusan dengan pinjaman (utang), tapi saya melihat kontesnya lain, pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan arus kas mereka, dan memperbanyak asset mereka. Apa itu asset? waduh susah saya jelaskan, yang jelas bukan seperti dibuku Akuntansi, karena menurut ku assets masing-masing setiap orang berbeda. Kalau Kiyosaki mengatakan sesuatu yang memasukan uang dikantongmu.
Bila laba, tentu dapat duit, bila tidak dapat jadinya rugi.

Bila kita seorang employee, penghasilan kita bernama gaji beserta bonus, bila kita seorang pengusaha, penghasilan bernama pendapatan, yang besarnya tidak menentu, cenderung membesar atau sebaliknya.

Didunia pengusaha, bila perusahaan satu sukses mereka akan berpikir dan ver-ide lagi untuk membuat suatu usaha lagi dan mewujudkannya. Nampaknya resiko dan ketidak pastian merupakan makan sehari-hari mereka. AKhirnya saya sadar memang tidak semua orang mau menjadi pengusaha karena “resiko” fisik maupun non fisik yang dihadapinya.

Saya tidak mengatakan jadi pengusaha susah, buktinya banyak yang berhasil. Saya juga tidak mengatakan bahwa bekerja sama orang lain itu enak, karena ada hal yang harus dibayar juga yakni, makan hati, ikutin kata bos, menjalankan sesuatu yang belum tentu kata hati kita inginkan.

Saya jadi ingat suatu kejadian, waktu mengambil mata kuliah konsentrasi. Karena saya “bebas” dan tidak terikat, saya dengan kehendak bebas untuk memilih konsentrasi e-business. Dan Sibuk promosi sana sini. hhaha. Sewaktu bercakap dengan teman kuliah yang lebih señior dan punya jabatan sebagai manager produksi sebuah perusahaan besar di Kalimantan, beliau secara pribadi sangat menginginkan untuk mengambil mata kuliah strategy, tapi karena mendapat telpon dari sang bos, harus mengambil jurusan marketing karena perusahaan membutuhkannya dia menguasai subjek itu. Padahal saya tahu kawan kuliah saya itu mati-matian mencaci maki pelajaran marketing pada semester satu, menurutnya mata kuliah yang mengada-ngada dan tidak masuk akal, tapi karena sang bosnya itulah, makanya harus melahap juga mata kuliah marketing. Belum lagi di waktu luang yang seharusnya dipakai beristirahat, tapi ada telpon dari sang bos, harus ke Jakarta untuk bertemu, maka waktu-waktu itu pun harus ditinggalkannya bertemu sang bos. Yah, memang seorang karyawan yang baik, dan loyal.

Intinya sih bekerja sama orang kita memiliki sedikit kebebasan (independent) dalam memutuskan dan memilih sesuatu. Tidak ada yang salah terhadap semua itu, pertanyaan kembalil ke diri sendiri, bersediakah?


Pencarian jati diri

Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa untuk menjawab pertanyaan mau jadi apa, pengusaha atau bekerja untuk orang lain, Bagi saya kita harus berkecimpung di dunia yang berbeda itu dulu semuanya. Bersyukur semuanya sudah saya lalui. Walaupun niat tuk kerja di perusahaan besar seperti Astra, Unilever, IBM, dan sebagainya belum terwujud, tapi saya pahami bahwa kedua dunia antara bekerja dengan orang lain dan usaha sendiri adalah dua dunia yang berbeda “idealisme” dan “ruh” nya.

Tidak juga akan dipahami dibangku kuliah seperti program magister manajemen. Dibangku kuliah saya sadar itu hanya bercuap-cuap dan mengisi VISI hidup kita (baca sekedar informasi atau pengetahuan), makanya saya yakin seorang yang berpengetahuan banyak seperti dosen belum tentu akan paham alias merasakan apa yang dipelajarinya lewat teks book. Contohnya misalnya di sekolah kita diajarkan bahwa api itu panas, bila sang dosen belum pernah menyentuh api, dari mana dia tahu kalau itu panas, dan panas itu seperti apa? Bukankah hanya dunia cuap-cuap belaka. Benarkan..? (kalo begitu mengapa masuk kuliah ya heheh,.......ini masalah selera)

Semuanya akhirnya membawa saya pada sebuah kesimpulan, pertanyaan bukan akan kerja dimana kita atau mau jadi apa? Saya lebih setuju pertanyaan yang kita ajukan SIAPAKAH diri kita dan APA TUJUAN HIDUP kita. Ilmu manajemen strategy, mengajari saya bahwa awal mulanya terletak pada VISI dan MISI (hidup kita). Tidak perlu dijelaskan sudah pada tahu semua bila yang berkualiah sekolah manajemen.

Kemudian melakukan assesment terhadap kekuatan internal dan eksternal yang kita miliki. Saya lebih sarankan untuk fokus pada kekuatan internal yang kita miliki, seperti bakat, minat dan kemampuan (core competence) yang telah kita miliki saat ini. Kemudian mengembangkan suatu program kerja, yang berorientasi pada suatu tujuan jangka panjang dan pendek dalam hidup ini. Setalah itu memilih strategi sebelum bertindak menjalan kan suatu tujuan (objective) yang telah kita tetap kan. Dan memasuki tahap evaluasi. Bukankah mudah untuk menuliskannya?

Terkadang saya sering terjebak, untuk menguasai semua, padahal belum tentu itu saya berbakat disana. Manusia harus belajar untuk tidak angkuh dan sombong. Saya sadar ada bakat khusus yang di anugerahkan Tuhan buat saya didunia ini. Mengapa bakat dan kemampuan saya itu tidak saya perdalam dan asah terus menerus dari pada keahlian yang lain tapi saya tahu tidak akan bisa optimal lebih baik. Setelah mengetahui dari Howard Gardner ternyata ada tujuh kecerdasan setiap manusia yaitu; linguistik verbal, numerik, spasial, fisik/raga, interpersonal, intrapersonal, lingkungan. Akhirnya saya sadar kenapa prestasi akademik saya tidak excellent. Tapi bukan berarti tidak bisa. Mengapa seorang kawan yang IPK nya tinggi tapi tidak bisa menghargai pendapat atau berempati dengan yang lainnya dalam suatu belajar kelompok. Mengapa ada yang pintar di bidang seni, tapi di olah raga dia sama sekali terbelakang. Kita memang harus belajar terus menerus mengembangkan potensi diri kita dan mengenal diri kita lebih baik. Selain terus menerus mempelajari perkembangan yang terjadi diluar sana.

Kita lahir dan hidup didunia, telah mengemban suatu misi yang harus kita temukan kembali dengan segala potensi yang telah melekat. Misi yang lebih bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bagi keluarga, masyarakat dan negara. Kalaupun Anda sepakat... dengan kalimat tadi yang saya sering temukan disetiap buku-buku yang mengupas kisah sukses orang-orang berpanguruh didunia ini dan saya yakini.

Tentu pertanyaan kembali pada diri sendiri, Jikalau VISI dan MISI hidup kawan-kawan adalah bekerja di sebuah perusahaan dan loyal terhadap perusahaan tersebut sampai pensiun dan mati, Berarti memang disitulah takdir kita dilahirkan dimuka bumi ini.
Tapi kalau saya sih lain, masih banyak yang bisa saya kerjakan bagi banyak orang dari pada bekerja disebuah perusahaan seumur hidup walaupun menawarkan program pensiunan yang menarik. Bagaimana dengankamu?


by:
Andi Nur Baumassepe
April 05. Jogjakarta
Mas_pepeng@yahoo.com
(http://massepe.blogspot.com)

Gaya Hidup Orang Kaya

Jalan-jalan ke tempat yang fantastis, makan malam di restoran mewah, rumah megah berkolam renang dan jacuzzi, mobil mahal koleksi terbaru, berpesta pora dan segala kegemerlapan adalah potret gaya hidup orang kaya yang sering kita lihat. Film-film, sinetron, majalah, televisi kerap menayangkan gambaran gaya hidup kaum borjuis ini. Maka, tak pelak kita pun terpesona dan memimpikan gaya hidup seperti itu.

Pertanyaannya: benarkah gaya hidup seperti itu yang dilakukan oleh semua orang kaya? Ternyata tidak seluruhnya benar. Thomas Stanley dalam buku terlarisnya berjudul The Millionaire Mind menemukan fakta dari 733 multi milioner di Amerika (orang-orang yang memiliki kekayaan bersih di atas $ 10 juta) ternyata bergaya hidup sebaliknya. Jauh dari kemewahan. Mereka mengendarai mobil tua yang rata-rata usianya di atas 10 tahun dan tidak pernah membeli pakaian lebih mahal dari $ 399. Untuk kebutuhan sehari-harinya pun mereka memiliki anggaran bulanan rumah tangga yang ketat.

Ingvar Kamprad, pendiri IKEA (jaringan toko furnitur knock down terbesar di dunia) yang memiliki kekayaan bersih $ 53 miliar selalu bebergian menggunakan pesawat kelas ekonomi, mengendarai Volvo tua dan bahkan rela menunggu berbelanja di malam hari untuk kebutuhan keluarganya, di saat harga turun.

Sam Walton, pendiri Wal-Mart yang juga dinobatkan oleh Forbes sebagai orang terkaya di dunia dengan kekayaannya mencapai $ 90 miliar juga punya gaya hidup yang jauh dari kemewahan. Setiap bebergian dia selalu naik pesawat kelas ekonomi, menginap di hotel dengan patungan (sharing) dan mengenakan kemeja yang dibelinya di saat harga diskon di tokonya.

Warren Buffet, orang nomor dua terkaya di dunia dengan kekayaan $ 42 miliar tetap berkeliling dengan mobil tuanya, meskipun dia mampu membeli pabrik mobil sekali pun. Buffet yang baru-baru ini membuat berita heboh dengan menyumbangkan 80% kekayaannya untuk amal ini sangat jauh dari gaya hidup mewah.

Fakta-fakta yang diungkapkan Adam Khoo dalam buku Secrets of Self-Made Millionaire ini membuat saya termenung. Sedikit malu juga. Gaya hidup saya memang tidaklah mewah. Tapi tidak juga irit. Tapi, alhamdulillah, setelah membaca tulisan Adam Khoo ini saya menjadi tersadar kembali bahwa kemampuan mengelola pengeluaran termasuk salah satu ciri dari orang kaya.

Bagi Adam Khoo, uang $ 800 yang dikeluarkannya untuk membeli hand phone baru adalah kesia-siaan. Karena itu adalah uang yang hilang begitu dibelanjakan. Tapi, dia tidak ragu mengeluarkan uang ribuan dollar untuk sebuah pelatihan atau seminar. Karena sepulangnya dari sana, dia akan mendapatkan uangnya kembali ratusan kali lipat. Itu adalah minsetnya orang kaya.

Live below your mean. Hiduplah di bawah kemampuan kita. Itu adalah kata-kata bijak yang pernah saya baca. Jadi, walaupun kita mampu jalan-jalan ke Eropa, tapi sebaiknya ke Bali aja. Walau pun mampu beli Mercy, tapi beli Innova aja. Kurang lebih seperti itu. Pak Tung DW mempraktekkan gaya hidup seperti ini. Walau pun dia mampu beli Ferrari, tapi sekarang dia 'masih' pakai Mercy.

Saya juga tidak setuju dengan gaya hidup irit. Saya lebih suka menikmati hidup. Penghasilan kita harus dinikmati. Tapi jangan boros. Tetap harus hidup below your mean. Earn - invest - spend, itulah cara mengelola uang yang dipratekkan orang-orang kaya. Targetkan bahwa uang yang kita spend itu berasal dari passive income (termasuk dari profit bisnis), bukan dari earning bulanan. Asyik, kan? Kita tetap menikmati kualitas hidup yang layak tapi aset terut bertumbuh, bertumbuh dan bertumbuh...

(http://roniyuzirman.blogspot.com)

Earn - Save - Spend, Kebiasaan Orang Kaya

Kebiasaan akan membentuk karakter kita. Setuju? Harus setuju. Soalnya kata-kata ini saya dapat dari Stephen Covey. Kalau nggak setuju, silakan protes ke Covey.

Saya nggak mau ngomongin soal Stephen Covey. Justru saya mau sharing mengenai kebiasaan orang kaya yang saya dapat dari buku yang lagi getol saya baca saat ini; Secrets of Self-Made Millionaire dari Adam Khoo.

Sebenarnya kebiasaan ini sudah sering diulas oleh Robert Kiyosaki. Tapi Adam Khoo membahasnya lagi dengan lebih jelas dan enak dibaca. Straight to the point, nggak berputar-putar dan membingungkan seperti Kiyosaki.

Jadi, orang kaya itu menghabiskan uangnya (spend) dari penghasilan yang diperolehnya dari investasi atau savingnya, bukan dari penghasilan bulanan. Ini jelas beda dengan kebanyakan orang kelas menengah atau golongan miskin.

Golongan miskin, jelas tidak punya pilihan. Setelah earn, langsung spend untuk kebutuhan sehari-harinya. Tidak ada peluang baginya untuk investasi atau pun saving. Mereka hidup untuk survival aja. Tidak punya pilihan.

Golongan menengah, seperti kebanyakan kita punya kebiasaan earn - spend - save. Memang ada saving,tapi itu cuma sedikit, setelah dipotong habis oleh spend-nya yang besar. Jadi, sama aja. Dia nggak ke mana-mana. Berputar-putar di situ-situ aja, seperti rat-race yang diistilahkan Kiyosaki. Nah, kebanyakan dari golongan ini berupaya keras untuk menambah penghasilannya. Tebak, apa yang mereka lakukan? Ya, bekerja lebih keras, lembur, cari sampingan. Tapi, tetap aja, kalau kebiasaannya masih seperti itu, ya tetap ada nggak keluar dari rat race.

Orang kaya punya kebiasaan yang jauh berbeda dibandingkan dua gologan yang saya sebutkan di atas. Orang kaya tidak menghabiskan uang yang baru didapatnya. Mereka memilih untuk memutarkannya dulu sebagai investasi yang menghasilkan aset yang memberikan passive income baginya. Kemudian hasil passive income itulah yang di-spend. As simple as that. Makanya orang kaya makin kaya karena ini.

Saya yakin pembaca sudah banyak yang mengetahui konsep ini dari Robert Kiyosaki. Tapi, apakah hal ini sudah kita praktekkan? Itulah masalahnya. Tulisan ini sekaligus self-critic buat saya pribadi. Saya pun belum disiplin menerapkan hal ini. Maka dari itu, saya menuliskan ini sekaligus untuk diri saya pribadi. Mumpung menjelang akhir tahun, sekalian bikin resolusi keuangan pribadi. Caranya? Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, mulai sekarang juga, kata Aa Gym. Setuju?
(http://roniyuzirman.blogspot.com)

5 Alasan Orang Tidak Kaya

"5 Alasan sederhana kenapa kebanyakan orang tidak akan pernah mencapai kekayaan... dan bagaimana memastikan anda melakukan hal hal yang diperlukan! "

Seorang bernama Mike Litman, pernah meneliti bagaimana cara menjadi kaya dengan melakukan wawancara kepada 20 Milyuner yang kaya karena usaha sendiri ( bukan karena warisan ).

Setelah Mike melakukan wawancara, beliau menemukan, ada beberapa rahasia yang membuat mereka kaya raya sementara orang lain sibuk berjuang.

Ternyata sangat sederhana.

Berikut adalah 5 alasan sederhana kenapa kebanyakan orang tidak akan pernah kaya dan bagaimana memastikan anda melakukan ke 5 hal ini:

~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
ALASAN NO #1 - Menunggu untuk mulai:
~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~

Kebanyakan orang tidak ingin menunggu untuk sukses. Namun, pada saat yang sama, mereka menunggu terlalu lama untuk memulai di jalan kesuksesan.

Anda bisa melihat masalahnya kan?

Semakin lama anda menunggu untuk memulai, semakin lama anda akan mendapatkan hasil, kesuksesan, dan gaya hidup yang anda inginkan.

Banyak orang menunggu segala sesuatu menjadi sempurna terlebih dahulu sebelum mereka memulai. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memulai dan tidak pernah mencapai sesuatu yang berarti.

Tidak ada pertandingan yang pernah dimenangkan atau diakhiri oleh seseorang yang tidak pernah meninggalkan garis start!

Jangan menunggu untuk memulai. Mulai sekarang juga berjalan di jalan kesuksesan anda.

~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
ALASAN NO #2 - Buta huruf secara finansial:
~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~

Hal penting dalam kekayaan adalah mengerti perbedaan dari aset dan hutang.
Aset adalah mendatangkan uang ke kantong anda.
Hutang mengeluarkan uang dari kantong anda.

Banyak orang mengira bahwa rumah mereka, mobil mereka, dan kepemilikan yang lain adalah asset. Tetapi, sebenarnya adalah bahwa dalam banyak kesempatan, semuanya itu membuat uang keluar dari kantong anda. Semuanya itu menyebabkan ada mengeluarkan uang untuk pembiayaan.

Semuanya itu tidak membuat anda menghasilkan uang.
Oleh karena itu, hal yang sebenarnya, semuanya itu adalah merupakan beban (hutang).
Semuanya itu mengambil uang anda keluar setiap bulannya.

Ketika anda mempunyai lebih banyak uang yang datang dari aset yang sesungguhnya daripada yang anda keluarkan untuk membayar beban, anda akan menjadi bebas secara finansial. Hanya ada 1 cara untuk melakukan nya.
Yang membawa kita ke hal ketiga...

~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
ALASAN NO #3 - Fokus pada penghasilan yang mendatar daripada penghasilan yang pasive.
~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~

Salah satu dari Milyuner yang diwawancarai menyampaikan secara sederhana, "Jika anda tidak menghasilkan uang ketika anda tidur, maka anda tidak akan kaya."
Penghasilan yang mendatar adalah apa yang anda dapatkan dari pekerjaan anda. Anda bekerja selama 1 jam dan mendapatkan bayaran hanya satu kali saja dari pekerjaan satu jam itu, hanya itu.

Penghasilan pasive adalah ketika anda bekerja sekali namun secara terus menerus dibayar lagi dan lagi dari pekerjaan yang TIDAK lagi anda lakukan.
Berinvestasi atau menciptakan aset yang sebenarnya yang menghasilkan penghasilan pasive untuk anda adalah tiket menuju kemakmuran.

~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
ALASAN NO #4 - Tidak mengerti atau tidak menggunakan sistem untuk menghasilkan uang.
~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~

Sebuah SYSTEM yang menghasilkan uang adalah sesuatu yang mengjinkan anda untuk mendapatkan uang tanpa usaha anda sendiri. Dengan kata lain, Itu adalah cara yang otomatis untuk menghasilkan uang.
Semua Aset yang sejati adalah hanya sebuah "sistem" dengan sendirinya.

Sekali anda menciptakan atau berinvestasi pada sebuah sistem yang sederhana untuk menghasilkan uang, maka tidak ada batasan pada seberapa banyak uang yang bisa anda hasilkan.
Menjadi seorang ahli dan sistem uang dapat membawa kekayaan lebih dari yang anda impikan.

~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~
ALASAN NO #5 - Tidak Cukup GIGIH atau SABAR:
~=~=~=~=~=~=~=~=~=~=~

Untuk menyelesaikan sebuah pertandingan anda harus meninggalkan garis start dan mengikuti garis menuju ke batas Finish.
Kebanyakan orang, mencipatakan kegagalan mereka sendiri dengan apakah tidak pernah memulai atau tidak bertahan, atau keduanya. :-)

Anda HARUS tidak hanya memulai, namun juga bertahan terus.
Hal ini kelihatan nya jelas, tetapi adalah penyebab terbesar dari kegagalan. Hanya dengan bergabung dalam sebagian kecil orang yang mau melakukan ke 5 hal diatas, maka anda akan mendapatkan kesempatan yang sangat besar untuk sukses dan
kaya.

Sebenarnya sangat sederhana... putuskan untuk melakukan hal hal diatas, dan anda juga bisa menjadi kaya. Kalau anda tidak lakukan hal diatas, maka anda akan menjadi seperti kebanyakan orang yang tidak sukses.
Putuskan sekarang juga untuk menjadi ahli pada hal hal yang disebutkan diatas, dan mulai perjalanan menuju kesuksesan anda sekarang. Dan tetap bertahan dan lihat perbedaan yang dilakukan nya.

Warmest Regards,
Kusuma Putra

(http://zero-to-millionaire.blogspot.com)

4 Kategori Orang

Berdasarkan uang dan waktu yang dimiliki, orang dapat dibagi dalam 4 kategori

1. Orang yang tidak memiliki uang & tidak memiliki waktu
Mereka-mereka yang sibuk sekali, kerja setiap hari dari pagi hingga malam. Bila diajak untuk melakukan suatu kegiatan, alasannya seringkali "sorry, tidak bisa, kerja". Dan biasanya sebelum akhir bulan, uang mereka sudah habis.

2. Orang yang tidak memiliki uang tapi memiliki waktu
Mereka-mereka yang selalu stand by kapan saja. Bila Anda mengajak mereka untuk duduk bersantai di cafe, atau travelling keluar kota kapan saja, walaupun pada jam kerja,
jawabannya bisa dipastikan, "Ayo aja! Asal biaya lu yang tanggung."

3. Orang yang memiliki banyak uang tetapi tidak memiliki waktu.
Mereka sangat sibuk sekali, kerja dari pagi sampai malam, mereka tidak dapat meninggalkan pekerjaannya. Mereka menghasilkan banyak uang, tetapi semakin banyak uang yang dihasilkan, mereka semakin sibuk. Mereka memiliki rumah besar lengkap dengan kolam renang, tetapi mungkin mereka sendiri tidak pernah berenang di kolam tersebut. Untuk makan malam dengan keluarga saja mereka tidak sempat. Lalu apa gunanya mereka memiliki banyak uang tetapi mereka tidak dapat menikmati uang yang mereka hasilkan?

4. Orang yang memiliki uang dan memiliki waktu
Mereka dapat melakukan apa saja dan kapan saja mereka mau. Mereka bisa kemana saja kapan saja tanpa kuatir akan penghasilan mereka. Mereka dapat jalan-jalan keluar negeri kapan saja mereka mau. Ya, karena mereka memiliki uang dan mereka juga memiliki waktu.

Bila disuruh memilih, Anda memilih untuk berada di kategori yang mana?
Jika pilihan Anda adalah kategori ke-4, hanya ada satu cara, Build Assets!!!
(http://build-assets.blogspot.com)

Thursday, October 18, 2007

Kawan Mental Pekerja Dan Kawan Mental Pengusaha

Lulus kuliah, bingung?

Pernah gak sih merasa kebingungan setelah lulus dan wisuda akan kerja dimana dan ngapain setelah lulus?
Ada banyak arlternatif toh…, and banyak pilihan karir, setidaknya,
dengan pendekatan empat quadrant dari Robert Kiyosaki, Jadi Employee, Self-employee, business owner dan investor. Saya lebih tertarik membahas dua kuadran yakni sebagai employee dan business owner (pemilik bisnis sendiri). Saya saranin tidak salahnya membaca karya Robert Kiyosaki, dengan catatan tidak harus mengikuti pola pikirnya, sekedar tahu saja. Kalau pun nantinya se ide, tidak ada salahnya Anda menjadi pengikutnya.

Sedikit berbagi mengenai Kiyosaki-isme, semenjak bukunya diterjemahkan oleh Gramedia, tahun 2000, Dia berhasil menularkan virus wirausaha ditanah air. Saat ini orang-orang sepertinya “latah” ingin memiliki usaha sendiri,dengan berbagai macam alasannya. Saya tidak tau apakah mereka sekedar ikut tren, baru baca satu dua bab buku Kiyosaki, kemudian berapi-api ingin punya usaha sendiri. Pokoknya punya usaha sendiri..!!

James T.Redd, menulis buku kalo tidak salah judulnya “Ayah kaya sebenarnya tidak kaya”, dengan sengaja melakukan ”riset” dan investigatif terhadap kehidupan Kiyosaki. Dia menemukan bukti bahwa ayah kaya Kiyosaki itu sepernahnya tidak ada, cuman toko imajinasi. Kiyosaki pun tidak mampu memberi kejelasan tentang dimana keberadaan si Ayah Kaya. Malah yang kontra terhadapnya menyatakan bahwa Kiyosaki tak lain adalah seorang pengarang, bukan sebagai bisnisman. Terlepas dari itu, saya cuman menggaris bawahi, tak masalah Ayah kaya itu ada apa tidak, tetapi ide dan pemikiran Kiyosaki lah yang kita pelajari. Selanjutnya terserah Anda yang mengkritisinya.


Dibawah ini sedikit share dan cerita yang tentu saja sangat subjektif, mengenai kewirausahaan dan dunia kerja setelah lulus dari perguruan tinggi.


Employee mentality, (pegawai)

Umumnya pola pikir yang paling banyak mewarnai budaya dinegara kita bahwa setelah lulus adalah menjadi pegawai negeri sipil alis PNS, Tapi..mm kayaknya sekarang sudah mulai berubah, sekarang sudah banyak yang berpikir mau jadi pegawai swasta, di BUMN, multy national company, atau berkariri diperusahaan Minyak dan Energi kayak Pertamina atau Haliburton itu. Rata-rata Gak mau lagi jadi pegawai negeri, saya jadi ingat lelucon teman di suatu daerah kalao tidak salah di Pekalongan, konon anak gadis nya akan sangat takut kalau dijodohkan dengan suami yang bekerja sebagai pegawai negeri. Mereka takut karena PNS katanya gajinya kecil.

Bukan berarti PNS jelek, ini masalah selera dan pilihan hidup. Buktinya penerimaan PNS ditahun 2004 kemarin masih diminati, berarti bagi sebagian orang walaupun gajinya tidak sebanding dengan swasta, disisi lain memberikan jaminan dan kepastian. Beruntung di era Gus Dur presiden, gaji PNS malah naik, dan pelan-pelan mulai naik. Mungkin yang bercita-cita jadi PNS, sebaiknya bukan melihat faktor gaji, tapi nilai dari seorang Pamong, sebagai abdi negara yang dikedepankan.

Intinya sih bekerja pada orang lain, dan hasil kerja kita dihargai dengan gaji yang kita terima setiap bulan. Beberapa "keuntungan" yang diperoleh dengan bekerja sebagai pegawai dalam hal ini kerja disektor swasta seperti di perusahaan multinasional, Yaitu kita belajar mengenai suatu sistem kerja diperusahaan tersebut. Misalnya kita kerja dibidang marketing, maka kita akan bekerja dan belajar format dan suatu strategi pemasaran yang diterapkan diperusahaan tersebut. Bagaimana misalnya teknik memprospek, teknik promosi, teknik selling, dan macam-macam lagi aktifitas yang berhubungan dengan pemasaran. Kerja juga akan lebih terarah, tinggal kita running system yang sudah ada. Enak kan,.. tinggal ikutin aja, dan tentunya setiap bulan salary kita terima. Pola laku para kaum pekerja tersebut di setiap weekend wah, mereka gembira ria, karena bisa refreshing dari segala tugas dan rutinitas kantor. Sewaktu saya penelitian di Jakarta, ketemu dengan teman-teman SMA yang memang rata-rata jadi employee, pola hidupnya kayak begitu (walaupun tidak semua), apalagi masih bujang, tempat yang dipilih tuk refresh kalau bukan hard rock, bilyard, CITOS atau tempat sejenisnya lah....saya turut kecipratan rejeki dengan jalan ditraktir hehehe. (Terima kasih ya kapan2 gantian deh ).

Kebayakan yang saya lihat begitu bekerja, membelanjakan uang dari gaji bulanan suatu tindakan yang tidak tertahan kan lagi. Biasanya sih, dipake untuk mentraktir teman-teman, beli barang yang istimewa buat orang yang istimewa. Ganti handphone, mulai menyicil rumah, ataupun kendaran pribadi. Setelah dua tahun, mulai berani punya kartu kredit, apalagi yang dikeluarkan oleh Citibank, buat dikipas-kipas akan sangat ok…boo Hahaha. (saya cuman merasa in aja maklum belum punya, kaciiaann). Mungkin gaya hidup seperti itu biasanya bagi yang berstatus masih “single” tapi yang sudah “married” mungkin akan berbeda, karena mereka sudah harus berpikir lebih jangka panjang lagi.

Perilaku dan mental bekerja pada orang lain, akan mengedepankan unsur-unsur jaminan gaji, kepastian jenjang karir, ketersediaan fasiltas seperti biaya kesehatan, biaya komunikasi dan lainnya jadi variable yang menarik untuk dipertimbangkan.

Akhirnya saya paham mengapa banyak perilaku kawan-kawan yang berganti-ganti kerjaan takala ada tawaran gaji dan fasilitas yang lebih menarik. Terkenal tidaknya perusahaan, dan asyik apa tidak si bosnya, makan hati apa gak kalau kerja disana. Karena mereka mencari yang lebih baik dan lebih menyenangkan (walaupun kembali lagi ini masalah selera, yang kata Aristoteles, bila menyangkut selera adalah sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan).

Mungkin ini sebuah “tradisi” bagi kaum pekerja, yang dalam hati juga saya kecut mengetahui dengan penampilan keren, baju bermerek, aksesoris dan alat komunikasi yang canggih ternyata mereka masih dibelit oleh masalah keuangan. Alias tidak punya saving, kawan SMA saya pun dengan berkaca-kaca ber-biskal (baca: Curhat) bingung melihat uang gaji bulannya hilang entah kemana dan tidak punya tabungan sama sekali. Alias carru… hahaha (boke’ deh), bagaimana mo pake nikah atau naek haji…haha


Teman yang dikuadran “B”

Berteman dengan kawan yang bermental wirausaha atau business owner (B). Lain lagi ceritanya. Setidaknya sudah banyak teman-teman saya yang memilih dan memutuskan bahwa setelah lulus, tidak perlu mencari kerja diperusahaan lagi. Kata teman S2 saya yang asal di Kalimantan, “kerja sama orang itu makan hati”.!! Mungkin pengalaman pribadinya yang pernah merasakan kerja disebuah perusahan sebelum mengambil S-2 memberi kesan tersendiri makanya dia tidak memutuskan untuk bekerja sama orang lagi.
Makanya setelah wisuda dia tidak seperti teman lainnya, yang sibuk mendesain Currículum Vitae (CV), dia pun sibuk ke Notaris untuk membuat CV perusahaannya.

Gampang? Mendengar kisah-kisahnya, ternyata tidak mudah juga. Awalnya harus ditentang dengan orang tua yang memang bermetal dan berpola pikir seorang pekerja diperusahaan minyak. Orang Tua menginginkan sang anak untuk bekerja diperusahaan yang lebih besar dari tempatnya bekerja. Kalau hanya usaha seperti itu, buat apa sekolah sampai S-2, kata orang tua teman itu.

Mendirikan usaha itu memang bukan lah semanis dan seindah cita-cita dalam pikiran kita. Ada banyak persoalan, penolakan kerja sama, di tipu rekan bisnis adalah bagian dari perjalanan menjadi pengusaha sukses. Belum lagi di tinggalin teman-teman, yang memang terjadi dengan kawan saya tersebut. Disirik-sirikin sama kawan, tetangga maupun keluarga sendiri. Nampaknya “penderitaan’ dan cobaan” yang dialami seorang wirausaha lebih banyak dibanding orang yang bekerja. Semuanya menjadi tangung jawab sang pemilik usaha.

Dibudaya kita, persepsi bekerja adalah datang pagi dengan pakaian kantor pulang sore. Kalaupun dia pengusaha, dia dianggap tidak bekerja terkadang dituduh sebagai pengangguran. Walaupun punya usaha warnet misalnya, jadwal kerja tidak tentu alias kadang siang, kadang malam, tetap saja oleh sebagian masyarakat kita itu bukan suatu pekerjaan.

Aneh memang, apa ini dampak dari penjajahan dari kolonial Belanda. Soalnya jaman dulu yang menjadi pegawai Belanda itu, dikasih seragam, masuk pagi pulang sore. Dan terlihat keren dan mentereng. Sehingga masyarakat lebih terbiasa melihat yang fisik dibanding esensi, yang kalau dari jaman dahulu sampai sekarang namanya pegawai itu tak lain dan tak bukan bahasa kasarnya adalah “buruh”.

Malam hari pun kadang harus mikir besok harus ngapain, bagaimana kas perusahaan bertambah, bagaimana perusahaan ini dapat dikenal oleh konsumen, bagaimana dan bagaimana lainnya. memang sungguh berat pikirku.
Makanya tidak semua orang mau jadi pengusaha dan tidak semua mau melakukan hal-hal diatas.


Beda konsep mengenai pendapatan

Hal menarik adalah perbedaan terhadap konsep pendapatan, Orang bekerja akan menerima gaji. Pengusaha akan menerima laba atau rugi kemudian di investasikan lagi. Orang bekerja tentu akan mendapat gaji setiap bulan, beserta fasilitas-fasilitas yang ada. Yang dicari memang keamanan (jaminan pendapatan), yah keamanan finansial, asal saja jangan sampai kita seperti perlombaan tikus dalam buku Kiyosaki itu. Gali lubang tutup lubang diakhir bulan dengan gaji kita dan pinjaman-pinjaman.

Menjadi pengusaha juga akan berurusan dengan pinjaman (utang), tapi saya melihat kontesnya lain, pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan arus kas mereka, dan memperbanyak asset mereka. Apa itu asset? waduh susah saya jelaskan, yang jelas bukan seperti dibuku Akuntansi, karena menurut ku assets masing-masing setiap orang berbeda. Kalau Kiyosaki mengatakan sesuatu yang memasukan uang dikantongmu.
Bila laba, tentu dapat duit, bila tidak dapat jadinya rugi.

Bila kita seorang employee, penghasilan kita bernama gaji beserta bonus, bila kita seorang pengusaha, penghasilan bernama pendapatan, yang besarnya tidak menentu, cenderung membesar atau sebaliknya.

Didunia pengusaha, bila perusahaan satu sukses mereka akan berpikir dan ver-ide lagi untuk membuat suatu usaha lagi dan mewujudkannya. Nampaknya resiko dan ketidak pastian merupakan makan sehari-hari mereka. AKhirnya saya sadar memang tidak semua orang mau menjadi pengusaha karena “resiko” fisik maupun non fisik yang dihadapinya.

Saya tidak mengatakan jadi pengusaha susah, buktinya banyak yang berhasil. Saya juga tidak mengatakan bahwa bekerja sama orang lain itu enak, karena ada hal yang harus dibayar juga yakni, makan hati, ikutin kata bos, menjalankan sesuatu yang belum tentu kata hati kita inginkan.

Saya jadi ingat suatu kejadian, waktu mengambil mata kuliah konsentrasi. Karena saya “bebas” dan tidak terikat, saya dengan kehendak bebas untuk memilih konsentrasi e-business. Dan Sibuk promosi sana sini. hhaha. Sewaktu bercakap dengan teman kuliah yang lebih señior dan punya jabatan sebagai manager produksi sebuah perusahaan besar di Kalimantan, beliau secara pribadi sangat menginginkan untuk mengambil mata kuliah strategy, tapi karena mendapat telpon dari sang bos, harus mengambil jurusan marketing karena perusahaan membutuhkannya dia menguasai subjek itu. Padahal saya tahu kawan kuliah saya itu mati-matian mencaci maki pelajaran marketing pada semester satu, menurutnya mata kuliah yang mengada-ngada dan tidak masuk akal, tapi karena sang bosnya itulah, makanya harus melahap juga mata kuliah marketing. Belum lagi di waktu luang yang seharusnya dipakai beristirahat, tapi ada telpon dari sang bos, harus ke Jakarta untuk bertemu, maka waktu-waktu itu pun harus ditinggalkannya bertemu sang bos. Yah, memang seorang karyawan yang baik, dan loyal.

Intinya sih bekerja sama orang kita memiliki sedikit kebebasan (independent) dalam memutuskan dan memilih sesuatu. Tidak ada yang salah terhadap semua itu, pertanyaan kembalil ke diri sendiri, bersediakah?


Pencarian jati diri

Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa untuk menjawab pertanyaan mau jadi apa, pengusaha atau bekerja untuk orang lain, Bagi saya kita harus berkecimpung di dunia yang berbeda itu dulu semuanya. Bersyukur semuanya sudah saya lalui. Walaupun niat tuk kerja di perusahaan besar seperti Astra, Unilever, IBM, dan sebagainya belum terwujud, tapi saya pahami bahwa kedua dunia antara bekerja dengan orang lain dan usaha sendiri adalah dua dunia yang berbeda “idealisme” dan “ruh” nya.

Tidak juga akan dipahami dibangku kuliah seperti program magister manajemen. Dibangku kuliah saya sadar itu hanya bercuap-cuap dan mengisi VISI hidup kita (baca sekedar informasi atau pengetahuan), makanya saya yakin seorang yang berpengetahuan banyak seperti dosen belum tentu akan paham alias merasakan apa yang dipelajarinya lewat teks book. Contohnya misalnya di sekolah kita diajarkan bahwa api itu panas, bila sang dosen belum pernah menyentuh api, dari mana dia tahu kalau itu panas, dan panas itu seperti apa? Bukankah hanya dunia cuap-cuap belaka. Benarkan..? (kalo begitu mengapa masuk kuliah ya heheh,.......ini masalah selera)

Semuanya akhirnya membawa saya pada sebuah kesimpulan, pertanyaan bukan akan kerja dimana kita atau mau jadi apa? Saya lebih setuju pertanyaan yang kita ajukan SIAPAKAH diri kita dan APA TUJUAN HIDUP kita. Ilmu manajemen strategy, mengajari saya bahwa awal mulanya terletak pada VISI dan MISI (hidup kita). Tidak perlu dijelaskan sudah pada tahu semua bila yang berkualiah sekolah manajemen.

Kemudian melakukan assesment terhadap kekuatan internal dan eksternal yang kita miliki. Saya lebih sarankan untuk fokus pada kekuatan internal yang kita miliki, seperti bakat, minat dan kemampuan (core competence) yang telah kita miliki saat ini. Kemudian mengembangkan suatu program kerja, yang berorientasi pada suatu tujuan jangka panjang dan pendek dalam hidup ini. Setalah itu memilih strategi sebelum bertindak menjalan kan suatu tujuan (objective) yang telah kita tetap kan. Dan memasuki tahap evaluasi. Bukankah mudah untuk menuliskannya?

Terkadang saya sering terjebak, untuk menguasai semua, padahal belum tentu itu saya berbakat disana. Manusia harus belajar untuk tidak angkuh dan sombong. Saya sadar ada bakat khusus yang di anugerahkan Tuhan buat saya didunia ini. Mengapa bakat dan kemampuan saya itu tidak saya perdalam dan asah terus menerus dari pada keahlian yang lain tapi saya tahu tidak akan bisa optimal lebih baik. Setelah mengetahui dari Howard Gardner ternyata ada tujuh kecerdasan setiap manusia yaitu; linguistik verbal, numerik, spasial, fisik/raga, interpersonal, intrapersonal, lingkungan. Akhirnya saya sadar kenapa prestasi akademik saya tidak excellent. Tapi bukan berarti tidak bisa. Mengapa seorang kawan yang IPK nya tinggi tapi tidak bisa menghargai pendapat atau berempati dengan yang lainnya dalam suatu belajar kelompok. Mengapa ada yang pintar di bidang seni, tapi di olah raga dia sama sekali terbelakang. Kita memang harus belajar terus menerus mengembangkan potensi diri kita dan mengenal diri kita lebih baik. Selain terus menerus mempelajari perkembangan yang terjadi diluar sana.

Kita lahir dan hidup didunia, telah mengemban suatu misi yang harus kita temukan kembali dengan segala potensi yang telah melekat. Misi yang lebih bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bagi keluarga, masyarakat dan negara. Kalaupun Anda sepakat... dengan kalimat tadi yang saya sering temukan disetiap buku-buku yang mengupas kisah sukses orang-orang berpanguruh didunia ini dan saya yakini.

Tentu pertanyaan kembali pada diri sendiri, Jikalau VISI dan MISI hidup kawan-kawan adalah bekerja di sebuah perusahaan dan loyal terhadap perusahaan tersebut sampai pensiun dan mati, Berarti memang disitulah takdir kita dilahirkan dimuka bumi ini.
Tapi kalau saya sih lain, masih banyak yang bisa saya kerjakan bagi banyak orang dari pada bekerja disebuah perusahaan seumur hidup walaupun menawarkan program pensiunan yang menarik. Bagaimana dengankamu?


by:
Andi Nur Baumassepe
April 05. Jogjakarta
Mas_pepeng@yahoo.com
(http://massepe.blogspot.com)

Akhirnya Saya Tahu Rahasia Permainan Orang Kaya Itu

"Mulailah dari yang kecil. Carilah uang cash yang besar dulu, baru investasi. Jangan biarkan uang anda menganggur. Investasikan", demikian beberapa saran dari Bellum dan Doreen Tan tadi malam, di hadapan 20-an orang yang mendengarkan nasihatnya mengenai cara untuk menjadi orang kaya.

Pasangan suami istri ini adalah pemegang hak eksklusif produk-produk pendidikan finansial dari Robert Kiyosaki (penulis seri buku terlaris Rich Dad Poor Dad) di Asia.

Salah satu produknya yang terkenal adalah papan permainan Cash Flow Game 101 dan 201.

Saya sendiri telah mengenal Bellum Tan sejak pertama kali main Cash Flow Game 101 tahun 2003 lalu.

Saya sudah beberapa kali main game ini. Tapi lebih sering kalah. Kalau main, lama sekali keluar dari "rat race-nya".

Nah, tadi malam rahasia supaya cepat keluar dari rat race itu dibagikan kepada kami. "Kami" di sini adalah para peserta undangan dari Pak Budi Rachmat, yang terdiri dari 3 milis; TDA, Profec dan Bisnis Smart.

Kebetulan "pentolan" ketiga milis itu hadir semua yaitu saya, Bu Lies (Profec) dan Masbukhin (Bisnis Smart). Seru juga ya kalau bikin acara gabungan lintas milis (TDA pernah bikin dengan Bisnis Smart).

Bellum dan Doreen Tan berbagi rahasia mereka menjadi kaya, terutama bermain di properti dan saham.

Wilayah investasi mereka sudah bukan lagi Singapura - tempat mereka tinggal - saja. Mereka sudah merambah ranah investasi internasional.

Dengan entengnya mereka cuap-cuap mengenai peluang investasi di China, India, Korea dan Singapura, tempat yang paling menjanjikan di Asia saat ini.

Tahun 2009 nanti akan terjadi resesi, katanya. Ekonomi Amerika akan mengalami penurunan karena pemerintahnya terus mencetak uang tanpa mengikatnya dengan cadangan emas.

Peluang terbesar setelah 2009 adalah di Asia. Uang akan beredar paling banyak di Asia setelah itu.

Bagaimana dengan Indonesia? Mereka kurang tertarik nampaknya. Mereka lebih fokus di negara-negara tersebut di atas.

Bukan berarti di Indonesia tidak menarik. Mereka tentu saja akan melirik lokasi yang paling menguntungkan.

Investasi apa saja yang direkomendasikan? Sumber daya alam. Terutama pertambangan minyak, emas dan perak. Kalau ada uang, belilah saham perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang itu, katanya.

Dari pertemuan semalam, saya dan para peserta ikut merasakan bagaimana orang-orang kaya seperti mereka itu berpikir dan bertindak. Mereka tidak lagi bicara investasi yang lambat dan aman. Mereka lebih suka investasi yang cepat dan tingkat pengembalian yang besar.

Saya sendiri telah membaca seri buku Rich Dad Poor Dad sejak tahun 2002. Buku-buku itu begitu bermanfaat dan berpengaruh dalam cara berpikir saya sampai sekarang.

Saat ini saya lagi getol mendengar audio booknya di mobil, yaitu The Cash Flow Quadrant, meski pun bukunya sudah tamat saya baca. Pengulangan adalah induk cara belajar.

Seri buku dari Robert Kiyosaki ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca dan dipraktekkan.

Salam FUUUNtastic!

Roni,
Owner, Manet Busana Muslim Plus
(http://roniyuzirman.blogspot.com)

Apa Yang Anda Pikir Beresiko?

...... cuplikan dari buku RETIRE YOUNG RETIRE RICH by Robert T Kiyosaki.

Ketika berada di kampung halaman untuk libur Natal, Mike dan saya (Robert Kiyosaki) berada di kantor ayah kaya (Ayah kandung Mike) membicarakan apa yang telah kami pelajari di sekolah dan orang-orang baru yang telah kami kenal. Setelah bertemu dengan para pemuda dari seluruh negeri, saya memberi komentar ini kepada Mike dan ayah kaya: "Saya telah memperhatikan betapa berbedanya orang-orang berpikir tentang uang. Saya telah bertemu dengan anak-anak dari keluarga sangat kaya dan anak-anak dari keluarga sangat miskin. Meskipun sebagian besar anak-anak di sekolah secara akademis cerdas, anak-anak dari keluarga miskin dan kelas menengah kelihatan berpikir dengan cara yang berbeda dengan anak-anak yang berasal dari keluarg kaya."

Respons ayah kaya terhadap pernyataan terakhir saya cepat. "Mereka tidak berpikir dengan cara yang berbeda," dia berkata. "Cara berpikir mereka benar-benar bertolak belakang." Duduk menghadap mejanya, dia menggenggam buku folio kuningnya dan menuliskan perbandingan berikut ini:

Pemikiran yang Bertolak Belakang

Kelas Menengah <> Orang Kaya
Jaminan kerja <> Membangun bisnis
Rumah besar <> Apartemen
Menabung <> Berinvestasi
Orang kaya itu tamak <> Orang kaya itu murah hati

Setelah dia selesai menulis, ayah kaya melihat saya kembali dan berkata, "Realitasmu ditentukan oleh apa yang menurutmu pandai dan apa yang menurutmu resiko."

Sambil melihat diagramnya saya bertanya, "Maksud bapak kelas menengah berpikir jaminan kerja itu pandai dan membangun bisnis itu beresiko?" Saya tahu realitas ini dengan bagus karena itu adalah realitas ayah miskin saya (Ayah kandung Robert Kiyosaki).

"Benar," kata ayah kaya. "Dan apa lagi tentang jaminan kerja?"
Saya berpikir sejenak dan tidak menemukan jawaban. "Saya tidak tahu apa yang sedang bapak cari," saya menjawab. "Benar bahwa ayah saya dan banyak orang berpikir memiliki pekerjaan yang aman terjamin itu pandai. Apa yang masih kurang?"

"Kamu tidak memasukkan realitas saya," kata ayah kaya. "Saya mengatakan kepadamu bahwa kelas menengah dan orang miskin tidak hanya berpikir secara berbeda. Saya katakan mereka berpikir sangat bertolak belakang. Jadi apa realitas saya yang bertolak belakang?"

Tiba-tiba lebih banyak realitas ayah kaya bergerak memasuki realitas saya. "Bapak ingin mengatakan bahwa menurut bapak membangun bisnis itu pandai dan jaminan kerja itu berisiko. Apakah itu yang bapak maksud dengan bertolak belakang?" saya bertanya.

Ayah kaya menganggukkan kepalanya.
"Maksudnya, bapak tidak berpikir bahwa membangun bisnis itu berisiko?" saya bertanya.
Ayah kaya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak. Belajar membangun bisnis adalah seperti belajar apa saja. Saya pikir bergantung pada jaminan kerja seumur hidup jauh lebih berisiko ketimbang mengambil risiko untuk belajar membangun bisnis. Risiko yang satu adalah untuk jangka pendek dan risiko yang satu berlaku seumur hidup."

Saat itu akhir 1960-an. Kita belum mengenal kata penciutan (downsizing). Yang diketahui sebagian besar orang pada saat itu hanyalah anda bersekolah, mencari pekerjaan, bekerja seumur hidup, dan ketika anda pensiun, perusahaan dan pemerintah akan mengurus pensiun anda. Yang diajarkan kepada kita di rumah dan di sekolah hanyalah, "Dapatkan pendidikan yang bagus sehingga kamu bisa menjadi karyawan yang bagus," Tersirat tetapi tidak dinyatakan bahwa bersekolah untuk menjadi lebih dapat diperkerjakan adalah sesuatu yang pandai untuk dilakukan. Kini sebagian besar dari kita mengetahui bahwa jaminan kerja merupakan sesuatu yang sudah berlalu, tetapi saat itu, tidak seorang pun mempertanyakan ide mencari jaminan kerja sebagai hal yang pandai untuk dilakukan.

Saya melihat pada perbandingan ayah kaya tentang orang kaya tamak vs. Orang kaya murah hati dan saya tahu pada saat itu apa realitas saya. Di keluarga saya, orang kaya dianggap sebagai orang tamak berhati dingin yang hanya tertarik pada uang dan tidak peduli terhadap orang miskin.

Sambil menunjuk pada daftarnya ayah kaya berkata, "Apakah kamu mengerti perbedaan pemikirannya?"
"Pemikirannya bertolak belakan," saya berkata dengan lembut. "Lebih dari sekedar berbeda. Itu sebabnya sering kali begitu sulit orang menjadi kaya. Menjadi kaya memerlukan lebih dari sekedar berpikir secara berbeda."

Ayah kaya mengangguk dan membiarkan ide itu di mengerti sepenuhnya. "Kalau kamu ingini menjadi kaya, kamu mungkin perlu belajar untuk berpikir sangat bertolak belakang dengan cara berpikirmu sekarang."

"Seperti cara berpikir bapak?" saya bertanya. "Apakah tidak perlu melakukan segala sesuatunya secara berbeda juga?"
"Tidak," kata ayah kaya. "Kalau kamu bekerja demi jaminan kerja, kamu akan bekerja keras dalam sebagian besar hidupmu. Kalau kamu bekerja untuk membangun bisnis, kamu mungkin bekerja lebih keras pada awalnya tetapi kamu akan bekerja semakin sedikit pada akhirnya dan kamu mungkin akan memperoleh uang sepuluh hingga 100 hingga 1.000 kali lebih banyak. Jadi mana yang lebih pandai?"

"Dan bagaimana dengan berinvestasi?" saya bertanya. "Ibu dan ayah saya selalu mengatakan bahwa berinvestasi itu berisiko dan menurut mereka menabung itu pandai. Tidakkah bapak melakukannya secara berbeda ketika bapak berinvestasi?"

Ayah kaya tertawa lebar dan tertawa kecil mendengar komentar itu. "Menabung dan menginvestasikan uang memerlukan kegiatan yang persis sama," kata ayah kaya. "Kamu akan melakukan hal yang sama ... meskipun pemikiranmu sebenarnya bertolak belakang."

"Sama?" saya bertanya. "Tetapi tidakkah yang satu lebih berisiko?"

"Tidak," kata ayah kaya sambil tertawa kecil lagi. "Saya akan memberimu pelajaran yang sangat penting dalam hidup." Saya sekarang sudah lebih tua dan dia dapat menambahkan detail yang lebih banyak pada pelajarannya yang diberikan sebelumnya kepada Mike dan saya. "Tetapi sebelum saya memberimu pelajaran, bolehkan saya mengajukan satu pertanyaan padamu?"

"Tentu, silahkan tanyakan semua yang bapak inginkan."
"Apa yang orangtuamu lakukan untuk menghemat uang?" dia bertanya.
"Meraka berusaha melakukan banyak hal," saya menjawab setelah memikirkan pertanyaannya sejenak.
"Baik, sebutkan satu saja," kata ayah kaya. "Sebutkan satu hal yang mereka lakukan dimana mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengerjakannya."
"Setiap Rabu ketika supermarket mengiklankan makanan khusus mingguan mereka, ibu dan ayah saya akan memeriksa koran itu dan merencanakan anggaran makanan mingguan. Mereka mencari kupon obral dan diskon untuk produk makanan," saya berkata. "Itu merupakan kegiatan yang menghabiskan banyak waktu mereka. Sebenarnya, makanan kami dirumah berdasarkan apa yang sedang dijual dengan harga murah di supermarket."

"Lalu, apa yang mereka lakukan?" tanya ayah kaya.
"Kemudian mereka berkeliling kota dengan mobil ke berbagai supermarket dan membeli barang-barang yang diiklankan dengan harga murah," saya menjawab. "Mereka mengatakan mereka menghemat banyak uang dengan berbelanja makanan yang dijual dengan harga murah."

"Saya tidak meragukan mereka menghemat," kata ayah kaya. "Dan apakah mereka berbelanja pakaian obral?" Saya mengangguk. "Ya, mereka melakukan hal yang sama bila mereka akan membeli mobil, baru atau bekas. Mereka menghabiskan banyak waktu berkeliling untuk menghemat."

"Jadi mereka pikir menghemat itu pandai?" tanya ayah kaya.
"Tentu," saya menjawab. "Kenyataannya, ketika mereka menemukan sesuatu yang dijual dengan harga murah, mereka membeli dalam jumlah banyak dan memasukkannya ke dalam kulkas besar mereka. Baru beberapa hari yang lalu mereka menemukan obral daging babi sehingga mereka membeli daging babi yang cukup untuk enam bulan. Mereka senang menemukan penghematan seperti itu."

Ayah kaya tiba-tiba tertawa. "Daging babi?" dia berkata, tertawa kecil keras. "Berapa pon daging bagi yang mereka beli?"
"Saya tidak tahu, tetapi mereka membeli banyak. Kulkas kami penuh lagi. Tetapi bukan hanya daging babi yang mereka beli, mereka juga membeli hamburger (daging sapi bundar pipih) dari toko lain yang sedang mengadakan obral dan memasukkannya ke kulkas juga."

"Maksudmu mereka mempunyai kulkas hanya untuk obral khusus seperti itu?" tanya ayah kaya, masih tertawa kecil.
"Ya," saya menjawab. "Mereka bekerja keras untuk menghemat setiap sen yang mungkin dilakukannya. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menggunting kupon dan berbelanja di tempat obral. Apakah ada yang salah dengan itu?"

"Tidak," kata ayah kaya. "Tidak ada yang salah dengan itu. Hanya realitasnya berbeda."
"Apakah bapak tidak melakukan hal yang sama?" saya bertanya.
Ayah kaya tertawa kecil dan berkata, "Saya sedang menunggu kamu bertanya. Sekarang saya dapat mengajarkanmu salah satu pelajaran terpenting yang akan pernah kamu pelajari."

"Pelajaran bahwa bapak tidak melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orangtua saya?" saya bertanya lagi, sambil menunggu jawaban atas pertanyaan saya sebelumnya.

"Tidak," kata ayah kaya. "Pelajaran bahwa saya melakukan hal yang persis sama dengan yang orangtuamu lakukan. Sebenarnya kamu sudah melihat saya melakukannya."
"Apa?" saya berkata. "Bapak mencari tempat obral untuk mengisi kulkas bapak?" Saya tidak yakin saya pernah melihat bapak melakukan itu."

"Tidak, kamu belum pernah," kata ayah kaya. "Tetapi kamu pernah melihat saya berkeliling mencari investasi yang sedang di obral untuk mengisi portofolio saya."

Mendengar pernyataan itu saya duduk sebentar tanpa berkata-kata. "Bapak berbelanja untuk mengisi portofolio bapak dan orangtua saya berbelanja untuk mengisi kulkas mereka? Bapak ingin mengatakan bahwa bapak melakukan kegiatan yang sama tetapi bapak berbelanja barang-barang yang berbeda untuk mengisi sesuatu yang berbeda?"

Ayah kaya mengangguk. Dia ingin pelajarannya meresap kedalam kepala saya yang berumur dua puluh tahun.

"Bapak melakukan hal yang sama tetapi orangtua saya bertambah miskin dan bapak bertambah kaya. Itukah pelajarannya?" saya bertanya.

Ayah kaya menganggukkan kepala dan berkata, "Itu merupakan bagian dari pelajaran."
"Apa bagian lain dari pelajaran?" saya bertanya.
"Berpikirlah," kata ayah kaya. "Apa yang telah kita bicarakan?"
Saya berpikir sejenak dan akhirnya paruh kedua dari pelajaran itu datang kepada saya. "Oh," saya berkata. "Bapak dan orangtua saya melakukan hal yang sama tetapi realitas bapak berbeda."

"Kamu mulai mengerti," kata ayah kaya. "Bagaimana dengan pandai dan berisiko?"
"Oh," saya berkata keras. "Mereka berpendapat bahwa menghemat uang itu pandai dan berinvestasi itu berisiko."
"Sedikit lagi," kata ayah kaya.
"karena mereka berpendapat bahwa berinvestasi itu berisiko mereka bekerja keras menghemat uang ... tetapi kenyataannya mereka melakukan hal yang sama dengan yang bapak lakukan. Jika mereka mengubah realitas mereka tentang berinvestasi dan melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan untuk menghemat uang dengan membeli daging babi, mereka akan menjadi semakin kaya. Bapak melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan tetapi bapak berbelanja bisnis, real estate, investasi, saham, obligasi, dan peluang-peluang bisnis lainnya. Bapak berbelanja untuk portofolio bapak dan mereka berbelanja untuk kulkas mereka.

"Jadi mereka melakukan hal yang sama tetapi dari realitas yang berbeda," kata ayah kaya. "Realitas merekalah yang menyebabkan mereka miskin atau kelas menengah ... bukan kegiatan mereka."

"Mental merekalah yang membuat mereka miskin," saya berkata dengan lembut. "Apa yang menurut kita pandai dan apa yang menurut kita berisiko itulah yang menentukan kedudukan sosial ekonomi kita dalam kehidupan." Saya menggunakan kata baru yang saya pelajari dalam mata kuliah ekonomi.

Ayah kaya melanjutkan dengan berkata, "Kami melakukan hal yang sama tetapi kami bekerja dari pola pikir yang berbeda. Saya bekerja dari pola pikir orang kaya dan orangtuamu bekerja dari pola pikir kelas menengah."
"Itu sebabnya bapak selalu berkata, 'Apa yang kamu pikir real merupakan realitasmu,'" saya menambahkan dengan lembut.

Ayah kaya mengangguk dan melanjutkan dengan berkata, "Dan karena mereka berpendapat berinvestasi itu berisiko, mereka menemukan contoh orang-orang yang telah kehilangan uang atau hampir kehilangan uang mereka. Realitas mereka membutakan mata mereka dari realitas lainnya. Mereka melihat apa yang menurut mereka real, meskipun tidak benar-benar real."

"Jadi seseorang yang berpikir jaminan kerja itu pandai akan mencari contoh-contoh mengapa jaminan kerja itu pandai dan mencari contoh-contoh mengapa membangun bisnis itu berisiko. Orang akan mencari verifikasi (pembenaran dengan bukti) atas realitas yang ingin mereka percayai," Mike menambahkan.

"Benar," kata ayah kaya. "Apakah ini masuk akal? Apakah kamu sudah mendapat pelajarannya?"

BAGAIMANA DENGAN ANDA?

Salam Hangat dari Provokator
Rostam Effendi
(http://belajar-usaha.blogspot.com)

Gunting Kartu Kredit Anda!

Saya yakin sebagian besar anda memiliki kartu utang alias kartu kredit. Sama lah, saya juga punya, walaupun "terpaksa" memilikinya.

Kenapa? Karena setelah saya tahu dari Robert Kiyosaki bahwa kartu kredit itu adalah "setan" yang mengakibatkan sebagian besar orang Amerika menjadi pengutang terbesar di dunia dan tidak bisa keluar dari lingkaran setan itu seumur hidupnya.

Gunting kartu kredit anda! Demikian sarannnya.

Namun, Kiyosaki masih bisa memaklumi pemakaian kartu kredit untuk alasan jaga-jaga dan kemudahan tertentu yang dimilikinya.

Maka saya pun akhirnya menerima ketika 2 buah kartu itu dikirimkan secara "paksa" dari sebuah bank penerbit. Kenapa secara paksa? Ya, karena memang dikirimi saja tanpa seijin saya.

Saya punya beberapa alasan untuk menggunakan kartu plastik ini, di antaranya:

1. Untuk kemudahan. Saya pernah kesulitan untuk memperpanjang keanggotaan sebuah asosiasi pengusaha karena tidak membawa uang kontan. Mereka hanya menyediakan sarana kartu gesek saja.

2. Saya pernah mengalami peristiwa memalukan di sebuah toko buku di Malaka, Malaysia. Ketika hendak membayar, ternyata semua uang saya tertinggal di hotel. Maka kartu Visa itu pun saya gunakan sebagai penyelamat.

3. Ada keuntungan lain yang tidak didapat dengan membayar secara kontan. Seperti membership sebuah klub olah raga saya yang memberikan diskon 50% kalau menggunakan kartu kredit.

Kartu itu saat ini hanya saya gunakan untuk beberapa hal, yaitu membership klub olah raga dan membership TV berlangganan. Membership klub olah raga menurut saya merupakan utang baik dan investasi jangka panjang bagi kesehatan. Mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Berlangganan TV kabel yang menurut saya lebih banyak manfaatnya ketimbang hanya menonton TV lokal yang lebih banyak menayangkan acara-acara "sampah" dan mengotori otak kita. Lebih baik menonton saluran luar seperti Discovery, National Geography, Aljazeera atau CNBC.

Selain itu kartu itu tidak saya pakai untuk keperluan lain kecuali membeli buku sebagai investasi "leher ke atas". Kartu itu tidak saya gunakan untuk makan-makan, membeli barang konsumtif dan sebagainya.

Saya pun selalu berusaha disiplin untuk membayar lunas semua tagihan di masa bebas bunga. Jadi saya hampir tidak pernah kena bunga. Hehehe... Jadi, bank penerbit itu "rugi" deh punya customer seperti saya...

Topik inilah yang menjadi pembahasan di sebuah acara baru di TV CNBC tadi malam. Acara itu namanya The Millionaire Inside yang menghadirkan 4 orang money mentor: Robert Kiyosaki, Jennifer Openshaw , Larry Winget dan David Bach .

Saya sempat terperangah melihat kenyataan betapa "bodohnya" orang-orang Amerika ini soal uang, terutama mengenai kartu kredit. Di sana, adalah biasa seorang anak muda berutang kartu kredit sampai di atas US $ 50.000.

Semua mentor itu menyarankan agar menggunakan utang kartu kredit itu untuk keperluan yang penting saja. Hindari utang buruk, yaitu utang konsumtif yang kemudian menguras uang anda setiap bulan. Hindari kena penalti, sebab dari situlah bank penerbit itu menguras isi kantong anda.

Bayarlah setiap tagihan secara tepat waktu. Kalau bisa segera lunasi. Kalau anda punya lebih dari satu kartu, gunting sisanya. Live below your mean, hiduplah dengan sederhana saja. Jangan berusaha "kelihatan kaya", padahal isi kantongnya "merana".

Kalau anda tidak bisa melakukan hal ini, saran saya sama dengan para mentor itu: gunting saja kartu kredit anda!

Salam FUUUNtastic!

Wassalam,

Roni,
Owner, Manet Busana Muslim
Founder, Komunitas TDA
(http://roniyuzirman.blogspot.com)